JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur (Kaltim) secara teknis diprediksi akan berlangsung pada 2024. Namun gegap gempita perpindahan itu sudah terasa sejak Senin (26/8), setelah Presiden Jokowi mengumumkan secara resmi.
Perpindahan ibu kota itu tentu saja Jakarta akan kehilangan label daerah khusus ibu kota (DKI)-nya. Untuk itu, perlu ada upaya dari pemerintah agar Jakarta tidak meredup setelah ibu kota pindah ke Kaltim.
Anggota Komisi II DPR Achmad Baidowi mengatakan, pemindahan ibu kota sekaligus menghentikan polemik dan perdebatan selama ini. Selanjutnya pemerintah harus bisa meniru pola negara-negara lain ketika melakukan pemindahan ibu kota.
"Seperti Brasil, Australia, India, Myanmar, bahkan Turki," ujar Baidowi kepada wartawan, Selasa (27/8).
Selanjutnya, kata Wasekjen PPP itu, yang harus dipikirkan adalah mengenai tata ruang, serta pengendalian kepadatan penduduk. Menurutnya, di Kalimantan Timur jangan sampai seperti DKI Jakata yang banyak masalah seperti, banjir, polusi. Pemerintah perlu menyiapkan kajian-kajian tersebut dengan matang.
"Kota baru jangan sampai mengulang persoalan serupa yang melanda Jakarta seperti; macet, banjir, polusi, kepadatan. Karena tipikal masyarakat Indonesia biasanya mendekat kepada pusat aktivitas pemerintahan. Untuk itu, harus betul-betul ada pengendalian terhadap kawasan tersebut," kata mantan wartawan ini.
Aspek lain yang harus dipikirkan kemudian hari yakni penanganan Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota. Menjadikan pusat kota bisnis dan perdagangan harus jelas konsepnya. Jangan sampai nanti aktivitas bisnis dan perdagangan ikut mendekat ke kawasan ibu kota baru. "Nantinya malah Jakarta menjadi kota yang meredup," ungkapnya.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi