Kamis, 19 September 2024

Setiap Hari Bakal Tes 30 Ribu Siswa dan Guru

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas bakal dilanjutkan. Beberapa daerah sudah melakukan survei. Hasilnya, dampak PTM terbatas terhadap penambahan kasus Covid-19 dinilai kecil. Menteri Kese­hatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, daerah sudah melakukan deteksi khusus aktivitas pembelajaran. Dia membantah ada banyak muncul klaster dari PTM terbatas.

"Sesudah tatap muka (PTM, red) kami melakukan sampling," kata Budi saat konferensi pers hasil rapat terbatas (ratas) PPKM, kemarin (27/9).

Dia mencontohkan DKI Jakarta. Sampelnya diambil di kecamatan yang merah dan kuning atau kecamatan dengan jumlah kasus tinggi. Dari 22 sekolah yang diambil sampelnya, kata Budi, angka positif Covid-19 tidak banyak. Menurut dia, jika ada satu atau dua orang di sekolah yang saat pengambilan sampel dinyatakan positif, belum disebut klaster. Dari 22 sekolah, hanya empat sekolah yang kasusnya lebih dari lima.

“Klaster itu didefinisikan persebaran (Covid-19) di sekolah," kata Budi.

- Advertisement -

Dengan hasil sampling tersebut, Budi menyarankan untuk terus melanjutkan PTM terbatas. Sebab, seluruh pihak harus belajar hidup berdampingan dengan Covid-19. Tidak terkecuali dunia pendidikan. Budi lantas membeberkan strategi pemerintah dalam penanganan Covid-19. Pekan ini kasus penularan dianggap rendah sehingga pemerintah akan melakukan active case finding atau aktif mencari kasus. Caranya, ambil 10 persen sekolah di tiap kabupaten/kota untuk sampel. Lalu, dibagi lagi per kecamatan. "Epidemiolog bilang penularan tidak antarkota. Penularan per kecamatan," ucapnya.

Baca Juga:  DPRD Minta Koperasi BUTU Lengkapi Semua Data

Dari masing-masing sekolah akan diambil 30 siswa dan 30 pengajar. Pemerintah telah menghitung biayanya. Ada 52.075 sekolah, 68.593.640 siswa, dan 5.237.573 pendidik dari Kemendikbud dan Kemenag. Per hari akan dites 30.000. Biaya tes per bulan mencapai Rp154,6 miliar dengan asumsi biaya tes 30 persen dari harga tes individual.

- Advertisement -

"Nanti kita akan lihat sekolah yang ada kasus positivity rate di bawah 1 persen akan dicari kontak eratnya," jelasnya.

Lalu, mereka yang positif Covid-19 akan diisolasi. Dan sekolah tetap berjalan. Apabila positivity rate-nya 1-5 persen, kelompok belajar akan dites, lalu dikarantina. Jika lebih dari 5 persen, akan dilakukan pengetesan seluruh warga sekolah dan sekolah akan kembali daring selama 14 hari.

"Kami pastikan tes ini terkecil dan jika ada outbreak akan dikunci satu sekolah saja," imbuh Budi.

Skema tersebut, lanjut Budi, bisa di terapkan pada banyak aspek. Misalnya, pariwisata dan perdagangan. Dia berharap, dengan strategi yang proaktif itu pandemi Covid-19 akan terkendali.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim meluruskan sejumlah informasi yang dianggap miskonsepsi soal klaster sekolah. Angka 2,8 persen atau 1.299 satuan pendidikan yang melaporkan warga sekolahnya positif Covid-19 merupakan angka kumulatif sejak awal pandemi. Sekolah-sekolah itu pun belum tentu melaksanakan PTM saat kasus terjadi.

Baca Juga:  Di Bengkalis, Polisi Tangkap Penjual BBM Subsidi ke Industri, Begini Modusnya

"Jadi bukan satu bulan saat PTM terjadi," ujarnya.

Dia melanjutkan, mengenai 15 ribu murid dan 7 ribu guru yang terpapar Covid-19 merupakan data mentah. Bahkan, data tersebut banyak errornya. Pasalnya, ada sejumlah sekolah yang melaporkan jumlah kasus positif Covid-19 pada siswa, namun angkanya terlalu besar sehingga melampaui jumlah siswa di sekolah tersebut. "Jadi sekali lagi, berfokus pada data yang ada, terutama data dari Kemenkes," tegasnya.

Nadiem menyatakan, pihaknya akan berkolaborasi dengan Kemenkes terkait penyelenggaraan PTM. Pertama, mengenai random testing di sekolah. Jika positivity rate di wilayah tersebut sudah melebihi ketentuan WHO, yakni di atas 5 persen, sekolah akan ditutup. "Kedua, soal integrasi PeduliLindungi yang akan digunakan," katanya.

Dia mengaku khawatir soal jumlah sekolah yang melaksanakan PTM. Sebab, dari seluruh sekolah yang sudah boleh PTM, baru 40 persen yang sudah membuka sekolah kembali. Sisanya masih memilih pembelajaran jarak jauh (PJJ) penuh. Padahal, ada ancaman learning loss yang fatal bagi para siswa. Terlebih, untuk anak-anak di jenjang PAUD dan SD yang bakal paling terdampak bila PJJ berkepanjangan.(lyn/mia/fal/jpg)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas bakal dilanjutkan. Beberapa daerah sudah melakukan survei. Hasilnya, dampak PTM terbatas terhadap penambahan kasus Covid-19 dinilai kecil. Menteri Kese­hatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, daerah sudah melakukan deteksi khusus aktivitas pembelajaran. Dia membantah ada banyak muncul klaster dari PTM terbatas.

"Sesudah tatap muka (PTM, red) kami melakukan sampling," kata Budi saat konferensi pers hasil rapat terbatas (ratas) PPKM, kemarin (27/9).

Dia mencontohkan DKI Jakarta. Sampelnya diambil di kecamatan yang merah dan kuning atau kecamatan dengan jumlah kasus tinggi. Dari 22 sekolah yang diambil sampelnya, kata Budi, angka positif Covid-19 tidak banyak. Menurut dia, jika ada satu atau dua orang di sekolah yang saat pengambilan sampel dinyatakan positif, belum disebut klaster. Dari 22 sekolah, hanya empat sekolah yang kasusnya lebih dari lima.

“Klaster itu didefinisikan persebaran (Covid-19) di sekolah," kata Budi.

Dengan hasil sampling tersebut, Budi menyarankan untuk terus melanjutkan PTM terbatas. Sebab, seluruh pihak harus belajar hidup berdampingan dengan Covid-19. Tidak terkecuali dunia pendidikan. Budi lantas membeberkan strategi pemerintah dalam penanganan Covid-19. Pekan ini kasus penularan dianggap rendah sehingga pemerintah akan melakukan active case finding atau aktif mencari kasus. Caranya, ambil 10 persen sekolah di tiap kabupaten/kota untuk sampel. Lalu, dibagi lagi per kecamatan. "Epidemiolog bilang penularan tidak antarkota. Penularan per kecamatan," ucapnya.

Baca Juga:  Pemda Kembali Laksanakan Salat Istisqa

Dari masing-masing sekolah akan diambil 30 siswa dan 30 pengajar. Pemerintah telah menghitung biayanya. Ada 52.075 sekolah, 68.593.640 siswa, dan 5.237.573 pendidik dari Kemendikbud dan Kemenag. Per hari akan dites 30.000. Biaya tes per bulan mencapai Rp154,6 miliar dengan asumsi biaya tes 30 persen dari harga tes individual.

"Nanti kita akan lihat sekolah yang ada kasus positivity rate di bawah 1 persen akan dicari kontak eratnya," jelasnya.

Lalu, mereka yang positif Covid-19 akan diisolasi. Dan sekolah tetap berjalan. Apabila positivity rate-nya 1-5 persen, kelompok belajar akan dites, lalu dikarantina. Jika lebih dari 5 persen, akan dilakukan pengetesan seluruh warga sekolah dan sekolah akan kembali daring selama 14 hari.

"Kami pastikan tes ini terkecil dan jika ada outbreak akan dikunci satu sekolah saja," imbuh Budi.

Skema tersebut, lanjut Budi, bisa di terapkan pada banyak aspek. Misalnya, pariwisata dan perdagangan. Dia berharap, dengan strategi yang proaktif itu pandemi Covid-19 akan terkendali.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim meluruskan sejumlah informasi yang dianggap miskonsepsi soal klaster sekolah. Angka 2,8 persen atau 1.299 satuan pendidikan yang melaporkan warga sekolahnya positif Covid-19 merupakan angka kumulatif sejak awal pandemi. Sekolah-sekolah itu pun belum tentu melaksanakan PTM saat kasus terjadi.

Baca Juga:  Turki Putuskan Hagia Sophia Jadi Masjid

"Jadi bukan satu bulan saat PTM terjadi," ujarnya.

Dia melanjutkan, mengenai 15 ribu murid dan 7 ribu guru yang terpapar Covid-19 merupakan data mentah. Bahkan, data tersebut banyak errornya. Pasalnya, ada sejumlah sekolah yang melaporkan jumlah kasus positif Covid-19 pada siswa, namun angkanya terlalu besar sehingga melampaui jumlah siswa di sekolah tersebut. "Jadi sekali lagi, berfokus pada data yang ada, terutama data dari Kemenkes," tegasnya.

Nadiem menyatakan, pihaknya akan berkolaborasi dengan Kemenkes terkait penyelenggaraan PTM. Pertama, mengenai random testing di sekolah. Jika positivity rate di wilayah tersebut sudah melebihi ketentuan WHO, yakni di atas 5 persen, sekolah akan ditutup. "Kedua, soal integrasi PeduliLindungi yang akan digunakan," katanya.

Dia mengaku khawatir soal jumlah sekolah yang melaksanakan PTM. Sebab, dari seluruh sekolah yang sudah boleh PTM, baru 40 persen yang sudah membuka sekolah kembali. Sisanya masih memilih pembelajaran jarak jauh (PJJ) penuh. Padahal, ada ancaman learning loss yang fatal bagi para siswa. Terlebih, untuk anak-anak di jenjang PAUD dan SD yang bakal paling terdampak bila PJJ berkepanjangan.(lyn/mia/fal/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari