(RIAUPOS.CO) – Kehidupan masyarakat saat ini tidak bisa dilepaskan dari kantong kresek atau kantong plastik, yang kebanyakan digunakan untuk sekali pakai. Sampah kresek juga biasanya dihindari oleh pengrajin plastik. Namun ditangan orang-orang tertentu, sampah kresek bisa dimanfaatkan untuk hal yang berguna dan mengurangi jumlah kresek yang tak terpakai.
Hal tersebut dilakukan oleh pengusaha bata ringan CLC Pekanbaru di Jalan Rambutan, Dicky Rinaldi. Ia menemukan inovasi dalam struktur bata ringan. Kresek yang digunakan tersebut dapat menambah ketahanan bata ringan, sehingga saat bata patah tak serta merta terputus karena adanya struktur kresek. “Selain kresek kita juga bisa pakai limbah tandan kosong (tangkos) sawit,” katanya, Sabtu (28/11).
Puluhan kantong kresek dipilin sedemikian rupa, sambil dipanasi di atas kompor yang menyala. Proses tersebut membuat plastik terpilin dan menjadi lebih kuat sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam cetakan bersama dengan semen, pasir, dan foam. “Plastik ini kita pilin, nanti dimasukkan ke dalam cetakan bersama dengan adonan untuk membuat bata ringan,” kata Dicky.
Untuk satu cetakan bata ringan, diperlukan sekitar 15-20 pilinan plastik. Biasanya Dicky menjadikan kresek tersebut berupa pilinan dengan panjang sekitar 30 cm, dan pilinan yang kemudin dipotong-potong seukuran sekitar 3-4 cm menyerupai kerikil.
“Bedanya kalau yang kerikil lebih banyak memerlukan plastik, bisa sampai 80 persen. Kalau masalah ketahanan sama saja, sama-sama kuat. Baik isian kresek maupun tangkos, itu lebih kuat daripada bata ringan biasa yang nggak ada isi,” ujarnya.
Dicky mengakui di masa pandemi ini, terjadi penurunan pemesanan bata ringan. Bahkan pasokan kresek plastik pun turut menurun. Di masa sebelum pandemi, dalam satu bulan ia memerlukan 200 kantong plastik ukuran besar yang tiap kantongnya menampung sekitar 3 ribu kantong kresek. “Semakin banyak kita buat bata ringan, semakin banyak kita bisa mengurangi sampah plastik kresek. Saya biasanya membeli dari pengumpul, per kilo Rp2 ribu,” tukasnya.
Sementara itu, untuk struktur bata ringan yang memanfaatkan tangkos sawit, Dicky mengatakan ia mengumpulkannya dari PTPN 5 yang diberikan secara cuma-cuma. Tangkos tersebut, terlebih dahulu difermentasikan dan dimanfaatkannya untuk membudidayakan jamur. Setelah jamur dipanen, baru ia memanfaatkan tangkos sebagai struktur bata ringan.
“Jamurnya kita makan, tangkosnya kita buat untuk struktur bata ringan. Tangkos yang baru datang itu berminyak, itu tidak bisa diproses. Jadi kita hilangkan dulu minyaknya dengan memanfaatkannya sebagai media tanam jamur. Setelah itu baru bisa untuk isian bata. Kita pakai tangkos juga sebagai alternatif jika persediaan kresek tidak ada,” imbuhnya.
Dicky memaparkan, bata ringan buatannya memiliki berbagai kelebihan, dimana bata tersebut memiliki bentuk yang akurat dan mudah dipasang, digergaji, dibor, dipaku sehingga mempercepat dan memudahkan proses kongtruksi. Selain itu, bata juga tidak mudah terbakar, tahan cuaca, kedap suara, kuat, ringan (700kg/m3, seperempat dari berat beton biasa, san sepertiga dari bata merah), hemat biaya, dan ramah lingkungan.
Terdapat dua ukuran bata ringan yang disediakan oleh CLC Pekanbaru, yaitu bata ringan dengan dimensi 60 x 20 x7,5 cm dan dimensi 60 x 20 x 10 cm.
“Harganya per bata hanya Rp9.500 untuk tebal 10 cm, dan Rp8 ribu untuk tebal 7,5 cm. Ini ramah lingkungan karena terbuat dari bahan-bahan yang hemat energi, tidak beracun, bebas dari bakteri dan serangga, serta aman bagi makhluk hidup,” pungkasnya.(ali)
Laporan MUJAWAROH ANNAFI, Pekanbaru