JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dua orang di Sumatera Selatan. Penangkapan dilakukan dari hasil pengembangan kasus suap pembangunan jalan yang menjerat Bupati Muara Enim nonaktif, Ahmad Yani.
Keduanya yakni Ketua DPRD Muara Enim Aries HB dan mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi yang secara tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka.
“Penangkapan dua tersangka hasil pengembangan penyidikan kasus korupsi Kabupaten Muara Enim atas nama tersangka RS dan tersangka AHB,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya, Ahad (26/4).
Firli mengklaim, KPK terus bekerja memberantas korupsi meski di tengah pandemi virus corona atau Covid-19. Termasuk terus mengembangkan dan menuntaskan kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK sebelumnya.
“Kami komitmen untuk melakukan pemberantasan sampai tuntas. Kami terus selesaikan perkara-perkara korupsi walau kita menghadapi bahaya Covid-19. Tapi pemberantasan tidak boleh berhenti baik dengan cara pencegahan maupun penindakan,” tegasnya.
Dalam perkara kasus suap 16 paket proyek jalan senilai Rp132 juta yang menjerat Bupati Muara Enim nonaktif, Ahmad Yani sempat mengagetkan publik. Pasalnya, dalam sidang pembacaan nota pemberatan (eksepsi) itu sempat menyebut-nyebut nama Ketua KPK Filri Bahuri.
Tim kuasa hukum Ahmad Yani, Maqdir Ismail saat membacakan eksepsi menyebutkan kliennya tidak berniat meminta komitmen fee sebesar Rp 22 miliar dari kontraktor Robi Pahlevi yang juga berstatus terdakwa.
Maqdir menyebut komitmen fee merupakan inisiatif Elvin yang mengatur jalannya 16 paket proyek senilai Rp 132 Miliar, termasuk upaya memberikan USD 35.000 kepada Firli Bahuri yang saat itu menjabat Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan.
Menurutnya, Elvin memanfaatkan silaturahmi antara Firli dengan Ahmad Yani untuk memberikan uang senilai USD 35.000. Uang itu diperoleh dari terdakwa Robi. Elvin lantas menghubungi keponakan Firli Bahuri yakni Erlan. Ia memberi tahu bahwa ingin mengirimkan sejumlah uang kepada Firli Bahuri.
“Tetapi kemudian dijawab oleh Erlan, ‘ya, nanti diberitahu, tapi biasanya bapak tidak mau’,” beber Makdir.
Maqdir mengatakan percakapan itu ternyata disadap oleh KPK. Tetapi KPK justru tidak memberitahu kepada Kapolri bahwa Firli yang masih menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan akan diberikan sejumlah uang oleh seseorang
“Sepatutnya upaya pemberian uang itu diketahui Kapolri, kan sudah ada kerja sama supervisi antara KPK dan Polri, meski demikian tidak juga terbukti bahwa Kapolda menerima uang itu,” beber Maqdir.
Kendati demikian, Maqdir menegaskan tidak menjatuhkan citra Firli. Mendengar eksepsi tersebut, Jaksa KPK, Roy Riadi, mengaku terkejut karena pertemuan-pertemuan tersebut tidak ada dalam dakwaan, kecuali bukti percakapan antara Robi dan Elvin.
“Sejujurnya kami baru tahu ada pertemuan itu, tapi itu kan pengakuan Elvin yang diceritakan penasehat hukum Ahmad Yani,” ucap Roy.
Firli pun sempat menegaskan, dirinya tidak pernah menerima uang dari pihak manapun saat berkarier di Korps Bhayangkara. Firli menyebut, pasti langsung menolak jika mendapat suap.
“Saya tidak pernah menerima apapun dari siapapun, saya pasti tolak. Keluarga saya juga pasti menolak, saya tidak pernah menerima sesuatu yang bukan hak saya,” tegas Firli menandaskan.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman