Sabtu, 9 November 2024

Johanis Tanak Ingin Ubah Mekanisme OTT KPK

- Advertisement -

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung, Johanis Tanak saat melakukan wawancara dan uji publik Capim KPK berniat mengubah mekanisme operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Dia menilai, OTT KPK dapat menghalangi pembangunan.

Dalam pernyataannya, dia mencontohkan kasus proyek pembangunan Meikarta. Lantaran adanya kegiatan tangkap tangan proyek pembangunan menjadi terhalang. Padahal, banyak yang sudah menanamkan investasi besar dalam proyek tersebut.

- Advertisement -

“Sekiranya OTT yang dikatakan itu kegiatan terencana. OTT itu suatu tindak pidana yang seketika terjadi. Kalau ada penyadapan, harusnya disampaikan daripada ditangkap, disidik, dan diperiksa, sehingga menghabiskan uang negara” kata Tanak di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8).

Pejabat korps adhyaksa ini menjelaskan, menurut ilmu hukum, tangkap tangan adalah yang terjadi yang seketika dan tak ada rencana ditangkap. Sehingga, bila direncanakan untuk ditangkap bukan lagi tangkap tangan.

“Ini dua kata yang bertentangan. Satu bilang direncanakan, menurut ilmu hukum bukan direncanakan tapi seketika itu terjadi tindak pidana dilakukan seketika itu ditangkap. Menurut saya secara ilmu hukum itu keliru. Idealnya, kita harusnya pahami. Saya sangat antusias berantas korupsi, tapi cara-caranya ini kita harus ikuti aturan hukum yang ada dan prinsip hukum yang berlaku,” ucap Tanak.

- Advertisement -
Baca Juga:  Menuai Kontroversi, Terpilihnya Irjen Firli Bahuri Jadi Ketua KPK

Oleh karena itu, Tanak menginginkan pemberantasan tindak pidana korupsi dapat dilaksanakan dengan dua cara yakni pencegahan dan penindakan. Sehingga bila dalam melakukan penyadapan dan kemudian diketahui akan terjadi tindak pidana penyuapan dan korupsi ada baiknya yang bersangkutan dipanggil untuk dicegah.

“Ini kita cegah supaya uang negara tidak keluar. Kita panggil, bener tidak kamu melakukan ini? Oh iya benar. Kalau begitu kamu bikin pernyataan pada hari ini, tanggal segini bulan sekian tahun sekian bernama ini benar telah berpikir untuk melakukan tipikor dan telah diketahui oleh pihak yang berwenang,” ujarnya.

Pelaku juga harus menuliskan surat pernyataan bersedia dituntut dan dihukum dengan hukuman terberat tentang tindak pidana korupsi bila kembali mengulang perbuatan tersebut. “Dan pernyataan itu dia pegang disampaikan kepada seluruh lembaga penegak hukum termasuk MA. Karena ketika dia lakukan itu maka MA akan melihat dan kita akan serahkan” terangnya.

Baca Juga:  Diupah Rp5 Ribu Setiap Butir Ekstasi

Tanak menyampaikan, jika dia terpilih menjadi Komisioner KPK, hal tersebut akan ia sampaikan sebagai saran dan ide pencegahan tersebut. “Saya akan beri masukan ke teman-teman. Pimpinan KPK bukan hanya saya, ada lima. Tentunya kolektif kolegial ini berlaku. Cuma kita kan harus memberikan pemahaman yang baik,” pungkasnya.

Untuk diketahui, tujuh peserta Capim KPK yang akan menjalani uji publik hari ini berasal dari latar belakang dan profesi berbeda. Mulai dari pengacara, jaksa, hakim, hingga dosen. Mereka diantaranya yakni, Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung, Johanis Tanak; advokat yang juga mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Lili Pintauli Siregar.

Selain itu, ada akademisi Luthfi Jayadi Kurniawan; Mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung yang saat ini sudah pensiun, M Jasman Panjaitan, hakim Pengadilan Tinggi Bali, Nawawi Pomolango; dosen Neneng Euis Fatimah dan dekan Fakultas Hukum Universitas Jember Nurul Ghufron.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Deslina

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung, Johanis Tanak saat melakukan wawancara dan uji publik Capim KPK berniat mengubah mekanisme operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Dia menilai, OTT KPK dapat menghalangi pembangunan.

Dalam pernyataannya, dia mencontohkan kasus proyek pembangunan Meikarta. Lantaran adanya kegiatan tangkap tangan proyek pembangunan menjadi terhalang. Padahal, banyak yang sudah menanamkan investasi besar dalam proyek tersebut.

“Sekiranya OTT yang dikatakan itu kegiatan terencana. OTT itu suatu tindak pidana yang seketika terjadi. Kalau ada penyadapan, harusnya disampaikan daripada ditangkap, disidik, dan diperiksa, sehingga menghabiskan uang negara” kata Tanak di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8).

- Advertisement -

Pejabat korps adhyaksa ini menjelaskan, menurut ilmu hukum, tangkap tangan adalah yang terjadi yang seketika dan tak ada rencana ditangkap. Sehingga, bila direncanakan untuk ditangkap bukan lagi tangkap tangan.

“Ini dua kata yang bertentangan. Satu bilang direncanakan, menurut ilmu hukum bukan direncanakan tapi seketika itu terjadi tindak pidana dilakukan seketika itu ditangkap. Menurut saya secara ilmu hukum itu keliru. Idealnya, kita harusnya pahami. Saya sangat antusias berantas korupsi, tapi cara-caranya ini kita harus ikuti aturan hukum yang ada dan prinsip hukum yang berlaku,” ucap Tanak.

Baca Juga:  Menuai Kontroversi, Terpilihnya Irjen Firli Bahuri Jadi Ketua KPK

Oleh karena itu, Tanak menginginkan pemberantasan tindak pidana korupsi dapat dilaksanakan dengan dua cara yakni pencegahan dan penindakan. Sehingga bila dalam melakukan penyadapan dan kemudian diketahui akan terjadi tindak pidana penyuapan dan korupsi ada baiknya yang bersangkutan dipanggil untuk dicegah.

“Ini kita cegah supaya uang negara tidak keluar. Kita panggil, bener tidak kamu melakukan ini? Oh iya benar. Kalau begitu kamu bikin pernyataan pada hari ini, tanggal segini bulan sekian tahun sekian bernama ini benar telah berpikir untuk melakukan tipikor dan telah diketahui oleh pihak yang berwenang,” ujarnya.

Pelaku juga harus menuliskan surat pernyataan bersedia dituntut dan dihukum dengan hukuman terberat tentang tindak pidana korupsi bila kembali mengulang perbuatan tersebut. “Dan pernyataan itu dia pegang disampaikan kepada seluruh lembaga penegak hukum termasuk MA. Karena ketika dia lakukan itu maka MA akan melihat dan kita akan serahkan” terangnya.

Baca Juga:  Pemkab Jalin MoU dengan UIN Suska Riau

Tanak menyampaikan, jika dia terpilih menjadi Komisioner KPK, hal tersebut akan ia sampaikan sebagai saran dan ide pencegahan tersebut. “Saya akan beri masukan ke teman-teman. Pimpinan KPK bukan hanya saya, ada lima. Tentunya kolektif kolegial ini berlaku. Cuma kita kan harus memberikan pemahaman yang baik,” pungkasnya.

Untuk diketahui, tujuh peserta Capim KPK yang akan menjalani uji publik hari ini berasal dari latar belakang dan profesi berbeda. Mulai dari pengacara, jaksa, hakim, hingga dosen. Mereka diantaranya yakni, Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung, Johanis Tanak; advokat yang juga mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Lili Pintauli Siregar.

Selain itu, ada akademisi Luthfi Jayadi Kurniawan; Mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung yang saat ini sudah pensiun, M Jasman Panjaitan, hakim Pengadilan Tinggi Bali, Nawawi Pomolango; dosen Neneng Euis Fatimah dan dekan Fakultas Hukum Universitas Jember Nurul Ghufron.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Deslina

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari