Selasa, 2 Desember 2025
spot_img

Produsen Minyak Goreng Dipusingkan Kebijakan HET

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Intervensi pemerintah dalam mencukupi ketersediaan minyak goreng (migor) sesuai harga eceran tertinggi (HET) dinilai belum maksimal. Itu seiring implikasi peraturan menteri perdagangan (permendag) tentang kebijakan dan pengaturan ekspor yang belum bisa "mengawinkan" produsen migor dengan produsen minyak mentah (crude palm oil).

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, tidak semua produsen migor bisa mendapatkan harga baku sesuai domestic price obligation (DPO) yang ditetapkan pemerintah. Kondisi itu membuat produsen migor kelimpungan dengan kebijakan HET.

"Pemerintah harus ’mengawinkan’ semua produsen minyak goreng ini dengan semua produsen CPO yang punya kewajiban menyisihkan 20 persen volume ekspor," ucap Yeka, Sabtu (26/2).

Baca Juga:  Polda Kepri Jamin 6 WNI dari Singapura Bukan Suspect Corona

ORI meminta pemerintah memastikan produsen migor mendapatkan pasokan CPO sesuai harga DPO. Terutama yang akan diolah untuk migor jenis curah yang banyak diperlukan usaha kecil dan mikro serta rumah tangga berpendapatan rendah. "Jenis migor itu perlu dipastikan ketersediaannya," ujarnya.

Untuk solusi jangka pendek, Yeka mendesak pemerintah segera mengambil langkah strategis agar kelangkaan migor di tengah masyarakat bisa teratasi. Terlebih, sebentar lagi memasuki Ramadan dan Idulfitri. "Ombudsman juga akan terus melakukan pemantauan harga minyak goreng hingga stabil sesuai yang ditetapkan oleh pemerintah," ujarnya.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman menyatakan, volume ekspor CPO mengalami penurunan pada Januari dan Februari 2022. "Volume ekspor CPO Januari hingga 24 Februari ini hanya 4,04 juta metrik ton dengan pendapatan Rp6,22 triliun," sebutnya.

Baca Juga:  Memilih Casing Ponsel Tak Boleh Sembarangan, Ini Alasannya

Terkait kelangkaan migor sesuai HET, lanjut Eddy, itu terjadi lantaran masa penyesuaian pasar terhadap kebijakan intervensi pemerintah saat ini. "Saat ini sedang masa transisi di mana produsen mencari bahan baku yang sesuai DPO untuk memproduksi minyak goreng HET,” jelasnya.

Sependapat dengan Yeka, Eddy mengatakan, pemerintah perlu mempertemukan produsen migor dengan produsen CPO sesuai harga DPO. Pun, diperlukan penyiapan rantai pasok migor HET. Misalnya, dengan melibatkan Perum Bulog dalam hal distribusi migor HET hingga masyarakat bawah.(tyo/c17/fal/jpg)

 

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Intervensi pemerintah dalam mencukupi ketersediaan minyak goreng (migor) sesuai harga eceran tertinggi (HET) dinilai belum maksimal. Itu seiring implikasi peraturan menteri perdagangan (permendag) tentang kebijakan dan pengaturan ekspor yang belum bisa "mengawinkan" produsen migor dengan produsen minyak mentah (crude palm oil).

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, tidak semua produsen migor bisa mendapatkan harga baku sesuai domestic price obligation (DPO) yang ditetapkan pemerintah. Kondisi itu membuat produsen migor kelimpungan dengan kebijakan HET.

"Pemerintah harus ’mengawinkan’ semua produsen minyak goreng ini dengan semua produsen CPO yang punya kewajiban menyisihkan 20 persen volume ekspor," ucap Yeka, Sabtu (26/2).

Baca Juga:  Absensi di Pemko Dumai Pakai QR Code

ORI meminta pemerintah memastikan produsen migor mendapatkan pasokan CPO sesuai harga DPO. Terutama yang akan diolah untuk migor jenis curah yang banyak diperlukan usaha kecil dan mikro serta rumah tangga berpendapatan rendah. "Jenis migor itu perlu dipastikan ketersediaannya," ujarnya.

Untuk solusi jangka pendek, Yeka mendesak pemerintah segera mengambil langkah strategis agar kelangkaan migor di tengah masyarakat bisa teratasi. Terlebih, sebentar lagi memasuki Ramadan dan Idulfitri. "Ombudsman juga akan terus melakukan pemantauan harga minyak goreng hingga stabil sesuai yang ditetapkan oleh pemerintah," ujarnya.

- Advertisement -

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman menyatakan, volume ekspor CPO mengalami penurunan pada Januari dan Februari 2022. "Volume ekspor CPO Januari hingga 24 Februari ini hanya 4,04 juta metrik ton dengan pendapatan Rp6,22 triliun," sebutnya.

Baca Juga:  Ajak Masyarakat Salat Gerhana Bulan

Terkait kelangkaan migor sesuai HET, lanjut Eddy, itu terjadi lantaran masa penyesuaian pasar terhadap kebijakan intervensi pemerintah saat ini. "Saat ini sedang masa transisi di mana produsen mencari bahan baku yang sesuai DPO untuk memproduksi minyak goreng HET,” jelasnya.

- Advertisement -

Sependapat dengan Yeka, Eddy mengatakan, pemerintah perlu mempertemukan produsen migor dengan produsen CPO sesuai harga DPO. Pun, diperlukan penyiapan rantai pasok migor HET. Misalnya, dengan melibatkan Perum Bulog dalam hal distribusi migor HET hingga masyarakat bawah.(tyo/c17/fal/jpg)

 

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Intervensi pemerintah dalam mencukupi ketersediaan minyak goreng (migor) sesuai harga eceran tertinggi (HET) dinilai belum maksimal. Itu seiring implikasi peraturan menteri perdagangan (permendag) tentang kebijakan dan pengaturan ekspor yang belum bisa "mengawinkan" produsen migor dengan produsen minyak mentah (crude palm oil).

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, tidak semua produsen migor bisa mendapatkan harga baku sesuai domestic price obligation (DPO) yang ditetapkan pemerintah. Kondisi itu membuat produsen migor kelimpungan dengan kebijakan HET.

"Pemerintah harus ’mengawinkan’ semua produsen minyak goreng ini dengan semua produsen CPO yang punya kewajiban menyisihkan 20 persen volume ekspor," ucap Yeka, Sabtu (26/2).

Baca Juga:  Mengurus Penderita Gangguan Jiwa

ORI meminta pemerintah memastikan produsen migor mendapatkan pasokan CPO sesuai harga DPO. Terutama yang akan diolah untuk migor jenis curah yang banyak diperlukan usaha kecil dan mikro serta rumah tangga berpendapatan rendah. "Jenis migor itu perlu dipastikan ketersediaannya," ujarnya.

Untuk solusi jangka pendek, Yeka mendesak pemerintah segera mengambil langkah strategis agar kelangkaan migor di tengah masyarakat bisa teratasi. Terlebih, sebentar lagi memasuki Ramadan dan Idulfitri. "Ombudsman juga akan terus melakukan pemantauan harga minyak goreng hingga stabil sesuai yang ditetapkan oleh pemerintah," ujarnya.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman menyatakan, volume ekspor CPO mengalami penurunan pada Januari dan Februari 2022. "Volume ekspor CPO Januari hingga 24 Februari ini hanya 4,04 juta metrik ton dengan pendapatan Rp6,22 triliun," sebutnya.

Baca Juga:  Perhatian, Penderita Diabetes Rentan Terinfeksi Korona

Terkait kelangkaan migor sesuai HET, lanjut Eddy, itu terjadi lantaran masa penyesuaian pasar terhadap kebijakan intervensi pemerintah saat ini. "Saat ini sedang masa transisi di mana produsen mencari bahan baku yang sesuai DPO untuk memproduksi minyak goreng HET,” jelasnya.

Sependapat dengan Yeka, Eddy mengatakan, pemerintah perlu mempertemukan produsen migor dengan produsen CPO sesuai harga DPO. Pun, diperlukan penyiapan rantai pasok migor HET. Misalnya, dengan melibatkan Perum Bulog dalam hal distribusi migor HET hingga masyarakat bawah.(tyo/c17/fal/jpg)

 

 

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari