Kamis, 19 September 2024

Alasan Jokowi Berikan Grasi 1 Tahun ke Anas Maamun Dipertanyakan

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Pemberian grasi dari Presiden Joko Widodo terhadap koruptor yang juga mantan Gubernur Riau Annas Maamun menuai kritik. Pemberian grasi terhadap koruptor alih fungsi lahan itu hanya berdasar pada kondisi kesehatan yang bersangkutan.

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko menyesalkan langkah Jokowi yang memberikan grasi terhadap Annas. Menurutnya, pemberian grasi terhadap koruptor tidak ada manfaatnya.

“Memberikan grasi kepada terpidana korupsi itu tidak memberikan manfaat apa pun kepada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,” kata Dadang dikonfirmasi, Rabu (27/11).

Dadang menilai, pemberian grasi terhadap terpidana koruptor justru akan melemahkan semangat pemberantasan korupsi di Indonesia. Bahkan, Jokowi harus menjelaskan secara terbuka terkait alasan pemberian grasi kepada Annas.

Sebaiknya hal demikian disampaikan secara terbuka alasan-alasan pemberian grasi tersebut,” kata dia.

- Advertisement -

Dadang menyatakan, pihaknya hingga kini belum menerima informasi terkait alasan pemberian terhadap mantan Gubernur Riau tersebut. Namun, grasi itu tetap menjadi hak prerogatif presiden.

“Menurut saya, pemberian grasi kepada terpidana itu memang hak presiden yang konstitusional,” sesalnya.

- Advertisement -
Baca Juga:  30 Juni Pendaftaran CPNS 2021 dan PPPK Dimulai

Senada dengan Dadang, anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menyayangkan pemberian grasi ke mantan Gubernur Riau Annas Maamun yang merupakan narapidana kasus korupsi. Nasir mempertanyakan dasar Presiden Jokowi memberikan grasi tersebut.

“Saya tidak mengerti alasan kemanusiaan yang disebutkan oleh presiden saat memberikan grasi kepada Annas Maamun,” ujar Nasir.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, apabila memang sakitnya parah, tentu bisa dialihkan pidana kurungan badannya di rumah sakit terdekat yang memiliki fasilitas dan tenaga dokter ahli.

“Saya khawatir, Presiden Jokowi tidak paham maksud dan filosofi pemberian grasi,” katanya.

Nasir menduga Presiden Jokowi tidak melihat secara seksama bahwa yang diberikan grasi adalah narapidana kasus korupsi. Sehingga ini menjadi catatan penting bagi Jokowi.

“Jangan-jangan presiden tidak sadar bahwa yang akan diberi grasi itu adalah terpidana korupsi,” ungkapnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi satu tahun dari total tujuh tahun hukuman penjara kepada mantan Gubernur Riau Annas Maamun. Sehingga, Annas akan bebas pada 2020 mendatang.

Baca Juga:  Presiden Tiongkok Xi Jinping Pantau Pusat Perjudian Makau

Hal ini pun dibenarkan oleh Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Ade Kusmanto. Menurutnya, Annas akan bebas pada akhir 2020 mendatang.

“Menurut data pada sistem data base pemasyarakatan, bebas awal 3 oktober 2021, setelah mendapat grasi pengurangan hukuman selama 1 (satu) tahun diperhitungkan akan bebas 3 Oktober 2020, dan denda telah dibayar tanggal 11 Juli 2016,” kata Ade dalam keterangannya, Selasa (26/11).

Ade menjelaskan, grasi yang diberikan Presiden berupa pengurangan jumlah pidana dari pidana penjara tujuh tahun menjadi pidana penjara selama enam tahun.

“Namun pidana denda Rp 200.000.000 subsidair pidana kurungan selama enam bulan tetap harus dibayar,” tukas Ade.

Annas Maamun divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Bandung pada 24 Juni 2015 karena terbukti melakukan korupsi alih fungsi lahan sawit. Namun, ditingkat kasasi, Mahkamah Agung menambah hukuman terhadap Annas Maamun jadi tujuh tahun penjara.‎

Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Pemberian grasi dari Presiden Joko Widodo terhadap koruptor yang juga mantan Gubernur Riau Annas Maamun menuai kritik. Pemberian grasi terhadap koruptor alih fungsi lahan itu hanya berdasar pada kondisi kesehatan yang bersangkutan.

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko menyesalkan langkah Jokowi yang memberikan grasi terhadap Annas. Menurutnya, pemberian grasi terhadap koruptor tidak ada manfaatnya.

“Memberikan grasi kepada terpidana korupsi itu tidak memberikan manfaat apa pun kepada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,” kata Dadang dikonfirmasi, Rabu (27/11).

Dadang menilai, pemberian grasi terhadap terpidana koruptor justru akan melemahkan semangat pemberantasan korupsi di Indonesia. Bahkan, Jokowi harus menjelaskan secara terbuka terkait alasan pemberian grasi kepada Annas.

Sebaiknya hal demikian disampaikan secara terbuka alasan-alasan pemberian grasi tersebut,” kata dia.

Dadang menyatakan, pihaknya hingga kini belum menerima informasi terkait alasan pemberian terhadap mantan Gubernur Riau tersebut. Namun, grasi itu tetap menjadi hak prerogatif presiden.

“Menurut saya, pemberian grasi kepada terpidana itu memang hak presiden yang konstitusional,” sesalnya.

Baca Juga:  M Maliki Menguat, Afrizal Bayangi Cutra Andika

Senada dengan Dadang, anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menyayangkan pemberian grasi ke mantan Gubernur Riau Annas Maamun yang merupakan narapidana kasus korupsi. Nasir mempertanyakan dasar Presiden Jokowi memberikan grasi tersebut.

“Saya tidak mengerti alasan kemanusiaan yang disebutkan oleh presiden saat memberikan grasi kepada Annas Maamun,” ujar Nasir.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, apabila memang sakitnya parah, tentu bisa dialihkan pidana kurungan badannya di rumah sakit terdekat yang memiliki fasilitas dan tenaga dokter ahli.

“Saya khawatir, Presiden Jokowi tidak paham maksud dan filosofi pemberian grasi,” katanya.

Nasir menduga Presiden Jokowi tidak melihat secara seksama bahwa yang diberikan grasi adalah narapidana kasus korupsi. Sehingga ini menjadi catatan penting bagi Jokowi.

“Jangan-jangan presiden tidak sadar bahwa yang akan diberi grasi itu adalah terpidana korupsi,” ungkapnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi satu tahun dari total tujuh tahun hukuman penjara kepada mantan Gubernur Riau Annas Maamun. Sehingga, Annas akan bebas pada 2020 mendatang.

Baca Juga:  Jokowi Pastikan PDIP Mendapat Jatah Kursi Paling Banyak di Kabinet

Hal ini pun dibenarkan oleh Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Ade Kusmanto. Menurutnya, Annas akan bebas pada akhir 2020 mendatang.

“Menurut data pada sistem data base pemasyarakatan, bebas awal 3 oktober 2021, setelah mendapat grasi pengurangan hukuman selama 1 (satu) tahun diperhitungkan akan bebas 3 Oktober 2020, dan denda telah dibayar tanggal 11 Juli 2016,” kata Ade dalam keterangannya, Selasa (26/11).

Ade menjelaskan, grasi yang diberikan Presiden berupa pengurangan jumlah pidana dari pidana penjara tujuh tahun menjadi pidana penjara selama enam tahun.

“Namun pidana denda Rp 200.000.000 subsidair pidana kurungan selama enam bulan tetap harus dibayar,” tukas Ade.

Annas Maamun divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Bandung pada 24 Juni 2015 karena terbukti melakukan korupsi alih fungsi lahan sawit. Namun, ditingkat kasasi, Mahkamah Agung menambah hukuman terhadap Annas Maamun jadi tujuh tahun penjara.‎

Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari