JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Situasi pandemi Covid-19 yang terkendali turut membawa optimisme pada kinerja pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Menkeu Sri Mulyani Indrawati bahkan memproyeksi pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini bisa tumbuh 4 persen.
"Outlook perekonomian kuartal III lebih baik di angka 4,5 persen dan di kuartal IV ini naik ke 5,4 persen. Jadi proyeksi keseluruhan tahun ini 4 persen," ujarnya pada konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), kemarin (27/10).
Keyakinan Ani (sapaan akrab Menkeu) itu turut turut mematahkan prediksi yang dibuat dua lembaga internasional yakni OECD dan IMF. OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya tumbuh 3,7 persen dan pada tahun 2020 naik menjadi 4,9 persen. Sedangkan IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2021 hanya 3,2 persen dan di tahun 2022 menjadi 5,9 persen. Ani bahkan meyebut proyeksi dua lembaga itu terlampau kecil. Sebab, Indonesia terbilang sanggup melewati masa kritis saat varian delta muncul.
"Menurut kami terlalu rendah. Karena kami melihat pada kuartal III 2021 walaupun kita terhantam oleh varian delta, dan ternyata dengan langkah pemerintah bisa mengendalikan dengan cukup cepat dan efektif," jelas mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo meyakini kondisi ekonomi yang terus membaik akan berdampak pada nilai tukar rupiah. "Sekarang alhamdulillah nilai tukar rupiah cenderung menguat dan akan terus menguat, karena fundamental kita, defisit transaksi berjalan sangat rendah," jelasnya.
Perry memastikan, BI melanjutkan kebijakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar, BI telah menyiapkan sejumlah amunisi. Mulai dari intervensi langsung di pasar spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), hingga pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Dia melanjutkan, bank sentral akan mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran. Sehingga menjaga stabilitas makroekonomi, sistem keuangan, serta mendukung pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut.
BI juga mempertahankan kebijakan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) tetap rendah. Yakni, di level 3,5 persen. Keputusan tersebut sejalan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan. Mengingat, ketidakpastian pasar keuangan global di tengah prakiraan inflasi yang rendah.
Bank sentral masih membeli surat berharga negara (SBN) di pasar perdana. Hingga 15 Oktober 2021, pembelian SBN di pasar perdana sebesar Rp 142,74 triliun. Rinciannya, Rp 67,28 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp 75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO). "Langkah ini sebagai bagian dari sinergi kebijakan BI dan pemerintah untuk pendanaan APBN 2021," jelas Perry.
Lulusan Iowa State University itu menyebut, pelonggaran uang muka atau down payment 0 persen kredit/pembiayaan kendaraan bermotor untuk semua jenis kendaraan bermotor baru akan diperpanjang hingga akhir 2023. Namun, dengan melihat pergerakan situasi ekonomi domestik maupun global. Dia berharap, insentif itu dapat merangsang pertumbuhan ekonomi untuk bisa tumbuh lebih kuat dan lebih tinggi.
"Sesuai dengan kebutuhan untuk memastikan kredit pembiayaan dari sektor keuangan dan dunia usaha terus bisa mendukung pemulihan ekonomi," terang Perry.
Selain itu, BI juga memperpanjang pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit properti menjadi paling tinggi 100 persen untuk bank yang memenuhi NPL/NPF tertentu. Sehingga masyarakat masih bisa menikmati insentif kredit pembelian rumah maupun pembelian kendaraan bermotor dengan DP 0 persen hingga akhir 31 Desember 2021.
Sementara itu Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan dukungan pencanangan Oktober sebagai bulannya ekonomi dan keuangan Syariah di Indonesia. Upaya ini penting sebagai gerakan untuk menggaungkan ekonomi dan keungan Syariah di Indonesia. "Supaya lebih terdengar dan menggelorakan semangatnya," katanya saat meresmikan I ndonesia Sharia Economic Festival (ISEF) ke-8 di Jakarta, kemarin (27/10).
Ma’ruf mengatakan Indonesia mempunya peluang untuk menjadi bangsa yang lebih besar lagi melalui ekonomi dan keuangan Syariah. Dia menjelaskan dalam tataran global, sektor keuangan Syariah mengalami pertumbuhan lebih cepat dan melampaui keuangan konvensional. Di antaranya dipicu dengan populasi umat Islam di dunia.
Dia menyebutkan data dari State of Global Islamic Economy Report (SGIE) Dinar Standard menyebutkan pada 2018 jumlah masyarakat muslim dunia mencapai 1,9 miliar orang. Dengan total spending untuk produk halal mencapai 2,02 triliun dolar AS. Angka ini diperkirakan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah populasi umat Islam di dunia. "Diperkirakan mencapai 2,4 triliun dolar AS pada 2024," tuturnya.
Ma’ruf menegaskan potensi dalam sektor ekonomi dan keuangan Islam itu harus dimanfaatkan. Indonesia harus mengambil peran penting. Diantaranya adalah menjadi produsen produk halal dunia. Caranya dengan peningkatn ekspor produk halal untuk memenuhi permintaan d unia.
Indikator ekonomi dan keuangan Syariah Indonesia di tatarn global saat ini cukup baik. Diantaranya merujuk data SGIE Report 2020/2021, indiaktor ekonomi Syariah Indonesia terus membaik. Pada periode 2020 Indonesia berhasil bertengger di urutan keempat. Indonesia berada di bawah Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Dia juga mengatakan pandemi Covid-19 yang mendera Indonesia tidak boleh menyurutkan semangat dan optimisme bangs Indonesia. Ma’ruf mengatakan semua pihak harus terus mengembangkan ekonomi dn keuangan Syariah untuk memajukan kesejahteraan bersama. "Serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," katanya.(dee/han/wan/jpg)