Jumat, 20 September 2024

Sufi Inspirasi Kabupaten Rohul Dijuluki Negeri Seribu Suluk

Syekh Abdul Wahab Rokan yang nama lengkapnya Syeikh Abdul Wahab bin Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tambusai adalah seorang ulama besar kelahiran Rokan Hulu. Putra dari pasangan Abdul Manaf dengan Arbaiyah ini memiliki pertalian darah dengan Sultan Langkat.

Ulama besar bergelar Syekh H Abdul Wahab Rokan Al Khalidi Naqsyabandi dengan nama kecil Abu Qosim itu, lahir di Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi Rokan Tengah, Riau. Sekarang, dikenal dengan nama Desa Rantau Binuang Sakti (RBS), Kecamatan Kepenuhan Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Provinsi Riau.

Lahir pada 19 Rabiulawal 1230 Hijriyah atau 28 September 1811 Masehi. Kemudian beliau wafat di Babussalam (selalu disebut Basilam) Langkat, pada Jumat 21 Jumadilawal 1345 Hijriyah atau 27 Desember 1926 Masehi dalam usia 115 tahun.

Selama ini, haul beliau selalu diperingati setiap tahunnya, dihadiri oleh puluhan ribu jamaah dari berbagai daerah, termasuk dari Jawa, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan selatan Thailand.

- Advertisement -

Bahkan sampai hadir petinggi negeri, mulai dari gubernur sampai ke presiden. Hanya haul yang ke-219 tahun 2020 tidak dilaksanakan, mengingat terjadinya pandemi Covid-19 di negeri ini.

Sementara itu, miladnya atau peringatan kelahirannya di Desa Rantau Binuang Sakti Kecamatan Kepenuhan, Rokan Hulu, baru diperingati untuk yang ketiga kalinya, terakhir haul yang ke-120 tahun 2021 ini.

- Advertisement -

Jika ditelusuri sekilas tentang Syekh Abdul Wahab Rokan, beliau Abu Qosim sejak kecil telah menunjukkan minatnya belajar di bidang keagamaan yang tinggi. Gurunya di Danau Runda (sekarang Desa Rantau Binuang Sakti) tercatat antara lain, Tuan Baqi, H M Sholeh, Maulana Syekh Abdullah Halim (makamnya ada di Komplek Makam Rantau Binuang Sakti) serta Syekh Muhammad Shaleh Tembusai.

Kecerdasan dan kesalehannya teruji, sehingga Abu Qosim diberi gelar oleh gurunya  "Faqih Muhammad" (orang yang ahli dalam bidang ilmu fiqh). Kemudian Abu Qosim atas bantuan Haji Bahauddin, pamannya, melanjutkan belajar ke Semenanjung Melayu (Malaysia) dan berguru kepada Syekh Muhammad Yusuf yang lebih dikenal dengan Tuk Ongku.

Selama lebih kurang dua tahun. Dari semenanjung Melayu, Abu Qosim Faqih Muhammad menempuh perjalanan panjang ke Makkah dan menimba ilmu pengetahuan selama enam tahun (1863-1869). Di Makkah beliau berguru dengan Syekh Saidi Syarif Dahlan (Mufti mazhab Syafi'i).

Syekh Hasbullah (ulama Indonesia yang mengajar di Masjidilharam) dan Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Abu Qubais, Makkah. Dari Syekh Sulaiman Zuhdi inilah yang kemudian memberi ijazah (pegesahan) dan membaiat nama dari Abu Qosim Faqih Muhammad menjadi Abdul Wahab dan memperoleh ijazah sebagai "Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah" (Syekh yang dapat mengembangkan tarekat di daerahnya).

Sehingga Abdul Wahab (hamba Allah yang memberi) menjadi bernama Syekh Abdul Wahab Al Khalidi Naqsabandi, kemudian Syekh Abdul Wahab Al Khalidi Naqsabandi menambahkan nama daerah sebagai asal usulnya pada namanya, yaitu "Rokan" sehingga lengkapnya menjadi Syekh Abdul Wahab Rokan Al Khalidi Naqsabandi.

Berdasarkan silsilah tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab Rokan menduduki urutan ke-17 sejak tarekat tersebut berdiri  yakni dari  Baha'al-Din al-Naqsyabandiyah, dan urutan yang ke-23 dari Nabi Muhammad SAW.

Sejak 1869 setelah mendapat gelar syekh atau sepulangnya dari Makkah, beliau kembali ke kampung halamannya Rokan Riau dengan membangun sebuah perkampungan di Kubu (sekarang masuk daerah Kabupaten Rokan Hilir yang bernama Kampung Masjid.

Kampung ini menjadi basis penyebaran agama Islam, tentu tidak ketinggalan tempat kelahirannya sendiri di daerah Rokan Hulu sekarang. Dari hasil dakwahnya ini, beberapa raja Melayu di pesisir Pantai Timur Sumatera Utara seperti Panai, Kualuh, Bilah, Asahan, Kota Pinang, Deli dan Langkat selalu mengundang Syekh Abdul Wahab Rokan untuk berceramah di lingkungan dan kalangan istana.

Baca Juga:  Jakarta Bisa seperti New York

Salah seorang sultan bernama Sultan Musa Mu'azzamsyah dari Kesultanan Langkat menjadi pengikut Tarekat Naqsyabandiyah yang setia sehingga ia diangkat menjadi khalifah. Pengembangan tarikat oleh Syekh Abdul Wahab Rokan tidak hanya di kalangan lokal, atau daerah sendiri. Melainkan berkembang ke Sumatera, Kalimantan sampai ke Semenanjung Malaysia.

Namun pusat pengembangannya sampai beliau wafat adalah di Babussalam Langkat Sumatera Utara. Syekh Abdul Wahab Rokan atau lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam adalah seorang ulama, ahli fiqih, sufi dan pemimpin Tarekat Naqsabandiyah pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20.

Selain berjasa mendirikan Kampung Besilam atau Babussalam, Kabupaten Langkat (sekitar 75 kilometer dari Kota Medan), Syekh Abdul Wahab Rokan memiliki karomah yang luar biasa. Di antara karomah beliau adalah ketika diadakannya gotong-royong membangun anak sungai di Kampung Babussalam.

Nasi bungkus yang tersedia tidak cukup untuk peserta gotong royong, maka Syekh Abdul Wahab mengumpulkan nasi yang ada ke dalam suatu tempat yang dinamakan bakul, kemudian beliau tutup dengan selendang sambil didoakan. Setelah itu dibagikan kepada peserta gotong royong, ternyata nasi bukannya kurang, melainkan berlebih.

Syekh Abdul Wahab Rokan juga dikenal mempunyai kudorat atau tenaga lebih, seperti mendorong perahu yang sangat berat sendirian. Karomah lain, pada saat masa masa penjajahan, Belanda mencurigai Syeikh Abdul Wahab karena tidak pernah kekurangan uang. Lantas Belanda menuduhnya telah membuat uang palsu.

Karena merasa tersinggung, Syekh Abdul Wahab meninggalkan Kampung Babussalam dan pindah ke Semenanjung Malaysia. Pada saat hijrah itulah beliau menyempatkan waktu mengembangkan tarekat Naqsyabandiyah di Malaysia.

Selama kepergian Syekh Abdul Wahab, konon sumber-sumber minyak BPM Batavsche Petroleum Matschapij (sekarang bernama Pertamina) di Langkat menjadi kering. Kepah dan ikan di lautan Langkat juga menghilang sehingga menimbulkan kecemasan para penguasa Langkat.

Akhirnya Syekh Abdul Wahab dijemput dan dimohon untuk kembali ke Babussalam. Setelah itu, sumber minyak pun mengalir dan ikan-ikan bertambah banyak di lautan. Syekh Abdul Wahab juga dikisahkan pernah ikut dalam peperangan melawan Belanda di Aceh pada tahun 1308 H atau bertepatan tahun 1891.

Menurut cerita dari pihak Belanda yang saat itu sempat mengambil fotonya, Syekh Abdul Wahab Rokan mampu terbang di angkasa dan tidak dapat ditembak dengan senapan atau meriam.

Syekh Abdul Wahab juga punya karya secara tertulis tentang pemikiran sufistiknya, baik dalam bentuk khutbah-khutbah, wasiat, maupun syair-syair yang ditulis dalam aksara Arab Melayu.

Tercatat ada dua belas khutbah,  Wasiat  "44 Tuan Guru" Syair Munajat, Syair Burung Garuda dan Syair Sindiran. Syair Munajat yang berisi pujian dan doa kepada Allah, sampai hari ini masih terus dilantunkan di Madrasah Besar Babussalam oleh setiap muazzin sebelum azan dikumandangkan.

Dalam munajat berisi  silsilah Tarekat Naqsyabandiyah yang diterimanya secara turun temurun yang terus bersambung kepada Rasulullah SAW. Sedangkan Syair Burung Garuda berisi kumpulan petuah dan nasehat yang diperuntukkan khusus bagi anak dan remaja.

Martin van Bruinessen, dalam  Pemikiran Sufistik Syekh Abdul Wahab Rokan, makalah M Iqbal Irham, menggambarkan sosok  Syekh Abdul Wahab sebagai khalifahnya Sulaiman Zuhdi yang paling menonjol di Sumatera, seorang Melayu dari Pantai Timur.

Ia mengangkat 120 khalifah di Sumatera dan delapan orang di Semenanjung Malaya. Syekh Melayu ini memiliki pengaruh yang demikian luas di kawasan Sumatera dan Malaya sebanding dengan apa yang dicapai para Syekh Minangkabau seluruhnya.

Bahkan menurut Zikmal Fuad, mengutip pernyataan Nur A Fadhil Lubis dalam sebuah seminar "Perbandingan Pendidikan Indonesia Amerika" di Aula 17 Agustus, Pesantren Darul Arafah Medan, tahun 1992 nama Syekh Abdul Wahab sangat dikenal dan diperhitungkan dikalangan Misionaris dan Orientalis di Amerika.

Baca Juga:  Salah Masuk

Dengan demikian tidak berlebihan kiranya  Syekh Abdul Wahab Rokan, sebagai seorang sufi anak jati Rokan Hulu menginspirasi lahirnya julukan Kabupaten Rokan Hulu Negeri Seribu Suluk karena Syekh Abdul Wahab Rokan merupakan tokoh dan pengembang tarekat suluk lebih dari 1,5 abad yang lalu.

Artinya Rokan Hulu telah menjadi tempat lahir dan pengembangan suluk di Nusantara melalui Syekh Abdul Wahab Rokan. Menyadari akan hal tersebut, beberapa tahun terakhir Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rohul, telah mulai memperhatikan lokasi tempat kelahiran, sekaligus belajar dan pengembangan Tarekat Suluk di Desa RBS.

Antara lain mensertifikatkan tanah hibah seluas 6,8 hektare, yang di dalam lokasi tersebut berada makam guru tempat belajar Syekh Abdul Wahab Rokan, yaitu Habib dari Aceh yang ditandai dengan pohon besar (pohon gaharu) setinggi 25- 30 meter dengan diameter 50-70 sentimeter,  Abdul Halim Tambusai buyut dari Syekh Abdul Wahab Rokan, serta makan 7 tingkat, keluarga raja pada waktu Sultan Zainal Abidinsyah (Raja ke-16 Kerajaan Tambusai) yang pernah menjadikan pusat kerajaan di Rantau Binuang Sakti di akhir abad 18, serta makam-makam lainnya.

Masih di lokasi tanah 6,8 hektare tersebut yang menurut masyarakat terhindar dari banjir biasa sampai sekarang masih terlihat tanda-tanda lokasi ini telah dihuni berabad yang lalu, seperti, masih terpelihara pohon kayu yang tinggi dan besar, tempat wudu Syekh Abdul Wahab Rokan berupa batu bulat, tempat halwat, benteng pertahanan serta batu pilar peninggalan zaman Belanda.

Selain telah mensertifikatkan tanah lokasi, Pemkab Rohul juga telah membangun Visitor Center dan Gerbang Visitor Center yang anggarannya berasal dari APBN. Sementara telah di bangun Surau Suluk 2 (dua) lantai yang sekarang baru selesai 1 (satu) lantai yang refresentatif bersumber dari dana APBD Rohul.

