JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Polri terus membidik pinjaman online (pinjol) ilegal. Kemarin (25/10), Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) membongkar pinjol ilegal Pinjaman Nasional. Aplikasi Pinjaman Nasional ini merupakan salah satu pinjol ilegal yang memyebabkan seorang warga Wonogiri berinisial WPS tewas bunuh diri karena diteror.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Helmy Santika menjelaskan, setelah mengetahui adanya warga Wonogiri yang bunuh diri karena pinjol ilegal, petugas melakukan penyelidikan dan penyidikan. Diketahui, korban awalnya hanya mengajukan pinjaman dari satu aplikasi Pinjaman Nasional. "Aplikasi ini dikelola koperasi simpan pinjam Solusi Andalan Bersama," tuturnya.
Pinjaman korban itu dengan nilai Rp 1,2 juta dan masa pembayaran 91 hari hingga 140 hari. Namun, justru pinjaman dari berbagai pinjol ilegal masuk ke rekening korban dengan setidaknya ada delapan pinjol ilegal. Yakni, pinjam dompet, rupiah hidup, injaman lancar, dompet petir, fulus cerdas, pinjam saja, dan uang kawan. "Jumlahnya bervariasi antara Rp1,2 juta hingga Rp1,6 juta," terangnya.
Jatuh tempo pembayaran hanya tujuh hari, berbeda dengan masa pembayaran yang diajukan. Dia mengatakan, setelahnya korban tidak mempedulikan, tapi muncul teror berupa pencemaran nama baik yang akhirnya memicu korban melakukan tindakan bunuh diri. "Ternyata Pinjaman Nasional itu merupakan induk dari delapan pinjol ilegal tersebut," urainya.
Petugas lantas menangkap JS, MDA, dan SR. Dari ketiganya dan saksi-saksi lainnya diketahui bahwa aplikasi pinjaman nasional ini dikelola oleh koperasi simpan pinjam Solusi Andalan Bersama. Helmy menjelaskan, JS ini merupakan fasilitator yang membantu seorang warga negara Tiongkok untuk membangun pinjol ilegal dengan modus KSP Solusi Andalan Bersama.
"Dari hasil pemeriksaan, JS ini telah membantu membuat lebih dari 95 KSP untuk pinjol ilegal," terangnya.
Dia mengatakan, setelah ditelusuri 90 KSP yang dibuat JS itu ternyata fiktif. Untuk fenomena itu, Bareskrim akan berkoordinasi dengan kementerian terkait. "Intinya, akta KSP dan NPWP yang dibuat itu hanya sebagai syarat," tuturnya.
Untuk MDA berperan sebagai ketua KSP Solusi Andalan Bersama. Dia menjelaskan, dari MDA disita dua rekening bank dengan jumlah Rp20,4 miliar dan Rp11 miliar. Kedua rekening itu atas nama KSP Solusi Andalan Bersama.
"Untuk SR merupakan salah satu karyawan yang bekerja di KSP. Ketiganya sudah menjadi tersangka," paparnya.
Sementara Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, modus berbagai pinjol ilegal bervariasi. Sehingga masyarakat harus waspada terhadap link atau iklan yang menawarkan pinjaman murah saat membuka website. "Jangan asal atau buru-buru diklik. Karena ketika itu diklik bisa menyedot data-data yang tersimpan di smartphone," katanya kepada JPG.
Terkadang, korban bukan langsung mengakses pinjol ilegal. Tapi ketika mengunduh aplikasi lain yang memanfaatkan data pribadi penggunaan untuk diperjualbelikan. Tak ayal, marak transfer dana gaib pinjol ilegal yang meresahkan. Korban tidak merasa melakukan kontrak pinjaman tapi uangnya masuk.
"Nah, itu yang kemudian harus ada sanksi pidana bagi para oknum aplikasi yang melakukan pengambilalihan data secara sengaja," tegasnya.
Makanya, lulusan University Of Bradford itu mendorong rancangan undang-undang (RUU) perlindungan data pribadi. Harus ada sanksi yang cukup berat bagi yang terbukti melakukan manipulasi data. Termasuk manipulasi kontrak.
Bhima menilai, pemberantasan pinjol ilegal dengan cara penangkapan karyawan dan debt collector saja tidak cukup. Aparat harus membongkar tuntas sampai otak pelaku dan sindikatnya. Data Kemenkominfo menunjukkan, 78 persen pinjol ilegal beroperasi dengan server di luar negeri.
"Jadi ini sudah kejahatan trans nasional. Maka solusinya perkuat kerja sama internasional untuk adili otak pelaku pinjol," ujarnya.
Di sisi lain, perlunya edukasi ke masyarakat secara masif. Masalahnya, media pemasaran pinjol ilegal selama ini masih menggunakan short message service (SMS). Sedangkan, literasi keuangan oleh stakeholder melalui cara-cara yang lain. Nah, pemerintah seharusnya bisa memakai SMS juga agar masyarakat jangan tergoda dengan pinjol ilegal. Jika tidak demikian, pasti akan kalah cepat dengan marketing pinjol.
Pemerintah bisa kerjasama dengan pihak operator telekomunikasi untuk edukasi yang masif. Juga menggandeng institusi pendidikan, tokoh masyarakat dan lembaga keagamaan. Semua sumberdaya harus dikerahkan. Sebab, kasus pinjol ilegal sudah akut dan meneror masyarakat di semua lapisan. "Karyawan bank saja bisa jadi korban pinjol ilegal," tandas Bhima.(idr/han/jpg)