Wuhan sedang tidak baik-baik saja. Ibukota Provinsi Hubei itu kini disebut sebagai kota mati akibat terlalu sepi. Kota ini disebut muasal penyebaran 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV). Menariknya, kala jagat maya dan dunia heboh atas virus mematikan ini, terdapat ratusan WNI yang masih menetap. 96 di antaranya mahasiswa. Seluruhnya, alhamdulillah dalam keadaan sehat, namun mereka tetap berharap dievakuasi.
Laporan: EKA G PUTRA, Pekanbaru
VIRUS Corona mengguncang dunia pertengahan Januari 2020. Sebenarnya pada 2019 sudah mulai terindikasi virus yang diduga berasal dari binatang yang dikonsumsi manusia ini. Hingga kemarin sebanyak 81 orang telah kehilangan nyawa akibat 2019-nCov. Selain itu, 2.821 orang positif tertular di Cina saja. Total di seluruh dunia mencapai 2.882 kasus.Ahli medis di Cina mengidentifikasi penyakit Coronavirus adalah jenis baru. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih parah. Seperti sindrom pernapasan Timur Tengah (Mers) dan sindrom pernapasan akut parah (Sars). Disebut pula, virus ini umumnya beredar pada hewan, tetapi beberapa dapat berevolusi untuk menginfeksi manusia dan menyebar di antara manusia.
Wuhan adalah ibukota Provinsi Hubei, Cina. Merupakan kota terpadat penduduknya dan berada di bagian pusat negara Tirai Bambu ini. Menurut Wikipedia, Wuhan masa kini merupakan gabungan dari tiga kota yang berdekatan dan terletak di lembah Sungai Yangtze. Wilayah Kota Wuchang dan Hanyang merupakan dua kota yang pertama bergabung dan memiliki benteng pertahanan bersama. Kota lain yang kemudian bergabung adalah Hankou.
Kota Wuhan berjuluk Sembilan Provinsi atau Chicago di Cina dan juga disebut Kota Sungai. Dari Beijing, Wuhan berjarak 1.172 km atau sekitar 15 jam perjalanan darat. Dari Pekanbaru, jika ingin ke Wuhan, harus transit di beberapa negara. "Biasanya Pekanbaru-Singapura/Malaysia-Wuhan," kata salah seorang mahasiswa Indonesia asal Riau di sana, Rifqa Gusmida kepada Riau Pos, Ahad (26/1).
Dengan harga tiket kisaran paling murah Rp2-3 juta. Terbang ke Wuhan dari Pekanbaru dengan waktu tempuh sekitar empat jam perjalanan. Jika dari ibukota negara, Jakarta, tentu jauh lebih murah. Rifqa adalah salah satu WNI dari 251 orang Indonesia yang berada di Provinsi Hubei. Berdasarkan data yang dirangkum Perhimpunan Pelajar Indonesia Tiongkok (PPIT) Cabang Wuhan dan KBRI di Cina 27 Januari 2020, dia bersama 96 pelajar/mahasiswa Tanah Air menetap di Wuhan hingga kini.
Rifqa pula merupakan satu dari enam mahasiswa Indonesia asal Riau yang menuntut ilmu di Cina. Tamatan strata satu (S1) Universitas Riau ini sudah sejak pertengahan 2018 menuntut ilmu di Wuhan untuk jenjang S2. Memilih kampus yang bernama Central China Normal University. Warga Riau lainnya ada Rio Alfi yang kuliah S2 psikologi di China University of Geosciences Wuhan. Ia beralamat di Marpoyan. Kemudian ada Rizo Budi Prastowo, S2 Education di Central China Normal University dan beralamat di Panam. Langen Nidhana Meisyalla yang mengenyam pendidikan S2 psikologi di Hubei Univesity dan beralamat di Sukajadi. Kelima ada Riza Delviani, S2 psikologi China University of Geosciences Wuhan, beralamat di Marpoyan. Terakhir ada nama WNI lainnya Raffifatu Rayya Rabbani (balita) merupakan anak dari salah seorang mahasiswa yang tinggal di Marpoyan.
"Wah, kalau alamat lengkap ga ada data validnya," kata Rifqa tampak enggan memberikan informasi jelas soal alamat rekan-rekannya.
Dalam perbincangan dengan Riau Pos melalui pesan elektronik, memang Rifqa sedang sibuk. Sebab, dia juga merupakan Sekretaris PPIT Cabang Wuhan yang sepekan lalu mengirimkan rilis resmi terkait kondisi WNI di sana lengkap dengan kop resmi organisasinya. Meskipun Wuhan di mata dunia sedang tidak baik-baik saja, namun bagi Rifqa dan rekan-rekannya tampak seperti tak ada yang luar biasa. Penanganan virus menurutnya sudah dijalankan dan dievaluasi rutin pihak kampus dan pemerintah setempat.
Rutinitas mahasiswa Indonesia di sana memang sehari-hari kuliah dan kembali ke asrama. Dominan, mahasiswa tinggal di asrama yang berada di dalam lingkungan kampus. Sehingga interaksi sosial dengan lingkungan dan warga tempatan sangat jarang.
"Kami nggak banyak interaksi degan masyarakat," akunya ketika disinggung perihal kebiasaan masyarakat yang disebut-sebut mengkonsumsi hewan liar di sana.
"Pertama saya mau jelasin dulu, pemerintah Cina menggunakan diksi (menutup kota), bukan isolasi, karantina atau kurung dan lainnya. Mungkin ini bisa jadi perhatian bersama," pesannya.