JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyoroti tren peningkatan kekerasan dan intimidasi terhadap media dan jurnalis di Indonesia dalam dua pekan terakhir. AMSI menegaskan, jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan tegas untuk mengungkap pelaku intimidasi dan kekerasan ini, maka kebebasan pers, kebebasan berekspresi, dan demokrasi Indonesia akan semakin terancam dan sulit diperbaiki.
Dalam beberapa kejadian yang dilaporkan oleh media, telah terjadi berbagai bentuk kekerasan fisik, ancaman, serta serangan digital terhadap jurnalis, terutama yang meliput aksi protes mahasiswa dan masyarakat sipil terkait pengesahan revisi UU Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 20 Maret 2025.
Jurnalis IDN Times dan jurnalis pers kampus Suara Mahasiswa UI menjadi korban pemukulan dan intimidasi saat meliput demonstrasi menentang revisi UU TNI di Jakarta. Selain itu, pada 24 Maret 2025, dua jurnalis dari BeritaJatim.com dan Suara Surabaya juga mengalami kekerasan dari aparat di Surabaya saat meliput aksi protes yang sama. Foto dan video yang mereka ambil, yang memperlihatkan kekerasan polisi terhadap demonstran, dihapus paksa oleh aparat.
Insiden serupa juga terjadi di Sukabumi dan Bandung, di mana tiga jurnalis dari Kompas.com, DetikJabar, dan VisiNews menghadapi intimidasi oleh aparat saat meliput aksi protes yang melibatkan mahasiswa. Tidak hanya itu, di Malang, Jawa Timur, delapan jurnalis pers mahasiswa juga menjadi korban kekerasan dari polisi pada 20 Maret 2025.

Selain kekerasan fisik, AMSI mencatat adanya ancaman teror yang menimpa kantor Tempo di Jakarta, yang menerima kiriman kepala babi dan paket berisi tikus tanpa kepala. Ancaman ini terkait dengan pemberitaan kritis Tempo terhadap pemerintah Presiden Prabowo Subianto. Teror tersebut juga menyasar akun WhatsApp keluarga jurnalis Tempo.
AMSI menilai serangkaian kejadian tersebut mengkhawatirkan dan berpotensi menebar rasa takut di kalangan jurnalis, yang berujung pada self-censorship di media. Wahyu Dhyatmika, Ketua Umum AMSI, mengungkapkan bahwa tindakan intimidasi dan kekerasan ini merupakan upaya sistematis untuk membungkam media dan jurnalis yang melaporkan pelanggaran dan kesalahan di sekitar kita.
AMSI juga mengingatkan bahwa sebagai negara demokratis, Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan pers. Segala bentuk tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis tidak dibenarkan dalam sistem demokrasi yang sehat.
Untuk mencegah eskalasi lebih lanjut, AMSI merekomendasikan sejumlah langkah kepada pemerintah dan aparat penegak hukum, antara lain:
-
Polisi harus segera mengusut tuntas kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis serta mengungkap dalang di balik teror kepada Tempo.
-
Pemerintah perlu menjamin keamanan bagi jurnalis dan pekerja media yang berisiko menjadi sasaran intimidasi.
-
Perusahaan media perlu memperkuat sistem keamanan digital dan memberikan perlindungan terhadap keselamatan jurnalis di lapangan.
AMSI, yang mewakili lebih dari 400 perusahaan media siber di Indonesia, berkomitmen untuk terus mendukung anggotanya dalam menghadapi tantangan ini demi menjaga keberlanjutan industri media dan kebebasan pers di Indonesia.