Hal lain yang sudah lama direncanakan, namun baru dapat diwujudkan  walaupun belum selesai adalah duplikat Makam Syekh Abdul Wahab Rokan yang dibuat pada tahun 2019 yang lalu, atas izin dari Tuan Guru Babussalam, Langkat, Sumatera Utara, Syekh H Irfansyah Al Rokany, sekarang Khalifah DR Zikmal Fuad MA kepada Kholifah Mustafa, Guru Suluk sekaligus Ketua Pengurus Surau Suluk Syekh Abdul Wahab Rokan di Desa Rantau Binuang Sakti.

Keseriusan Pemkab Rohul Hulu semakin terang dengan pernyataan Bupati Rohul H Sukiman pada milad Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan ke-210 atau ketuga kali peringatannya. Bahwa Syekh Abdul Wahab Rokan merupakan seorang tokoh ulama besar mengembangkan ilmu fiqih dan sufi yang sangat berjasa dan pantas kita  hormati.

Di samping jasanya, juga dapat dijadikan sebagai motivasi saat ini dan masa yang akan datang. Dalam pengembangan Suluk, sejalan dengan julukan Kabupaten, "Negeri Seribu Suluk", cikal bakal pengembangan Suluk lebih seabad yang lalu.

Bahkan Sukiman menyatakan komitmennya selaku kepala daerah untuk menuntaskan lanjuan pembangunan surau suluk yang refresentatif di tanah kelahiran Syekh Abdul Wahab Rohul di Desa Rantau Binuang Sakti, Kecamatan Kepenuhan itu.

"Selama saya masih menjabat, jika Allah mengizinkan kita semua sehat dan diberi umur panjang, dan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah, maka akan kita bangun secara bertahap dan berkelanjutan sampai tempat ini refresentatif dan layak sebagai pusat pengembangan Suluk di Kabupaten Rokan Hulu, bahkan se-Asia Tenggara," ujar Bupati Rohul dua periode itu.(adv)

NARASI: ENGKI PRIMA PUTRA

Syekh Abdul Wahab Rokan yang nama lengkapnya Syeikh Abdul Wahab bin Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tambusai adalah seorang ulama besar kelahiran Rokan Hulu. Putra dari pasangan Abdul Manaf dengan Arbaiyah ini memiliki pertalian darah dengan Sultan Langkat.

Ulama besar bergelar Syekh H Abdul Wahab Rokan Al Khalidi Naqsyabandi dengan nama kecil Abu Qosim itu, lahir di Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi Rokan Tengah, Riau. Sekarang, dikenal dengan nama Desa Rantau Binuang Sakti (RBS), Kecamatan Kepenuhan Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Provinsi Riau.

Lahir pada 19 Rabiulawal 1230 Hijriyah atau 28 September 1811 Masehi. Kemudian beliau wafat di Babussalam (selalu disebut Basilam) Langkat, pada Jumat 21 Jumadilawal 1345 Hijriyah atau 27 Desember 1926 Masehi dalam usia 115 tahun.

Selama ini, haul beliau selalu diperingati setiap tahunnya, dihadiri oleh puluhan ribu jamaah dari berbagai daerah, termasuk dari Jawa, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan selatan Thailand.

Bahkan sampai hadir petinggi negeri, mulai dari gubernur sampai ke presiden. Hanya haul yang ke-219 tahun 2020 tidak dilaksanakan, mengingat terjadinya pandemi Covid-19 di negeri ini.

Sementara itu, miladnya atau peringatan kelahirannya di Desa Rantau Binuang Sakti Kecamatan Kepenuhan, Rokan Hulu, baru diperingati untuk yang ketiga kalinya, terakhir haul yang ke-120 tahun 2021 ini.

Jika ditelusuri sekilas tentang Syekh Abdul Wahab Rokan, beliau Abu Qosim sejak kecil telah menunjukkan minatnya belajar di bidang keagamaan yang tinggi. Gurunya di Danau Runda (sekarang Desa Rantau Binuang Sakti) tercatat antara lain, Tuan Baqi, H M Sholeh, Maulana Syekh Abdullah Halim (makamnya ada di Komplek Makam Rantau Binuang Sakti) serta Syekh Muhammad Shaleh Tembusai.

Kecerdasan dan kesalehannya teruji, sehingga Abu Qosim diberi gelar oleh gurunya  "Faqih Muhammad" (orang yang ahli dalam bidang ilmu fiqh). Kemudian Abu Qosim atas bantuan Haji Bahauddin, pamannya, melanjutkan belajar ke Semenanjung Melayu (Malaysia) dan berguru kepada Syekh Muhammad Yusuf yang lebih dikenal dengan Tuk Ongku.

Selama lebih kurang dua tahun. Dari semenanjung Melayu, Abu Qosim Faqih Muhammad menempuh perjalanan panjang ke Makkah dan menimba ilmu pengetahuan selama enam tahun (1863-1869). Di Makkah beliau berguru dengan Syekh Saidi Syarif Dahlan (Mufti mazhab Syafi'i).

Syekh Hasbullah (ulama Indonesia yang mengajar di Masjidilharam) dan Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Abu Qubais, Makkah. Dari Syekh Sulaiman Zuhdi inilah yang kemudian memberi ijazah (pegesahan) dan membaiat nama dari Abu Qosim Faqih Muhammad menjadi Abdul Wahab dan memperoleh ijazah sebagai "Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah" (Syekh yang dapat mengembangkan tarekat di daerahnya).

Sehingga Abdul Wahab (hamba Allah yang memberi) menjadi bernama Syekh Abdul Wahab Al Khalidi Naqsabandi, kemudian Syekh Abdul Wahab Al Khalidi Naqsabandi menambahkan nama daerah sebagai asal usulnya pada namanya, yaitu "Rokan" sehingga lengkapnya menjadi Syekh Abdul Wahab Rokan Al Khalidi Naqsabandi.

Berdasarkan silsilah tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab Rokan menduduki urutan ke-17 sejak tarekat tersebut berdiri  yakni dari  Baha'al-Din al-Naqsyabandiyah, dan urutan yang ke-23 dari Nabi Muhammad SAW.

Sejak 1869 setelah mendapat gelar syekh atau sepulangnya dari Makkah, beliau kembali ke kampung halamannya Rokan Riau dengan membangun sebuah perkampungan di Kubu (sekarang masuk daerah Kabupaten Rokan Hilir yang bernama Kampung Masjid.

Kampung ini menjadi basis penyebaran agama Islam, tentu tidak ketinggalan tempat kelahirannya sendiri di daerah Rokan Hulu sekarang. Dari hasil dakwahnya ini, beberapa raja Melayu di pesisir Pantai Timur Sumatera Utara seperti Panai, Kualuh, Bilah, Asahan, Kota Pinang, Deli dan Langkat selalu mengundang Syekh Abdul Wahab Rokan untuk berceramah di lingkungan dan kalangan istana.

Baca Juga:  Jaga Objektivitas, Ferdy Sambo Dinonaktifkan

Salah seorang sultan bernama Sultan Musa Mu'azzamsyah dari Kesultanan Langkat menjadi pengikut Tarekat Naqsyabandiyah yang setia sehingga ia diangkat menjadi khalifah. Pengembangan tarikat oleh Syekh Abdul Wahab Rokan tidak hanya di kalangan lokal, atau daerah sendiri. Melainkan berkembang ke Sumatera, Kalimantan sampai ke Semenanjung Malaysia.

Namun pusat pengembangannya sampai beliau wafat adalah di Babussalam Langkat Sumatera Utara. Syekh Abdul Wahab Rokan atau lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam adalah seorang ulama, ahli fiqih, sufi dan pemimpin Tarekat Naqsabandiyah pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20.

Selain berjasa mendirikan Kampung Besilam atau Babussalam, Kabupaten Langkat (sekitar 75 kilometer dari Kota Medan), Syekh Abdul Wahab Rokan memiliki karomah yang luar biasa. Di antara karomah beliau adalah ketika diadakannya gotong-royong membangun anak sungai di Kampung Babussalam.

Nasi bungkus yang tersedia tidak cukup untuk peserta gotong royong, maka Syekh Abdul Wahab mengumpulkan nasi yang ada ke dalam suatu tempat yang dinamakan bakul, kemudian beliau tutup dengan selendang sambil didoakan. Setelah itu dibagikan kepada peserta gotong royong, ternyata nasi bukannya kurang, melainkan berlebih.

Syekh Abdul Wahab Rokan juga dikenal mempunyai kudorat atau tenaga lebih, seperti mendorong perahu yang sangat berat sendirian. Karomah lain, pada saat masa masa penjajahan, Belanda mencurigai Syeikh Abdul Wahab karena tidak pernah kekurangan uang. Lantas Belanda menuduhnya telah membuat uang palsu.

Karena merasa tersinggung, Syekh Abdul Wahab meninggalkan Kampung Babussalam dan pindah ke Semenanjung Malaysia. Pada saat hijrah itulah beliau menyempatkan waktu mengembangkan tarekat Naqsyabandiyah di Malaysia.

Selama kepergian Syekh Abdul Wahab, konon sumber-sumber minyak BPM Batavsche Petroleum Matschapij (sekarang bernama Pertamina) di Langkat menjadi kering. Kepah dan ikan di lautan Langkat juga menghilang sehingga menimbulkan kecemasan para penguasa Langkat.

Akhirnya Syekh Abdul Wahab dijemput dan dimohon untuk kembali ke Babussalam. Setelah itu, sumber minyak pun mengalir dan ikan-ikan bertambah banyak di lautan. Syekh Abdul Wahab juga dikisahkan pernah ikut dalam peperangan melawan Belanda di Aceh pada tahun 1308 H atau bertepatan tahun 1891.

Menurut cerita dari pihak Belanda yang saat itu sempat mengambil fotonya, Syekh Abdul Wahab Rokan mampu terbang di angkasa dan tidak dapat ditembak dengan senapan atau meriam.

Syekh Abdul Wahab juga punya karya secara tertulis tentang pemikiran sufistiknya, baik dalam bentuk khutbah-khutbah, wasiat, maupun syair-syair yang ditulis dalam aksara Arab Melayu.

Tercatat ada dua belas khutbah,  Wasiat  "44 Tuan Guru" Syair Munajat, Syair Burung Garuda dan Syair Sindiran. Syair Munajat yang berisi pujian dan doa kepada Allah, sampai hari ini masih terus dilantunkan di Madrasah Besar Babussalam oleh setiap muazzin sebelum azan dikumandangkan.

Dalam munajat berisi  silsilah Tarekat Naqsyabandiyah yang diterimanya secara turun temurun yang terus bersambung kepada Rasulullah SAW. Sedangkan Syair Burung Garuda berisi kumpulan petuah dan nasehat yang diperuntukkan khusus bagi anak dan remaja.

Martin van Bruinessen, dalam  Pemikiran Sufistik Syekh Abdul Wahab Rokan, makalah M Iqbal Irham, menggambarkan sosok  Syekh Abdul Wahab sebagai khalifahnya Sulaiman Zuhdi yang paling menonjol di Sumatera, seorang Melayu dari Pantai Timur.

Ia mengangkat 120 khalifah di Sumatera dan delapan orang di Semenanjung Malaya. Syekh Melayu ini memiliki pengaruh yang demikian luas di kawasan Sumatera dan Malaya sebanding dengan apa yang dicapai para Syekh Minangkabau seluruhnya.

Bahkan menurut Zikmal Fuad, mengutip pernyataan Nur A Fadhil Lubis dalam sebuah seminar "Perbandingan Pendidikan Indonesia Amerika" di Aula 17 Agustus, Pesantren Darul Arafah Medan, tahun 1992 nama Syekh Abdul Wahab sangat dikenal dan diperhitungkan dikalangan Misionaris dan Orientalis di Amerika.

Baca Juga:  Saat Heboh Deportasi UAS, Prabowo Terima Kunjungan Menkeu Singapura

Dengan demikian tidak berlebihan kiranya  Syekh Abdul Wahab Rokan, sebagai seorang sufi anak jati Rokan Hulu menginspirasi lahirnya julukan Kabupaten Rokan Hulu Negeri Seribu Suluk karena Syekh Abdul Wahab Rokan merupakan tokoh dan pengembang tarekat suluk lebih dari 1,5 abad yang lalu.

Artinya Rokan Hulu telah menjadi tempat lahir dan pengembangan suluk di Nusantara melalui Syekh Abdul Wahab Rokan. Menyadari akan hal tersebut, beberapa tahun terakhir Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rohul, telah mulai memperhatikan lokasi tempat kelahiran, sekaligus belajar dan pengembangan Tarekat Suluk di Desa RBS.

Antara lain mensertifikatkan tanah hibah seluas 6,8 hektare, yang di dalam lokasi tersebut berada makam guru tempat belajar Syekh Abdul Wahab Rokan, yaitu Habib dari Aceh yang ditandai dengan pohon besar (pohon gaharu) setinggi 25- 30 meter dengan diameter 50-70 sentimeter,  Abdul Halim Tambusai buyut dari Syekh Abdul Wahab Rokan, serta makan 7 tingkat, keluarga raja pada waktu Sultan Zainal Abidinsyah (Raja ke-16 Kerajaan Tambusai) yang pernah menjadikan pusat kerajaan di Rantau Binuang Sakti di akhir abad 18, serta makam-makam lainnya.

Masih di lokasi tanah 6,8 hektare tersebut yang menurut masyarakat terhindar dari banjir biasa sampai sekarang masih terlihat tanda-tanda lokasi ini telah dihuni berabad yang lalu, seperti, masih terpelihara pohon kayu yang tinggi dan besar, tempat wudu Syekh Abdul Wahab Rokan berupa batu bulat, tempat halwat, benteng pertahanan serta batu pilar peninggalan zaman Belanda.

Selain telah mensertifikatkan tanah lokasi, Pemkab Rohul juga telah membangun Visitor Center dan Gerbang Visitor Center yang anggarannya berasal dari APBN. Sementara telah di bangun Surau Suluk 2 (dua) lantai yang sekarang baru selesai 1 (satu) lantai yang refresentatif bersumber dari dana APBD Rohul.

Hal lain yang sudah lama direncanakan, namun baru dapat diwujudkan  walaupun belum selesai adalah duplikat Makam Syekh Abdul Wahab Rokan yang dibuat pada tahun 2019 yang lalu, atas izin dari Tuan Guru Babussalam, Langkat, Sumatera Utara, Syekh H Irfansyah Al Rokany, sekarang Khalifah DR Zikmal Fuad MA kepada Kholifah Mustafa, Guru Suluk sekaligus Ketua Pengurus Surau Suluk Syekh Abdul Wahab Rokan di Desa Rantau Binuang Sakti.

Keseriusan Pemkab Rohul Hulu semakin terang dengan pernyataan Bupati Rohul H Sukiman pada milad Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan ke-210 atau ketuga kali peringatannya. Bahwa Syekh Abdul Wahab Rokan merupakan seorang tokoh ulama besar mengembangkan ilmu fiqih dan sufi yang sangat berjasa dan pantas kita  hormati.

Di samping jasanya, juga dapat dijadikan sebagai motivasi saat ini dan masa yang akan datang. Dalam pengembangan Suluk, sejalan dengan julukan Kabupaten, "Negeri Seribu Suluk", cikal bakal pengembangan Suluk lebih seabad yang lalu.

Bahkan Sukiman menyatakan komitmennya selaku kepala daerah untuk menuntaskan lanjuan pembangunan surau suluk yang refresentatif di tanah kelahiran Syekh Abdul Wahab Rohul di Desa Rantau Binuang Sakti, Kecamatan Kepenuhan itu.

"Selama saya masih menjabat, jika Allah mengizinkan kita semua sehat dan diberi umur panjang, dan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah, maka akan kita bangun secara bertahap dan berkelanjutan sampai tempat ini refresentatif dan layak sebagai pusat pengembangan Suluk di Kabupaten Rokan Hulu, bahkan se-Asia Tenggara," ujar Bupati Rohul dua periode itu.(adv)

NARASI: ENGKI PRIMA PUTRA

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari