(RIAUPOS.CO) – Dunia pecinta kucing tak melulu soal jenis apa yang paling cantik. Kucing juga kerap menjadi korban kekerasan ulah tangan manusia. Dari sini, ada kisah para cat rescuer. Tanpa pamrih mereka hanya memiliki tujuan menyelamatkan (rescue), merawat (rehab) dan mencarikan rumah baru (rehome) bagi kucing yang diselamatkan. Pasalnya, kucing juga ciptaan Tuhan yang harus diberi kasih sayang.
Rumah Kucing Pekanbaru merupakan satu dari beberapa kelompok penyelamat kucing di Pekanbaru. Berdiri sejak 2016 lalu, kelompok ini sekarang sudah memiliki badan hukum sendiri berbentuk yayasan. Cikal bakal berdirinya Rumah Kucing Pekanbaru pun terbilang unik.
Salah satu pendirinya Adriati, berkisah, aktifnya dia menjadi cat rescuer berawal dari ketidaksengajaan. Tahun 2016 itu di rumahnya di Jalan Fajar, datanglah seekor anak kucing dalam kondisi yang mengenaskan.
‘‘Wajahnya hancur. Babak belur,’’ kata Aad, begitu dia akrab disapa.
Kala itu, Aad sama sekali bukanlah seorang pecinta kucing. Jangankan merawat kucing yang sakit, pengetahuannya dalam memelihara kucing belum ada saat anak kucing yang sekarat itu datang ke rumahnya.
‘‘Saya dulu tidak mengerti. Saya selalu menganggap kucing itu dibiarkan hidup, ya hidup dia. Saya awalnya juga bukan penghobi kucing,’’ ujarnya.
Atas dasar kemanusiaan dan rasa iba, Aad kemudian membawa anak kucing yang dalam kondisi luka berat itu ke dokter hewan. Dokter yang ditemuinya ini setelah melakukan pertolongan pertama memperkirakan bahwa si anak kucing itu wajahnya hancur karena dipukul orang.
‘‘Dipukul pakai kayu balok. Karena itu saya beri nama Balak,’’ kenangnya.
Dari sinilah, Aad kemudian mencari informasi ke sana-sini bagaimana merawat kucing yang sakit. Akal pun diputar, dijalinlah komunikasi dengan komunitas pecinta kucing. Dari komunitas, dia diarahkan ke dokter hewan (drh) Agus Shafiq Ryadi, dokter hewan yang di kemudian hari jadi mitra Yayasan Rumah Kucing Pekanbaru merawat kucing telantar.
Pendiri Rumah Kucing Pekanbaru Adriati (kiri) mengelus kucing saat ditemui, Kamis (27/3/2021). Adriati dan rekannya begitu menikmati pekerjaan menyelamatkan kucing yang telantar. (DEFIZAL/RIAU POS)
Dari pertemuan dengan drh Agus pula, Aad tersadar ada beragam rupa kucing yang menjadi korban kekerasan manusia. Dari sana, dia meneguhkan diri menjadi penyelamat kucing. ‘‘Dari sana saya hijrah ke dunia rescue, kami fokus ke kucing teraniaya,’’ ucapnya.
Komunitas Rumah Kucing Pekanbaru terbentuk atas dasar inisiatif para cat lover Pekanbaru. Aad, awalnya mencari teman dengan minat yang sama dalam cat rescuer melalui media sosial Facebook dengan keyword cat lover Pekanbaru.
‘‘Awalnya cari informasi mengobati Balak,’’ ulasnya.
Balak sendiri di tangan Aad diobati hingga sembuh. Wajahnya yang hancur dijahit. Bahkan, Balak hidup hingga enam tahun menjadi peliharaan Aad hingga mati di awal tahun 2021 lalu.
Dalam dunia penyelamatan kucing, yang menjadi prioritas adalah kucing jalanan yang teraniaya, bukan kucing rumahan yang berpemilik.
‘‘Kucing dom, kucing kampung yang hidupnya di jalanan, luntang-lantung, jadi korban kekerasan dan kecelakaan, korban animal abuse, dan kejahatan manusia. Itu yang prioritas,’’ tegasnya.
Yayasan Rumah Kucing Pekanbaru adalah wadah tempat bernaungnya para rescuer kucing yang ada di Kota Pekanbaru.
‘‘Visi misi kami adalah rescue, merehab, mensterilkan dan me-rehome-kan kucing-kucing jalanan yang teraniaya. Saat ini kami sedang merawat 200 kucing jalanan yang teraniaya. Baik yang sakit oleh penyakit, ataupun sakit karena korban kekerasan manusia,’’ paparnya.
Karena mendasarkan kegiatan dari inisiatif dan dana pribadi, di Rumah Kucing Pekanbaru upaya penyelamatan akan diupayakan terlebih dahulu dengan pengobatan sendiri. Ini untuk menghemat biaya dokter dan rawat inap. Dan setelah pulih, kucing yang diselamatkan disterilkan atau dikebiri agar tidak berkembang biak dan overpopulasi. Pengebirian tetap bisa membuat kucing kawin dengan lawan jenis, hanya saja tak bisa berketurunan.
Pola awal penyelamatan kucing yang dilakukan Aad dan rekan-rekannya adalah mencarikan donasi bagi yang mau melakukan perawatan kucing. Dari sini, ditentukanlah shelter yang menjadi pusat penyelamatannya dengan lokasi pertama di Kecamatan Tampan. Ini kemudian dikembangkan lagi karena lokasi di Kecamatan Tampan itu dirasa jauh untuk diakses anggota yang lain. Diputuskanlah, rumah anggota yang menjadi shelter. Ada tujuh shelter setidaknya yang hingga saat ini masih aktif.
Pekan lalu, Riau Pos sempat mendatangi shelter yang berada di Jalan Duyung. Di sini shelter-nya adalah rumah Eva, salah atau anggota Rumah Kucing Pekanbaru. Rumah ini adalah satu dari dua petak rumah yang terletak di ujung perumahan. Ujung di sini memang secara harfiah rumah itu terletak di ujung jalan.
Di shelter ini, ada sekitar 30 kucing. Dengan nama masing-masing dan masa lalu sendiri-sendiri pula. Kucing-kucing ini pula nyaman berkeliaran di dalam rumah, hingga tidur di atas kasur. Pemilihan lokasi ini pun ada alasan tersendiri. Kepada Riau Pos Eva mengungkapkan, dia sebelumnya sempat mengontrak di Jalan Teropong selama sembilan bulan. Namun, tetangganya di sana komplain karena kucing Eva banyak. Si tetangga mengadukan pada pemilik kontrakan dan disuruhlah Eva pindah. Karena itu, sekarang dipilih lokasi yang tetangga tak keberatan dan pemilik rumah pun mengizinkan kucing dipelihara.
‘’Yang penting kucingnya nyaman. Bukan kita,’’ tuturnya sambil tersenyum.
Dari berjumlah tiga orang yakni Aad, Tari dan May, komunitas Rumah Kucing Pekanbaru kini sudah memiliki 40 orang anggota. Informasi seputar penyelamatan kucing saling dipertukarkan lewat grup WhatsApp. Sementara pertemuan digelar ketika ada kegiatan.
‘’Rumah Kucing Pekanbaru ini sudah jadi yayasan, aktanya ada. Kami saling tunjuk-menunjuk, ajar-mengajar. Akhirnya teman-teman di Pekanbaru kami rangkul. Sepemikiran tentang kesejahteraan kucing telantar,’’ urai perempuan yang sehari-hari aktif di bidang event organizer ini.
Cerita penyelamatan, maka tak lepas dari perawatan. Sehari di satu titik shelter saja Rumah Kucing Pekanbaru harus menyiapkan biaya Rp2 juta per bulan. Ini belum lagi biaya berobat per kasus. Dia mencontohkan Febri, seekor anak kucing yang matanya rusak. Untuk biaya pengobatannya saja menghabiskan dana Rp400 ribu.
Pengeluaran rutin dalam merawat kucing telantar ini setidaknya ada beberapa hal. Untuk makanan, disiapkan makanan kucing merek Jio yang murah dan terjangkau. Makanan ini disiapkan untuk terus ada. Lalu, pasir gumpal yang satu saknya seharga Rp100 ribu untuk keperluan lima hari. Di pasir ini kucing dilatih dan setiap harinya sebagai tempat buang kotoran. Sementara biaya ke dokter, rata-rata untuk rawat inap Rp100 ribu dan kontrol dokter sehari Rp70 ribu.
‘’Makanya sampai ada Rp20 juta. Itu lunas dibayarin donatur bertahap. Dari pemerintah kami pernah saat bantuan CSR. Itu dari Pertamina dan PLN,’’ ungkapnya.
Dari Pemerintah Kota Pekanbaru, kelompok ini di Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Tenayan Raya mendapat subsidi untuk biaya sterilisasi. Jika biaya steril di dokter komersil satu kucing betina Rp700 ribu dan jantan Rp500 ribu, di Puskeswan komunitas ini diberi kuota satu hari satu kucing untuk steril biayanya Rp220 ribu. Pada dinamika penyelamatan kucing, ada pula sebuah kasus penyelamatan yang membuat geleng kepala. Seekor kucing diikat dan dimasukkan dalam kardus oleh orang tak bertanggung jawab, lalu diletakkan di tengah jalan dengan tujuan agar ditabrak mobil. Kucing ini akhirnya memang tertabrak oleh mobil yang melintas. ‘’Ditemukan oleh kawan cat lover juga. Total biaya untuk dua bulan rawat inap Rp20 juta. Akhirnya mati juga,’’ kenangnya.
Untuk meringankan beban biaya berobat ini, Rumah Kucing Pekanbaru bekerja sama dengan klinik dokter hewan guna mendapatkan penangguhan pembayaran. Sambil di saat bersama dilakukan open donasi. Rumah Kucing Pekanbaru merawat kucing biasanya terlebih dahulu mendapatkan kabar dari sesama cat lover bahwa ada kucing yang sedang perlu ditangani.
‘’Misalnya ada yang ketemu dengan kucing dalam kondisi babak belur dan luka-luka, tidak tahu cara penanganannya. Maka kami akan tuntun,’’ sampainya.
Langkah penanganan bisa ke dokter atau jika tidak ada biaya akan dicarikan donasi. Hal yang digarisbawahi adalah, pelapor memiliki tanggung jawab yang sama dengan Rumah Kucing Pekanbaru untuk ikut merawat. Intinya melapor sama dengan harus merawat. Jadi mengedukasi cat lover juga, artinya sama-sama aktif dan bertanggung jawab. Jadi bukan hanya pelapor pasif,’’ urainya.
Dalam sehari, Rumah Kucing Pekanbaru mendapatkan setidaknya tiga laporan tentang kucing yang perlu diselamatkan. Ini dari kanal FB dan IG mereka. Bagi Aad, sebagai penggiat penyelamat kucing, dirinya memiliki harapan agar penegakan hukum terhadap penyiksaan hewan bisa dilakukan. Dia memberi contoh pada salah satu kucing yang diselamatkannya. Kucing ini diberi nama Belang.
Belang mengalami stroke akibat ditembak menggunakan senapan angin di kepalanya. Belang sempat koma dua bulan. Akibat tembakan di kepala pula empat janin dalam kandungannya mati. Rp20 juta uang dihabiskan untuk pengobatannya.
‘’Saat ini status hukumnya masih abu-abu. Kami pernah melaporkan kejadian di Pekanbaru. Polisi menyuruh kami cari saksi, kan. Bagaimana mau melihat itu. Saya sempat melapor ke Polsek Pekanbaru Kota tahun 2016 lalu. Kami harapkan UU tentang Kesejahteraan Hewan ini ditegakkan,’’ urainya.
Kata Aad, kucing adalah makhluk yang lucu, imut dan menggemaskan. Karena itu kucing harusnya disayang. ‘’Kalau tidak suka kucing, jangan sakiti mereka,’’ ujarnya.(das)
Laporan M ALI NURMAN, Pekanbaru