Kamis, 19 September 2024

Ancam Rektor, Haris Azhar: Menristekdikti Sudah Jadi Agen Represif

JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Masifnya aksi penolakan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Rancangan Undang-Undang (RUU) kontroversial seperti RKUHP dan RUU Pemasyarakatan (PAS) oleh kelompok mahasiswa tidak didengar oleh pemerintah. Namun, pemerintah melalui Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir, mengancam rektor untuk dapat mencegah mahasiswa melakukan aksi demonstrasi.

Direktur Lokataru Foundation Haris Azhar menilai, sikap pemerintah yang menekan aspirasi publik dengan cara membungkam penyampaian di muka umum merupakan tindakan otoriter. Menurutnya, hal itu merupakan langkah represif pemerintah terhadap sejumlah aksi demontrasi terkait penolakan UU KPK dan sejumlah RUU kontroversial.

“Makin otoriter saja pemerintah kita saat ini. Ciri-ciri pemerintahan otoriter adalah menggunakan segala cara untuk menghalau, menekan, atau melawan suara publik. Dalam hal ini Menristekdikti sudah jadi agen represif,” kata Haris melalui pesan singkatnya, Kamis (26/9).

Baca Juga:  BIN Siapkan 9.000 Dosis Vaksin per Hari

Padahal tugas Menristekdikti Mohammad Nasir tak lain adalah untuk meningkatkan mutu kualitas perguruan tinggi. Haris menyesalkan pernyataan represif yang dikeluarkan Nasir tersebut.

“Sementara aksi mahasiswa adalah wujud dari intelektualitas. Jika kampus diminta cegah mahasiswa demontrasi, itu adalah bentuk pengkhianatan Menristekdikti pada kecerdasan mahasiswa,” sesal Haris.

- Advertisement -

Haris pun menyesalkan tindakan represif terhadap mahasiswa yang disisir karena melakukan aksi unjuk rasa. Padahal mengeluarkan pendapat di muka umum telah diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998.

“Termasuk sweeping. Apa dasar sweeping? Kalau semua yang demo ditangkap, apakah itu artinya demonstrasi adalah kejahatan?” tegas Haris.

- Advertisement -

Sebelumnya, Menristekdikti Mohammad Nasir meminta para rektor untuk mencegah mahasiswa melakukan demo. Jika gagal, dia mengancam akan memberi sanksi.

Baca Juga:  Insentif Ekonomi Diperlukan untuk Menopang Daya Hidup Pers saat Krisis Masa Pandemi

Sanksi bagi rektor tergantung pada kondisinya. Jika terbukti melakukan pengerahan, sanksinya akan keras.

“Sanksi keras ada dua, bisa SP (Surat Peringatan) pertama, SP dua. Kalau sampai menyebabkan kerugian pada negara dan sebagainya ini bisa tindakan hukum,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/9).

Nasir mengatakan, pihaknya akan fokus pada rektor selaku pimpinan. Jika rektor tidak berhasil menertibkan para dosen, maka rektorlah yang bertanggungjawab.

Menurut Nasir, aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa bukanlah cara yang tepat. Sebab, pihaknya khawatir ada kelompok lain yang memanfaatkan situasi tersebut.

“Kalau saya lihat ada sebagian yang murni, ada yang sebagian ditunggangi. Gak jelas ini, karena ikut campur di dalamnya,” tukasnya.

Editor:Deslina
sumber: jawapos.com

JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Masifnya aksi penolakan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Rancangan Undang-Undang (RUU) kontroversial seperti RKUHP dan RUU Pemasyarakatan (PAS) oleh kelompok mahasiswa tidak didengar oleh pemerintah. Namun, pemerintah melalui Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir, mengancam rektor untuk dapat mencegah mahasiswa melakukan aksi demonstrasi.

Direktur Lokataru Foundation Haris Azhar menilai, sikap pemerintah yang menekan aspirasi publik dengan cara membungkam penyampaian di muka umum merupakan tindakan otoriter. Menurutnya, hal itu merupakan langkah represif pemerintah terhadap sejumlah aksi demontrasi terkait penolakan UU KPK dan sejumlah RUU kontroversial.

“Makin otoriter saja pemerintah kita saat ini. Ciri-ciri pemerintahan otoriter adalah menggunakan segala cara untuk menghalau, menekan, atau melawan suara publik. Dalam hal ini Menristekdikti sudah jadi agen represif,” kata Haris melalui pesan singkatnya, Kamis (26/9).

Baca Juga:  Insentif Ekonomi Diperlukan untuk Menopang Daya Hidup Pers saat Krisis Masa Pandemi

Padahal tugas Menristekdikti Mohammad Nasir tak lain adalah untuk meningkatkan mutu kualitas perguruan tinggi. Haris menyesalkan pernyataan represif yang dikeluarkan Nasir tersebut.

“Sementara aksi mahasiswa adalah wujud dari intelektualitas. Jika kampus diminta cegah mahasiswa demontrasi, itu adalah bentuk pengkhianatan Menristekdikti pada kecerdasan mahasiswa,” sesal Haris.

Haris pun menyesalkan tindakan represif terhadap mahasiswa yang disisir karena melakukan aksi unjuk rasa. Padahal mengeluarkan pendapat di muka umum telah diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998.

“Termasuk sweeping. Apa dasar sweeping? Kalau semua yang demo ditangkap, apakah itu artinya demonstrasi adalah kejahatan?” tegas Haris.

Sebelumnya, Menristekdikti Mohammad Nasir meminta para rektor untuk mencegah mahasiswa melakukan demo. Jika gagal, dia mengancam akan memberi sanksi.

Baca Juga:  Kapolda Riau Ajak Ikatan Keluarga Sumatera Bagian Selatan Perkuat Silaturahmi

Sanksi bagi rektor tergantung pada kondisinya. Jika terbukti melakukan pengerahan, sanksinya akan keras.

“Sanksi keras ada dua, bisa SP (Surat Peringatan) pertama, SP dua. Kalau sampai menyebabkan kerugian pada negara dan sebagainya ini bisa tindakan hukum,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/9).

Nasir mengatakan, pihaknya akan fokus pada rektor selaku pimpinan. Jika rektor tidak berhasil menertibkan para dosen, maka rektorlah yang bertanggungjawab.

Menurut Nasir, aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa bukanlah cara yang tepat. Sebab, pihaknya khawatir ada kelompok lain yang memanfaatkan situasi tersebut.

“Kalau saya lihat ada sebagian yang murni, ada yang sebagian ditunggangi. Gak jelas ini, karena ikut campur di dalamnya,” tukasnya.

Editor:Deslina
sumber: jawapos.com

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari