Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Istana Dukung Polri Tindak Warga yang Langgar Physical Distancing

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara tegas telah meminta partisipasi warga masyarakat untuk melakukan pembatasan sosial hingga penjagaan jarak fisik atau physical distancing, ketika berada di tempat umum. Hal ini dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus korona atau Covid-19.

“Pada konteks negara demokrasi, termasuk Indonesia, partisipasi warga menjadi kunci utama meraih kesuksesan dari tujuan sistem. Pembatasan sosial merupakan mekanisme yang bertujuan memotong persebaran virus,” kata juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman dalam keterangannya, Jumat (27/3).

Fadjroel menyampaikan, sebagian masyarakat secara sadar dan kritis mengikuti mekanisme pembatasan sosial. Namun, ada sebagian lain yang masih belum menciptakan partisipasi ideal terkait mekanisme pembatasan sosial.

Pihak istana, kata Fadjroel, mendorong langkah Polri untuk mendisiplinkan atau menciptakan tindakan tegas kepada masyarakat yang tak mengindahkan imbauan Presiden. Terlebih, POLRI sebagai bagian dari Gugas Tugas Covid 19, telah mengeluarkan Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Korona.

Baca Juga:  Ratusan Pasien Sembuh, Cina Ungkap Rahasia Pengobatan Virus Corona

“Dasar hukum dari tindakan tegas (benevolent governance), Polri dapat melakukan pembubaran kerumunan dan menjaga pembatasan sosial yang aman,” ucap Fadjroel.

Menurutnya, Maklumat Kapolri itu pun tertuang dalam Pasal 212, Pasal 214, Pasal 216 ayat 1, dan Pasal 218 KUHP. Pasal 212 KUHP dapat digunakan terhadap mereka yang melakukan upaya perlawanan saat dibubarkan oleh Polri. Terlebih, dalam Pasal 214 diperuntukkan bagi mereka yang melakukan perlawanan dan terdiri dari dua orang atau lebih.

Sementara untuk Pasal 216 ayat 1 dan Pasal 218 dapat dipakai untuk mereka yang tidak menaati imbauan Polri, namun tidak melakukan perlawanan. Kerumunan massa itu, lanjut Fadroel dapat berupa pertemuan sosial, budaya, keagamaan dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, sarasehan, atau semacamnya.

Baca Juga:  Saudi Minta RI Tunda Kontrak Layanan Haji

“Selain itu juga kegiatan konser musik, olahraga, kesenian, jasa hiburan, unjuk rasa, pawai, karnaval, serta kegiatan lainnya. Berdasarkan maklumat tersebut, Polri menindak tegas aktivitas massa dan kerumunan,” urai Fadjroel.

Bahkan, hingga Kamis (26/3) kemarin Polri telah melakukan 1.731 kali pembubaran massa dan kerumunan.

Pendekatan tindakan tegas Polri sampai saat ini masih dalam tingkat sangat demokratis, yaitu dialog dan ajakan.

“Presiden Joko Widodo mendorong agar sistem penanganan Covid-19 yang dilaksanakan oleh Gugus Tugas Covid-19 bekerja secara cepat dan tepat. Keselamatan kesehatan dan daya sosial ekonomi harus bisa diwujudkan,” tukas Fadjroel.

Sumber JawaPos.com
Editor: Deslina

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara tegas telah meminta partisipasi warga masyarakat untuk melakukan pembatasan sosial hingga penjagaan jarak fisik atau physical distancing, ketika berada di tempat umum. Hal ini dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus korona atau Covid-19.

“Pada konteks negara demokrasi, termasuk Indonesia, partisipasi warga menjadi kunci utama meraih kesuksesan dari tujuan sistem. Pembatasan sosial merupakan mekanisme yang bertujuan memotong persebaran virus,” kata juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman dalam keterangannya, Jumat (27/3).

- Advertisement -

Fadjroel menyampaikan, sebagian masyarakat secara sadar dan kritis mengikuti mekanisme pembatasan sosial. Namun, ada sebagian lain yang masih belum menciptakan partisipasi ideal terkait mekanisme pembatasan sosial.

Pihak istana, kata Fadjroel, mendorong langkah Polri untuk mendisiplinkan atau menciptakan tindakan tegas kepada masyarakat yang tak mengindahkan imbauan Presiden. Terlebih, POLRI sebagai bagian dari Gugas Tugas Covid 19, telah mengeluarkan Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Korona.

- Advertisement -
Baca Juga:  Bagaimana Mempersingkat Waktu untuk Mendapatkan Buah Hati?

“Dasar hukum dari tindakan tegas (benevolent governance), Polri dapat melakukan pembubaran kerumunan dan menjaga pembatasan sosial yang aman,” ucap Fadjroel.

Menurutnya, Maklumat Kapolri itu pun tertuang dalam Pasal 212, Pasal 214, Pasal 216 ayat 1, dan Pasal 218 KUHP. Pasal 212 KUHP dapat digunakan terhadap mereka yang melakukan upaya perlawanan saat dibubarkan oleh Polri. Terlebih, dalam Pasal 214 diperuntukkan bagi mereka yang melakukan perlawanan dan terdiri dari dua orang atau lebih.

Sementara untuk Pasal 216 ayat 1 dan Pasal 218 dapat dipakai untuk mereka yang tidak menaati imbauan Polri, namun tidak melakukan perlawanan. Kerumunan massa itu, lanjut Fadroel dapat berupa pertemuan sosial, budaya, keagamaan dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, sarasehan, atau semacamnya.

Baca Juga:  Kisah Santi, Lentera Penebar Inspirasi bagi Teman Tuli

“Selain itu juga kegiatan konser musik, olahraga, kesenian, jasa hiburan, unjuk rasa, pawai, karnaval, serta kegiatan lainnya. Berdasarkan maklumat tersebut, Polri menindak tegas aktivitas massa dan kerumunan,” urai Fadjroel.

Bahkan, hingga Kamis (26/3) kemarin Polri telah melakukan 1.731 kali pembubaran massa dan kerumunan.

Pendekatan tindakan tegas Polri sampai saat ini masih dalam tingkat sangat demokratis, yaitu dialog dan ajakan.

“Presiden Joko Widodo mendorong agar sistem penanganan Covid-19 yang dilaksanakan oleh Gugus Tugas Covid-19 bekerja secara cepat dan tepat. Keselamatan kesehatan dan daya sosial ekonomi harus bisa diwujudkan,” tukas Fadjroel.

Sumber JawaPos.com
Editor: Deslina

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari