JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Makin menurunnya kasus Covid-19 di Tanah Air membuat pemerintah memberikan kelonggaran baru. Acara-acara massal seperti konser dan pesta pernikahan kini diizinkan. Namun, sebagian epidemiolog menilai keputusan itu terlalu terburu-buru.
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengungkapkan, masih terlalu cepat bagi Indonesia memperlonggar aktivitas masyarakat berskala besar.
"Memang kalau pertandingan olahraga bisa tanpa penonton. Tapi, kalau musik, apa bisa tanpa penonton. Apalagi kalau kita bicara penontonnya dari berbagai daerah," jelas Dicky kepada Jawa Pos (JPG), kemarin (27/9).
Memang, kata Dicky, saat ini situasi sudah membaik. Namun, ada baiknya pemerintah mengambil langkah hati-hati dengan mematangkan semua hal. "Timbulnya beberapa klaster sekolah itu membuktikan bahwa ini (penularan, red) masih serius," katanya. Menurut dia, pemerintah seharusnya menunggu setidaknya sebulan lagi untuk melonggarkan aktivitas berskala massal. Dalam kurun waktu tersebut, pemerintah bisa melakukan penguatan-penguatan kapasitas pengendalian pandemi yang terangkum dalam testing, tracing, dan treatment (3T).
Dicky mencontohkan Norwegia yang baru saja menyatakan turun ke level 1. Dia menyebutkan, sebelum menurunkan status dari level 2 ke level 1, Norwegia menunggu selama kurang lebih enam bulan. Norwegia memilih menahan diri dulu, memastikan semuanya siap, kemudian baru minggu lalu turun ke level 1 mendekati normal.
"Memang kelihatannya sudah sangat longgar. Lepas semuanya. Tapi, sudah kuat basic-nya, 3T-nya sudah kuat. Meskipun, angka reproduksi dan tes positivity rate-nya malah lebih tinggi dari kita (Indonesia, red)," jelasnya.
Dicky mengingatkan, Indonesia jangan sampai mengulang kesalahan lama. Yakni, saat kondisi sedikit membaik, disusul pelonggaran yang banyak. "Ini nanti merugikan kita. Lebih baik mengalah sebulan, misalnya. Sebulan itu diperkuat 3T kita," katanya.
Indonesia memang terus mengalami perbaikan indikator epidemiologis. Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memaparkan bahwa per 26 September 2021, kasus konfirmasi nasional turun 96,6 persen dari kondisi puncak pada 15 Juli 2021.
Kemudian, kasus aktif per 26 September 2021 lebih rendah daripada awal September lalu. Saat ini kasus aktif nasional telah menyentuh angka 40 ribuan. Jumlah itu juga telah mengalami penurunan sebanyak 92,6 persen dari puncaknya pada 24 Juli 2021. "Kita tidak boleh berpuas diri, tapi justru bertambah hati-hati. Teman-teman Polri dan TNI sudah bekerja dengan luar biasa. Begitu juga dengan dinas kesehatan, saya kira mereka sudah bekerja bahu-membahu," jelas Luhut kemarin.
Dari pencapaian itu, kata Luhut, kuncinya adalah pengecekan time-to-time dan pemeriksaan detail ke bawah. "Jadi tidak bisa seperti fire and forget, kita harus turun melihat pelaksanaannya," ungkapnya.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan akan mengizinkan kegiatan besar selama memenuhi pedoman dan protokol kesehatan. Kebijakan itu diambil untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, khususnya di sektor pariwisata.
Menteri Kominfo Johnny G. Plate mengungkapkan, pemerintah telah mempertimbangkan perlunya mewadahi aktivitas masyarakat agar tetap produktif, tapi juga aman dari Covid-19. "Pemerintah kini dapat memberikan izin untuk mengadakan perhelatan dan pertemuan berskala besar yang melibatkan banyak orang," katanya pada 25 September lalu.
Upaya pemulihan sektor pariwisata diharapkan menjadi mesin penggerak kegiatan ekonomi dan memberikan dampak turunan positif pada sektor lain. Kegiatan berskala besar yang dimaksud adalah kegiatan yang melibatkan partisipan atau undangan dalam jumlah besar dan dari berbagai tempat. Misalnya, konferensi, pameran dagang, acara olahraga, festival konser, pesta, maupun acara pernikahan besar.
Kemudian, kompetisi sepak bola Liga 1 dan Liga 2 serta Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua pada tahun ini menjadi contoh kegiatan berskala besar yang sedang dijalankan. "Tentu saja penyelenggaraan dua acara besar tersebut telah melalui diskusi berbagai pihak guna menekan risiko penularan virus," ujar Johnny.
Satgas Covid-19 juga telah menyusun Buku Rekomendasi Protokol Kesehatan Pencegahan Penularan Covid-19 dalam Penyelenggaraan PON XX Papua. Jika PON berhasil, Johnny mengatakan bahwa Indonesia akan punya pedoman dan pengalaman mengadakan kegiatan berskala besar pada masa pandemi.
Izin penyelenggaraan pertemuan atau kegiatan besar dapat diberikan selama kasus Covid-19 terkendali. Selain itu, penyelenggaraannya harus didukung kesiapan yang matang serta komitmen penyelenggara. Dalam buku pedoman penyelenggaraan kegiatan besar era pandemi Covid-19, terdapat enam faktor risiko penularan yang harus dihindari. Di antaranya, kondisi kasus Covid-19 di daerah tempat kegiatan berlangsung, potensi penularan selama kegiatan di tempat umum akibat jarak antarpartisipan, dan buruknya sirkulasi udara.
Lalu, faktor-faktor yang membuat risiko penularan menjadi lebih tinggi. Meliputi durasi kegiatan yang panjang, tata kelola kegiatan dalam ruangan dengan sirkulasi udara buruk, dan besarnya jumlah partisipan. Partisipan yang belum menerima vaksin secara penuh dan tidak menjalankan protokol kesehatan secara disiplin juga dapat meningkatkan peluang penularan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono berharap wacana pemerintah memperbolehkan konser dan acara pernikahan dapat menggerakkan ekonomi. Sebab, dua kegiatan yang berskala massal itu bisa menciptakan demand (permintaan). Perhotelan dan restoran tentu akan merasakan dampak positif. "Tapi, harus tetap disiplin protokol kesehatan yang ketat," ucapnya saat dihubungi tadi malam.
Menurut dia, demand adalah faktor utama untuk menggairahkan industri hotel dan restoran. Ketika permintaan meningkat, tamu pasti datang. Itu yang akan memperbaiki keadaan. Iwan mengungkapkan, sejumlah pelonggaran PPKM belum signifikan mendorong tingkat okupansi hotel meski sudah ada perbaikan. Apalagi, kebanyakan tamu hotel di Jakarta berasal dari luar kota. Padahal, tingkat vaksinasi di daerah tidak setinggi seperti di Jakarta.
Dampak pelanggaran mobilitas masyarakat paling terasa bagi restoran. Masyarakat sudah bisa masuk mal. Jam buka dan kapasitas restoran juga dilonggarkan. Tentu rencana pemerintah memperbolehkan konser dan acara pernikahan memberikan harapan baru. "Mudah-mudahan bisa menaikkan sekitar 5 sampai 10 persen okupansi hotel maupun pendapatan restoran," harapnya. Saat ini okupansi hotel di Jakarta berkisar 10–15 persen. Hanya sedikit yang mencapai 30 persen.(tau/han/c7/oni/jpg)