Minggu, 10 November 2024

Menjaga Sumur Tua Selalu Awet Muda

- Advertisement -

Sebuah monumen menjulang tinggi di tepi jalan raya. Seorang bocah bernama Rakha memandang monumen tersebut pada suatu siang yang terik. Mungkin dia bertanya-tanya, apakah gerangan bangunan yang didominasi pipa stainless itu. Dia pun kemudian berjalan mendekat dan berusaha membaca dengan lebih jelas apa yang tertulis di sana. "2.000.000.000 Barrel Minyak Duri,” gumamnya.

(RIAUPOS.CO) – PANDANGANNYA pun beralih ke arah bapaknya yang berdiri menyandar di mobil yang sengaja parkir di sana. Mereka berhenti di gerbang Ladang Minyak, Duri Steam Flood (DSF), Kota Duri, Provinsi Riau. "Wah, banyak sekali minyak di sini,” ujarnya setengah tak percaya.

- Advertisement -

Sang bapak hanya mengangguk dan menunjuk satu monumen lagi di sebelah mereka. "Kalau yang di sana tugu 1 miliar barrel,’’ jelasnya.

Rakha yang masih duduk di bangku sekolah dasar, saat itu dibawa mudik ke kampung bapaknya. Sebuah kota minyak yang terletak di jantung Pulau Sumatera. Kota kecil yang menyumbangkan kekayaan alamnya yang berlimpah untuk pembangunan republik ini. Dimana sebuah perusahaan internasional yang dulu bernama Caltex dan kini berubah jadi Chevron, 24 jam sehari semalam, nonstop dalam kurun waktu hampir 100 tahun, memompa si emas hitam keluar dari perut bumi.

Ladang minyak Duri berada tak jauh dari rumah kakek Rakha di Kelurahan Gajah Sakti, Kecamatan Mandau, Duri. Posisi rumah yang berada di atas tebing, membuat mereka bisa melihat ladang minyak yang berada di wilayah yang rendah dengan lebih jelas. Dulu, kalau malam, ladang minyak itu terlihat laksana sebuah kota dengan gemerlap ribuan lampu-lampunya di tengah lebatnya hutan tropis. Ribuan pompa angguk tersebar seperti orang yang menari dengan gerakan statis, mengangguk ke atas dan ke bawah.

- Advertisement -

Indonesia dulu pernah jaya dan menjadi negara pengekspor minyak bumi. Saat itu emas hitam menjadi sumber pendapatan utama dan terbesar bagi APBN. Namun bergulirnya waktu, lifting atau jumlah minyak yang diangkut ke permukaan, makin sedikit.

Dari data Kementerian ESDM pada 2019, cadangan minyak Indonesia sebanyak 3.775 miliar barel dan gas 77 triliun kubik fit. Cadangan minyak tersebut, dengan tingkat produksi produksi minyak sebesar 745 ribu barel per hari dan gas 1,282 juta barel setara minyak, maka minyak Indonesia hanya cukup selama 9,22 tahun lagi. Sedangkan gas 21,86 tahun.

Pada tahun 2021 ini, sebagaimana dijelaskan Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, pemerintah menargetkan lifting minyak sebesar 705.000 barrel oil per day (BPOD) dan gas bumi 5.638 million standar cubic feet per day (MMSCFD) atau juta standar kaki kubik per hari setara  1,01 juta barel minyak per hari (BOPD) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Langkah-langkah Pencapaian
Dalam usaha mencapai target minyak 1 juta BPOD dan gas 12 MMSCFD tersebut, SKK Migas kemudian mengeluarkan jurus-jurus ampuhnya. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bahwa Indonesia masih punya potensi untuk mengejar target tersebut karena memiliki 128 cekungan hidrokarbon. Namun kini yang diproduksi baru 20 cekungan. 27 cekungan lainnya sudah ada temuan tapi belum diproduksi. Kemudian 13 cekungan belum ada temuan dan 68 cekungan belum dieksplorasi sama sekali. Tahun ini, pengeboran sumur akan dikebut menjadi 616 sumur setelah pada tahun 2020 pengeboran turun akibat pandemi. Untuk kegiatan pengeboran sumur workover, ditargetkan sebanyak 615 sumur dan well service  meningkat menjadi 26.431 sumur. Dengan 128 cekungan migas tersebut, harapannya di Indonesia terdapat potensi cekungan yang mampu meningkatkan cadangan dan produksi migas ke depan.

Dari data SKK Migas Wilayah Sumbagut, cekungan Sumatera Tengah mencakup Provinsi Riau, Sumatera Utara bagian selatan, dan sebagian Provinsi Jambi. Cekungan ini dikenal sebagai salah satu penghasil sumber daya minyak dan gas bumi yang terbesar di Indonesia karena terdapat beberapa blok migas. Empat bentukan khas dari cekungan Sumatera Tengah yaitu Tinggian Kubu (Kubu High), Bukit Barisan (Mountain Front) dan Tinggian Rokan (Rokan Uplift) serta Dataran Pantai (Coastal Plain).

Upaya lainnya dalam meningkatkan produksi minyak adalah dengan transformasi R to P atau reserve to production (cadangan untuk produksi), mempercepat Chemical Enhanced Oil Recovery (EOR), dan melakukan eksplorasi agar ditemukan cadangan yang besar.

Sementara itu, potensi energi fosil Riau terhitung tahun 2018, dari sektor minyak bumi punya cadangan sebanyak 2,156 juta barel. Potensi ini diperkirakan akan cukup hingga 27 tahun mendatang, jika setiap tahun produksinya hanya sekitar 80 juta barel. Sedangkan untuk gas bumi, cadangan yang miliki Riau sebanyak 820,35 Billion Cubic Feet (BCF). Cadangan ini diperkirakan akan cukup hingga 51 tahun ke depan.

Baca Juga:  PLN: Ini Bukan Sabotase Teroris

Provinsi Riau sendiri termasuk dalam wilayah kerja SKK Migas Perwakilan Sumbagut yang melakukan pengawasan di 37 KKKS Wilayah Sumatera Bagian Utara yang terdiri dari 5 Provinsi (Aceh >12 Mil, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat) serta 32 kabupaten/kota. Menurut Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut Rikky Rahmat Firdaus, untuk KKKS Wilayah Sumbagut, target lifting minyak  yang ditetapkan pemerintah sekitar 205,9 ribu BOPD dan gas sekitar 610 juta standar kaki kubik (MMSCFD) untuk  tahun 2021.

"Capaian Januari-Mei 2021, lifting minyak sebesar 98 persen dan lifting gas sebesar 90 persen dari target APBN. Lifting rata-rata minyak wilayah Sumbagut sekitar 202.000 BOPD dan lifting rata-rata gas wilayah Sumbagut sekitar 546 MMSCFD,” tuturnya kepada Riau Pos, Jumat (25/6).

Menjaga Produksi Blok Rokan
Riau sendiri  mempunyai Blok Rokan sebagai penghasil minyak terbesar. Dengan luasnya sekitar 6.220 kilometer, memiliki 96 lapangan migas. Tiga lapangan punya potensi minyak yang sangat baik yaitu Duri, Minas dan Bekasap. Sejak beroperasi tahun 1971 hingga 31 Desember 2017, total produksi di Blok Rokan telah mencapai 11,5 miliar barel minyak. Berdasarkan data hingga 31 Mei 2020. Blok Rokan mencatatkan produksi sebesar 180 ribu barel minyak per hari atau lebih tinggi 105.9 persen dari target lifting APBN sebesar 170 ribu BPOD.  Rata-rata Blok Rokan menghasilkan 165.000 barel per hari untuk tahun 2021.

Blok Rokan adalah salah satu blok migas yang selalu dijaga dan terjaga produksinya. Walaupun dalam waktu beberapa bulan lagi, tepatnya 9 Agustus 2021, akan dialihkan ke Pertamina Hulu Rokan (PHR), namun produksinya selalu dalam pantauan agar tidak turun. Karena hal ini sangat krusial bagi pencapaian target 1 juta BPOD minyak yang sudah dicanangkan. Walaupun sumur-sumur minyak di blok ini sudah tua, namun masih tetap berproduksi dan diusahakan agar tidak turun. Belajar dari pengalaman blok-blok migas sebelumnya, disaat akan terjadi peralihan operasional maka produksi otomatis turun. Namun di Blok Rokan ini, sangat istimewa. Dimana operator yang akan meninggalkannya, terus berusaha menjaga produksi agar selalu stabil.

SKK Migas dan Chevron telah menyepakati pokok-pokok perjanjian atau Heads of Agreement (HoA) untuk pengeboran Blok Rokan. Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka investasi dalam rangka alih kelola blok itu ke Pertamina akan terjamin. Chevron juga telah menyiapkan investasi sebesar US$ 154 juta untuk pengeboran 100 hingga 200 sumur sampai Agustus 2021. Targetnya, produksi Blok Rokan tidak anjlok.

Sehingga saat alih kelola Blok Rokan rampung, perusahaan yang mengambilalih akan langsung memulai aktivitas pengeboran seperti biasa. Sebagaimana yang disampaikan CEO Subholding Hulu Pertamina Budiman Parhusip bahwa mereka punya target, produksi tahun berikutnya akan meningkat. Perusahaan akan menerapkan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) untuk menguras sumur-sumur existing yang sudah tua di blok tersebut. Hal ini karena Blok Rokan sudah berumur 90 tahun, jadi perlu dikelola dengan benar untuk mengurangi penurunan dan meningkatkan produksi.

Selain itu, dalam menjaga produksi di sumur tua tersebut, Chevron juga menggunakan drone mengawasi jalur pipa mereka. Pencurian minyak mentah sering terjadi dengan modus illegal tapping. Pelaku melubangi jalur pipa aktif dan memasang kran untuk mengalirkan minyak ke truk tangki. Dengan drone, kegiatan ini dapat segera terdeteksi. Hasilnya, angka pencurian minyak mentah menurun dalam setahun terakhir.

”Blok Rokan sangat vital bagi negara. Penurunan angka pencurian minyak juga berkat dukungan dan kerja sama yang baik dengan TNI-Polri,” kata Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut Rikky Rahmat Firdaus ketika memberikan sambutan dalam acara Media Gathering, beberapa waktu lalu.

Kapolda Riau Irjen Pol. Agung Setya Imam Effendi yang hadir dalam acara virtual itu mengaku senang dengan teknologi drone tersebut. ”Kami sangat senang dengan Security 4.0 yang menggunakan teknologi dalam pengamanan Blok Rokan. Kami ingin menggelorakan kerja sama ini antara Polri, TNI, SKK Migas, dan PT CPI agar kita bisa memastikan ekosistem yang kondusif untuk mendukung pencapaian target 1 juta barel per hari,” ujar Kapolda.

Pihak Chevron sendiri menjelaskan bahwa mereka tiga bulan menjelang alih kelola Blok Rokan, pemenuhan kewajiban terminasi dan transisi terus berjalan secara sistematis dan terstruktur. ”Blok Rokan merupakan aset strategis yang penting bagi penerimaan negara dan daerah, perekonomian masyarakat, serta ketahanan energi nasional,” tutur Managing Director Chevron IndoAsia Business Unit & Presiden Direktur PT CPI, Albert Simanjuntak.

Program pengeboran di Blok Rokan terus berjalan untuk menjaga tingkat produksi. Sejak dimulai akhir Desember 2020 lalu, hingga saat ini PT CPI berhasil mengebor 55 sumur, termasuk di antaranya 11 sumur konversi, dengan mengoperasikan enam rig pengeboran dan satu rig konversi. Sementara proses pengadaan rig tambahan sedang berjalan untuk memenuhi target pengeboran 192 sumur di Blok Rokan oleh PT CPI dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) pada tahun ini.

Baca Juga:  Berkas Habib Rizieq Shihab Sudah Diterima Kejagung

”Kami terus berkoordinasi intensif dengan SKK Migas dan PHR agar program pengeboran dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Kolaborasinya sangat solid karena semua pihak memiliki semangat dan komitmen yang sama,” tutur Albert.

PT CPI juga berupaya memastikan kesiapan para pegawainya. Menurutnya, kinerja Blok Rokan yang kokoh selama ini tidak lepas dari faktor sumber daya manusia di belakangnya, yakni para pegawai dengan keahlian, budaya dan etos kerja yang telah tertanam. "Kami optimistis bahwa mereka akan mampu mempertahankan kinerja Blok Rokan dan dapat berkontribusi signifikan bagi perusahaan yang baru,” tegas Albert.

PT CPI pun telah menyerahkan seluruh data kepegawaian dan organisasinya kepada Pertamina/ SKK Migas. Seiring alih kelola Blok Rokan, hampir seluruh pegawai PT CPI akan beralih status kepegawaian ke operator yang baru.

Keberadaan PT CPI di Riau sendiri mempunyai sejarah yang panjang sejak zaman penjajahan dulu. Blok migas terakhir Chevron hingga saat ini adalah Blok Rokan. Salah satu lapangan migas penghasil minyak terbesar adalah Lapangan Duri. Walaupun usianya sudah 80 tahun, Lapangan Duri mampu bertahan sebagai salah satu penopang produksi minyak nasional hingga sekarang. Hal ini berkat penerapan teknologi injeksi uap (steam flood) yang membuat produksi meningkat lima kali lebih banyak dibandingkan teknologi konvensional. Teknologi injeksi uap merupakan yang pertama di Indonesia dan salah satu yang terbesar di dunia.

Lapangan ini ditemukan pada 1941 dan baru berproduksi 17 tahun berselang, yakni pada 1958. Setelah melewati titik puncak produksi dari fase primer sebanyak 65.000 barel per hari pada 1965, produksi Lapangan Duri menurun secara alamiah seiring penurunan tekanan di dalam reservoir. CPI memulai pilot project injeksi uap di Lapangan Duri pada 1975. Sepuluh tahun kemudian, teknologi ini diterapkan dalam skala besar dan mampu kembali menaikkan produksi hingga mencapai 300 ribu barel per hari pada 1994. Hingga saat ini, Lapangan Duri telah menghasilkan lebih dari 2,6 miliar barel.

Bertahan di Masa Pandemi
Perjuangan dalam mempertahankan lifting dan mencapai target yang telah ditetapkan pemerintah, tidak hanya mendapat hadangan dari dalam, namun juga luar. Pandemi Covid-19 selama satu tahun lebih, menjadi tantangan tersendiri bagi usaha hulu migas. Sejak awal tahun 2020 sangat berat bagi industri migas, baik global maupun dalam negeri. Tak hanya karena anjloknya harga minyak, namun runtuhnya permintaan minyak dan gas dunia akibat pandemi turut berkontribusi dalam lemahnya investasi.

Anjloknya harga minyak tahun lalu, membuat tantangan industri migas global semakin berat. Kondisi ini membuat beberapa raksasa migas dunia seperti ExxonMobil, Shell, BP, Chevron dan ENI memangkas biaya investasi mereka. Sehingga membuat penurunan investasi migas dunia dan berdampak kepada Indonesia. Pada 2020-2025, investasi migas dunia diperkirakan turun tajam sebesar US$ 500 miliar, di mana Asia Pasifik turun US$ 64 miliar atau 13 persen dari total penurunan. Perusahaan migas pun mau tidak mau harus beradaptasi menghadapi kondisi yang penuh tantangan saat ini. Adaptasi yang dilakukan antara lain mengutamakan efisiensi modal dan tingkat pengembalian modal (Internal Rate of Return/ IRR) yang tinggi, menjalankan industri migas berbasis lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik.

Sementara itu, peningkatan produksi minyak nasional saat ini sangat penting karena defisit neraca perdagangannya terus melebar sejak 2003. Pada 2018, defisit neraca minyak nasional meningkat 13,79 persen menjadi 977 ribu barel per hari dibandingkan tahun sebelumnya. Melebarnya defisit minyak tersebut dipicu oleh kenaikan konsumsi minyak sebesar 5,24 persen menjadi 1,79 juta barel per hari diikuti turunnya produksi sebesar 3,52 persen menjadi 808 ribu barel per hari.

Demi mengejar target yang tinggi di tahun 2030 tersebut, maka diperlukan investasi yang sangat besar. Diperkirakan investasi yang dibutuhkan mencapai US$ 187 miliar atau sekitar Rp2.711 triliun (asumsi kurs Rp14.500 per US$) selama 2021-2030.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bahwa industri migas sedang melakukan pekerjaan besar, butuh tenaga, pikiran, dana, waktu, serta perlu integrasi yang baik. Menurut Dwi kepada media beberapa waktu lalu, untuk capai target produksi minyak 1 juta BPOD dan gas 12 BSCFD di 2030 tersebut, diperkirakan industri hulu migas bisa menarik investasi dengan total US$ 187 miliar dari 2021 sampai 2030 mendatang.***

Laporan YOSE RIZAL, Pekanbaru

 

Sebuah monumen menjulang tinggi di tepi jalan raya. Seorang bocah bernama Rakha memandang monumen tersebut pada suatu siang yang terik. Mungkin dia bertanya-tanya, apakah gerangan bangunan yang didominasi pipa stainless itu. Dia pun kemudian berjalan mendekat dan berusaha membaca dengan lebih jelas apa yang tertulis di sana. "2.000.000.000 Barrel Minyak Duri,” gumamnya.

(RIAUPOS.CO) – PANDANGANNYA pun beralih ke arah bapaknya yang berdiri menyandar di mobil yang sengaja parkir di sana. Mereka berhenti di gerbang Ladang Minyak, Duri Steam Flood (DSF), Kota Duri, Provinsi Riau. "Wah, banyak sekali minyak di sini,” ujarnya setengah tak percaya.

- Advertisement -

Sang bapak hanya mengangguk dan menunjuk satu monumen lagi di sebelah mereka. "Kalau yang di sana tugu 1 miliar barrel,’’ jelasnya.

Rakha yang masih duduk di bangku sekolah dasar, saat itu dibawa mudik ke kampung bapaknya. Sebuah kota minyak yang terletak di jantung Pulau Sumatera. Kota kecil yang menyumbangkan kekayaan alamnya yang berlimpah untuk pembangunan republik ini. Dimana sebuah perusahaan internasional yang dulu bernama Caltex dan kini berubah jadi Chevron, 24 jam sehari semalam, nonstop dalam kurun waktu hampir 100 tahun, memompa si emas hitam keluar dari perut bumi.

- Advertisement -

Ladang minyak Duri berada tak jauh dari rumah kakek Rakha di Kelurahan Gajah Sakti, Kecamatan Mandau, Duri. Posisi rumah yang berada di atas tebing, membuat mereka bisa melihat ladang minyak yang berada di wilayah yang rendah dengan lebih jelas. Dulu, kalau malam, ladang minyak itu terlihat laksana sebuah kota dengan gemerlap ribuan lampu-lampunya di tengah lebatnya hutan tropis. Ribuan pompa angguk tersebar seperti orang yang menari dengan gerakan statis, mengangguk ke atas dan ke bawah.

Indonesia dulu pernah jaya dan menjadi negara pengekspor minyak bumi. Saat itu emas hitam menjadi sumber pendapatan utama dan terbesar bagi APBN. Namun bergulirnya waktu, lifting atau jumlah minyak yang diangkut ke permukaan, makin sedikit.

Dari data Kementerian ESDM pada 2019, cadangan minyak Indonesia sebanyak 3.775 miliar barel dan gas 77 triliun kubik fit. Cadangan minyak tersebut, dengan tingkat produksi produksi minyak sebesar 745 ribu barel per hari dan gas 1,282 juta barel setara minyak, maka minyak Indonesia hanya cukup selama 9,22 tahun lagi. Sedangkan gas 21,86 tahun.

Pada tahun 2021 ini, sebagaimana dijelaskan Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, pemerintah menargetkan lifting minyak sebesar 705.000 barrel oil per day (BPOD) dan gas bumi 5.638 million standar cubic feet per day (MMSCFD) atau juta standar kaki kubik per hari setara  1,01 juta barel minyak per hari (BOPD) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Langkah-langkah Pencapaian
Dalam usaha mencapai target minyak 1 juta BPOD dan gas 12 MMSCFD tersebut, SKK Migas kemudian mengeluarkan jurus-jurus ampuhnya. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bahwa Indonesia masih punya potensi untuk mengejar target tersebut karena memiliki 128 cekungan hidrokarbon. Namun kini yang diproduksi baru 20 cekungan. 27 cekungan lainnya sudah ada temuan tapi belum diproduksi. Kemudian 13 cekungan belum ada temuan dan 68 cekungan belum dieksplorasi sama sekali. Tahun ini, pengeboran sumur akan dikebut menjadi 616 sumur setelah pada tahun 2020 pengeboran turun akibat pandemi. Untuk kegiatan pengeboran sumur workover, ditargetkan sebanyak 615 sumur dan well service  meningkat menjadi 26.431 sumur. Dengan 128 cekungan migas tersebut, harapannya di Indonesia terdapat potensi cekungan yang mampu meningkatkan cadangan dan produksi migas ke depan.

Dari data SKK Migas Wilayah Sumbagut, cekungan Sumatera Tengah mencakup Provinsi Riau, Sumatera Utara bagian selatan, dan sebagian Provinsi Jambi. Cekungan ini dikenal sebagai salah satu penghasil sumber daya minyak dan gas bumi yang terbesar di Indonesia karena terdapat beberapa blok migas. Empat bentukan khas dari cekungan Sumatera Tengah yaitu Tinggian Kubu (Kubu High), Bukit Barisan (Mountain Front) dan Tinggian Rokan (Rokan Uplift) serta Dataran Pantai (Coastal Plain).

Upaya lainnya dalam meningkatkan produksi minyak adalah dengan transformasi R to P atau reserve to production (cadangan untuk produksi), mempercepat Chemical Enhanced Oil Recovery (EOR), dan melakukan eksplorasi agar ditemukan cadangan yang besar.

Sementara itu, potensi energi fosil Riau terhitung tahun 2018, dari sektor minyak bumi punya cadangan sebanyak 2,156 juta barel. Potensi ini diperkirakan akan cukup hingga 27 tahun mendatang, jika setiap tahun produksinya hanya sekitar 80 juta barel. Sedangkan untuk gas bumi, cadangan yang miliki Riau sebanyak 820,35 Billion Cubic Feet (BCF). Cadangan ini diperkirakan akan cukup hingga 51 tahun ke depan.

Baca Juga:  Pejabat Kukar Nyabu di Mobil Dinas

Provinsi Riau sendiri termasuk dalam wilayah kerja SKK Migas Perwakilan Sumbagut yang melakukan pengawasan di 37 KKKS Wilayah Sumatera Bagian Utara yang terdiri dari 5 Provinsi (Aceh >12 Mil, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat) serta 32 kabupaten/kota. Menurut Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut Rikky Rahmat Firdaus, untuk KKKS Wilayah Sumbagut, target lifting minyak  yang ditetapkan pemerintah sekitar 205,9 ribu BOPD dan gas sekitar 610 juta standar kaki kubik (MMSCFD) untuk  tahun 2021.

"Capaian Januari-Mei 2021, lifting minyak sebesar 98 persen dan lifting gas sebesar 90 persen dari target APBN. Lifting rata-rata minyak wilayah Sumbagut sekitar 202.000 BOPD dan lifting rata-rata gas wilayah Sumbagut sekitar 546 MMSCFD,” tuturnya kepada Riau Pos, Jumat (25/6).

Menjaga Produksi Blok Rokan
Riau sendiri  mempunyai Blok Rokan sebagai penghasil minyak terbesar. Dengan luasnya sekitar 6.220 kilometer, memiliki 96 lapangan migas. Tiga lapangan punya potensi minyak yang sangat baik yaitu Duri, Minas dan Bekasap. Sejak beroperasi tahun 1971 hingga 31 Desember 2017, total produksi di Blok Rokan telah mencapai 11,5 miliar barel minyak. Berdasarkan data hingga 31 Mei 2020. Blok Rokan mencatatkan produksi sebesar 180 ribu barel minyak per hari atau lebih tinggi 105.9 persen dari target lifting APBN sebesar 170 ribu BPOD.  Rata-rata Blok Rokan menghasilkan 165.000 barel per hari untuk tahun 2021.

Blok Rokan adalah salah satu blok migas yang selalu dijaga dan terjaga produksinya. Walaupun dalam waktu beberapa bulan lagi, tepatnya 9 Agustus 2021, akan dialihkan ke Pertamina Hulu Rokan (PHR), namun produksinya selalu dalam pantauan agar tidak turun. Karena hal ini sangat krusial bagi pencapaian target 1 juta BPOD minyak yang sudah dicanangkan. Walaupun sumur-sumur minyak di blok ini sudah tua, namun masih tetap berproduksi dan diusahakan agar tidak turun. Belajar dari pengalaman blok-blok migas sebelumnya, disaat akan terjadi peralihan operasional maka produksi otomatis turun. Namun di Blok Rokan ini, sangat istimewa. Dimana operator yang akan meninggalkannya, terus berusaha menjaga produksi agar selalu stabil.

SKK Migas dan Chevron telah menyepakati pokok-pokok perjanjian atau Heads of Agreement (HoA) untuk pengeboran Blok Rokan. Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka investasi dalam rangka alih kelola blok itu ke Pertamina akan terjamin. Chevron juga telah menyiapkan investasi sebesar US$ 154 juta untuk pengeboran 100 hingga 200 sumur sampai Agustus 2021. Targetnya, produksi Blok Rokan tidak anjlok.

Sehingga saat alih kelola Blok Rokan rampung, perusahaan yang mengambilalih akan langsung memulai aktivitas pengeboran seperti biasa. Sebagaimana yang disampaikan CEO Subholding Hulu Pertamina Budiman Parhusip bahwa mereka punya target, produksi tahun berikutnya akan meningkat. Perusahaan akan menerapkan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) untuk menguras sumur-sumur existing yang sudah tua di blok tersebut. Hal ini karena Blok Rokan sudah berumur 90 tahun, jadi perlu dikelola dengan benar untuk mengurangi penurunan dan meningkatkan produksi.

Selain itu, dalam menjaga produksi di sumur tua tersebut, Chevron juga menggunakan drone mengawasi jalur pipa mereka. Pencurian minyak mentah sering terjadi dengan modus illegal tapping. Pelaku melubangi jalur pipa aktif dan memasang kran untuk mengalirkan minyak ke truk tangki. Dengan drone, kegiatan ini dapat segera terdeteksi. Hasilnya, angka pencurian minyak mentah menurun dalam setahun terakhir.

”Blok Rokan sangat vital bagi negara. Penurunan angka pencurian minyak juga berkat dukungan dan kerja sama yang baik dengan TNI-Polri,” kata Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut Rikky Rahmat Firdaus ketika memberikan sambutan dalam acara Media Gathering, beberapa waktu lalu.

Kapolda Riau Irjen Pol. Agung Setya Imam Effendi yang hadir dalam acara virtual itu mengaku senang dengan teknologi drone tersebut. ”Kami sangat senang dengan Security 4.0 yang menggunakan teknologi dalam pengamanan Blok Rokan. Kami ingin menggelorakan kerja sama ini antara Polri, TNI, SKK Migas, dan PT CPI agar kita bisa memastikan ekosistem yang kondusif untuk mendukung pencapaian target 1 juta barel per hari,” ujar Kapolda.

Pihak Chevron sendiri menjelaskan bahwa mereka tiga bulan menjelang alih kelola Blok Rokan, pemenuhan kewajiban terminasi dan transisi terus berjalan secara sistematis dan terstruktur. ”Blok Rokan merupakan aset strategis yang penting bagi penerimaan negara dan daerah, perekonomian masyarakat, serta ketahanan energi nasional,” tutur Managing Director Chevron IndoAsia Business Unit & Presiden Direktur PT CPI, Albert Simanjuntak.

Program pengeboran di Blok Rokan terus berjalan untuk menjaga tingkat produksi. Sejak dimulai akhir Desember 2020 lalu, hingga saat ini PT CPI berhasil mengebor 55 sumur, termasuk di antaranya 11 sumur konversi, dengan mengoperasikan enam rig pengeboran dan satu rig konversi. Sementara proses pengadaan rig tambahan sedang berjalan untuk memenuhi target pengeboran 192 sumur di Blok Rokan oleh PT CPI dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) pada tahun ini.

Baca Juga:  PLN: Ini Bukan Sabotase Teroris

”Kami terus berkoordinasi intensif dengan SKK Migas dan PHR agar program pengeboran dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Kolaborasinya sangat solid karena semua pihak memiliki semangat dan komitmen yang sama,” tutur Albert.

PT CPI juga berupaya memastikan kesiapan para pegawainya. Menurutnya, kinerja Blok Rokan yang kokoh selama ini tidak lepas dari faktor sumber daya manusia di belakangnya, yakni para pegawai dengan keahlian, budaya dan etos kerja yang telah tertanam. "Kami optimistis bahwa mereka akan mampu mempertahankan kinerja Blok Rokan dan dapat berkontribusi signifikan bagi perusahaan yang baru,” tegas Albert.

PT CPI pun telah menyerahkan seluruh data kepegawaian dan organisasinya kepada Pertamina/ SKK Migas. Seiring alih kelola Blok Rokan, hampir seluruh pegawai PT CPI akan beralih status kepegawaian ke operator yang baru.

Keberadaan PT CPI di Riau sendiri mempunyai sejarah yang panjang sejak zaman penjajahan dulu. Blok migas terakhir Chevron hingga saat ini adalah Blok Rokan. Salah satu lapangan migas penghasil minyak terbesar adalah Lapangan Duri. Walaupun usianya sudah 80 tahun, Lapangan Duri mampu bertahan sebagai salah satu penopang produksi minyak nasional hingga sekarang. Hal ini berkat penerapan teknologi injeksi uap (steam flood) yang membuat produksi meningkat lima kali lebih banyak dibandingkan teknologi konvensional. Teknologi injeksi uap merupakan yang pertama di Indonesia dan salah satu yang terbesar di dunia.

Lapangan ini ditemukan pada 1941 dan baru berproduksi 17 tahun berselang, yakni pada 1958. Setelah melewati titik puncak produksi dari fase primer sebanyak 65.000 barel per hari pada 1965, produksi Lapangan Duri menurun secara alamiah seiring penurunan tekanan di dalam reservoir. CPI memulai pilot project injeksi uap di Lapangan Duri pada 1975. Sepuluh tahun kemudian, teknologi ini diterapkan dalam skala besar dan mampu kembali menaikkan produksi hingga mencapai 300 ribu barel per hari pada 1994. Hingga saat ini, Lapangan Duri telah menghasilkan lebih dari 2,6 miliar barel.

Bertahan di Masa Pandemi
Perjuangan dalam mempertahankan lifting dan mencapai target yang telah ditetapkan pemerintah, tidak hanya mendapat hadangan dari dalam, namun juga luar. Pandemi Covid-19 selama satu tahun lebih, menjadi tantangan tersendiri bagi usaha hulu migas. Sejak awal tahun 2020 sangat berat bagi industri migas, baik global maupun dalam negeri. Tak hanya karena anjloknya harga minyak, namun runtuhnya permintaan minyak dan gas dunia akibat pandemi turut berkontribusi dalam lemahnya investasi.

Anjloknya harga minyak tahun lalu, membuat tantangan industri migas global semakin berat. Kondisi ini membuat beberapa raksasa migas dunia seperti ExxonMobil, Shell, BP, Chevron dan ENI memangkas biaya investasi mereka. Sehingga membuat penurunan investasi migas dunia dan berdampak kepada Indonesia. Pada 2020-2025, investasi migas dunia diperkirakan turun tajam sebesar US$ 500 miliar, di mana Asia Pasifik turun US$ 64 miliar atau 13 persen dari total penurunan. Perusahaan migas pun mau tidak mau harus beradaptasi menghadapi kondisi yang penuh tantangan saat ini. Adaptasi yang dilakukan antara lain mengutamakan efisiensi modal dan tingkat pengembalian modal (Internal Rate of Return/ IRR) yang tinggi, menjalankan industri migas berbasis lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik.

Sementara itu, peningkatan produksi minyak nasional saat ini sangat penting karena defisit neraca perdagangannya terus melebar sejak 2003. Pada 2018, defisit neraca minyak nasional meningkat 13,79 persen menjadi 977 ribu barel per hari dibandingkan tahun sebelumnya. Melebarnya defisit minyak tersebut dipicu oleh kenaikan konsumsi minyak sebesar 5,24 persen menjadi 1,79 juta barel per hari diikuti turunnya produksi sebesar 3,52 persen menjadi 808 ribu barel per hari.

Demi mengejar target yang tinggi di tahun 2030 tersebut, maka diperlukan investasi yang sangat besar. Diperkirakan investasi yang dibutuhkan mencapai US$ 187 miliar atau sekitar Rp2.711 triliun (asumsi kurs Rp14.500 per US$) selama 2021-2030.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bahwa industri migas sedang melakukan pekerjaan besar, butuh tenaga, pikiran, dana, waktu, serta perlu integrasi yang baik. Menurut Dwi kepada media beberapa waktu lalu, untuk capai target produksi minyak 1 juta BPOD dan gas 12 BSCFD di 2030 tersebut, diperkirakan industri hulu migas bisa menarik investasi dengan total US$ 187 miliar dari 2021 sampai 2030 mendatang.***

Laporan YOSE RIZAL, Pekanbaru

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari