JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Rencana pemerintah untuk membuka sekolah tatap muka mendapat saran dari berbagai pihak. Sebab vaksinasi Covid-19 untuk anak masih tahap penelitian. Sementara jika sekolah tatap muka benar-benar direalisasikan tahun ini, dikhawatirkan sekolah bisa jadi salah satu tempat penularan Covid-19.
Guru Besar FKUI Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan bahwa sejauh ini penelitian terhadap vaksin untuk anak-anak baru berproses.
"Jadi belum ada hasil yang valid. Belum diteliti ke arah anak-anak. Fokus pada orang dewasa yang lebih terdampak Covid-19," jelas Yoga pada Jawa Pos (JPG), kemarin (29/3).
Menurut Yoga, ada baiknya pemerintah mengambil inspirasi dari protokol kesehatan khusus sekolah dalam panduan yang dikeluarkan oleh "Center of Disease Control (CDC)" Amerika Serikat yang baru saja mereka perbarui pada 19 Maret 2021 beberapa hari yang lalu.
Yoga mengatakan, CDC memperbarui aturan ini berdasar perkembangan bukti ilmiah terbaru tentang kemungkinan berapa jarak penularan yang mungkin terjadi pada berbagai keadaa. Panduan tersebut meliputi beberapa pengaturan soal jarak. Pada Sekolah Dasar, harus ada jarak setidaknya 3 kaki atau sekitar 1 meter. Di sekolah SMP dan SMA, murid harus jaga jarak setidaknya 3 feet, sekitar 1 meter di area yang dikategorikan sebagai tingkat penularan rendah, sedang dan cukup.
"Pada area dengan penularan masyarakat yang tinggi maka jarak antarmurid sebaiknya 6 feet atau 1,8288 meter," jelas Yoga.
Sementara itu, ada jarak sekitar 6 kaki atau 1,8 meter harus tetap dijaga antarorang dewasa seperti guru dan staf sekolah, dan antarorang dewasa dan murid. Jarak ini diterapkan pada keadaan masker tidak digunakan.
"Misalnya ketika makan, atau pada keadaan di mana orang banyak mengeluarkan napas seperti menyani, berteriak, olahraga di dalam ruang tertutup. Tapi memang sebaiknya kegiatan-kegiatan seperti ini dilakukan di ruang terbuka saja," paparnya.
Juga dianjurkan agar barang-barang tidak penting dikeluarkan dari kelas dan dilakukan modifikasi di kelas untuk menjamin jaga jarak antarmurid. Selain itu harus dihilangkan atau dikurangi interaksi yang tidak terlalu penting. Seperti makan pada saat yang sama. Kemudian tamu yang datang berkunjung ke sekolah juga harus dibatasi. Hanya yang memiliki kepentingan yang amat perlu saja yang diizinkan. Juga perlu diatur jam giliran sekolah supaya tidak terlalu penuh murid di sekolah pada suatu waktu tertentu.
"Selain aturan jaga jarak ini maka tentu ada juga berbagai aturan rinci lain tentang penggunaan masker, cuci tangan, kebersihan bangku, kelas dan sekolah, kemungkinan tes dan penelusuran kasus bila diperlukan," pungkasnya.
Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih menyatakan angka kematian anak 1,7 persen. Dibanding Amerika atau Cina yang hanya 0,1 persen. Di Asia Tenggara, Indonesia menjadi juara satu angka kematian anak karena Covid-19.
"Jadi kita tetap harus hati-hati," ungkapnya.
Untuk menangkal Covid-19 dilakuka 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan). Namun untuk anak-anak di bawah 10 tahun akan susah melakukan 3M. "Khusus untuk anak selain 3M, sangat penting menjaga kondisi tubuh anak," tutur Daeng.
Apalagi ada komorbid pada anak. Menurut Daeng ada kekhasan komorbid pada anak di Indonesia. Misalnya kasus pneumonia. "Gangguan gizi dan diare juga banyak diderita," ucapnya. Dengan taunya risiko komorbid ini maka bisa diintervensi dengan meningkatkan kualitas gizi anak.
Sebelumnya Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan terlepas adanya sekolah tatp muka atau tidak, pendidikan disiplin protokol kesehatan harus diterapkan sejak di rumah. Orang tua dan anggota keluarga yang dewasa diharapkan memperkenalkan 3M. Selain itu, untuk kebijakan pembukaan sekolah dapat berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lainnya. IDAI meminta agar pembukaan sekolah dalam waktu singkat justru dihindari karena akan mengganggu rutinitas anak. Sehingga pembukaan sekolah tatap muka harus benar-benar direncanakan dengan matang.
Penambahan Pasien Positif di Bawah 100 Orang
Penambahan pasien positif Covid-19 di Riau berada pada angka di bawah 100 orang per Senin (29/3). Kemarin pasien positif hanya bertambah 69 pasien. Kepala Dinas Kesehatan Riau Mimi Yuliani Nazir mengatakan, dengan penambahan 69 orang tersebut, saat ini total pasien Covid-19 di Riau sebanyak 34.460 orang. Namun dari jumlah tersebut, sebanyak 32.333 di antaranya sudah dinyatakan sembuh.
"Selain penambahan pasien positif yang terus turun, angka kesembuhan juga terus meningkat. Saat ini sudah 32.333 orang pasien Covid-19 yang sembuh di Riau," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, dari total 30.141 pasien Covid-19 tersebut, yang masih menjalani perawatan di rumah sakit sebanyak 465 orang. Sedangkan yang menjalani isolasi mandiri 818 orang.
"Sedangkan untuk pasien yang meninggal dunia total 844 orang," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Mimi juga mengimbau bahwa meskipun pelaksanaan vaksinasi telah dilakukan di Riau, masyarakat diminta tetap menerapkan protokol kesehatan meskipun saat ini vaksin Covid-19 telah ditemukan dan juga sudah diberikan kepada beberapa orang.
"Protokol kesehatan harus tetap dijalankan, karena hal tersebut dapat mencegah kita dari paparan Covid-19. Untuk itu tetap lakukan jaga jarak, hindari kerumunan, memakai masker dan mencuci tangan," ajaknya.(tau/lyn/jpg/sol)