JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam melalui Ketua Bidang Sosial dan Kesejahteraan Masyarakat, Imam Rinaldi Nasution menanggapi persoalan BNPB dan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Bencana (RUU PB).
Hal ini terjadi disaat Menteri Sosial Tri Rismaharini Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR RI, di Senayan, Senin (17/05/2021) lalu.
"Menteri Sosial beberapa kali tidak menyebutkan posisi BNPB secara utuh bagaimana. BNPB sebagai lembaga non departemen yang langsung bertanggung jawab kepada presiden seharusnya dibahas sebagai landasan pasti," kata Ketua Bidang Sosial dan Kesejahteraan Masyarakat, Imam Rinaldi Nasution dalam kepada wartawan, Selasa (25/5/2021).
Kata dia, RUU Penanggulangan Bencana ini jangan sampai mengganggu wilayah kerja BNPB yang sudah ada. Ia meminta Kementerian Sosial juga harus memperjelas draf ajuan dari pemerintah tentang PB. Untuk itu HMI mendorong agar persoalan disegerakan mendapat titik temu antara panja pemerintah dengan panja komisi VIII DPR RI.
"Saya mengikuti perkembangan RUU ini, saya melihat komisi VIII ingin memperkuat posisi BNPB dan kita sepakat dengan itu. Misalnya selain PB, penguatan mitigasi dan preventif menjadi masukan tambahan penguatan BNPB. Yang paling penting soal anggaran, bahwasanya komisi VIII sepakat dengan 2 persen anggaran APBN dan APBD untuk BNPB," katanya.
"Soal anggaran ini kan sudah pernah disampaikan oleh Kepala BNPB, Doni Monardo, bahwa setiap tahun anggaran lembaga ini diturunkan. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi hari esok disetiap daerah-daerah, karena itu BNPB harus diperkuat agar fungsi BNPB berjalan dengan baik. Sama-sama kita ketahui fungsi BNPB sebagai perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien dan pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh," jelasnya.
Dia menuturkan, terkait RUU PB jika BNPB dimasukkan dalam Draf Inventarisasi Masalah (DIM), fungsinya ini akan semakin terarah meskipun ada kebijakan diluar lembaga BNPB terkait penanggulangan bencana. Hal-hal seperti ini kan perlu menjadi pertimbangan dari panja pemerintah agar tidak benturan diwilayah tekhnis.
"Perlu diketahui lembaga BNPB dibentuk dari undang-undang, Jika problem solvingnya adalah perpres ini suatu kerancuan dalam hukum tata negara, perpres itu kan aturan dibawah undang-undang. Dalam hukum berlaku azas lex posterior derogate lex priori, hukum yang lebih baru mengesampingkan hukum yang lebih lama," terangnya.
Lebih lanjut sambung Imam, Indonesia sebagai negara yang kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografisnya mengakibatkan rentan terjadi bencana. Indonesia yang berada di wilayah tropis dengan bentuk negara kepulauan sehingga menghadapi potensi bencana alam. Bencana alam yang sering terjadi seperti hujan ekstrim, banjir, tanah longsor, kekeringan, angin puting beliung dan lainnya.
"Masalahnya RUU PB tidak secara ekspilsit membahas peniadaan, pembubaran, atau perubahan BNPB yang secara lembaga lahir dari sebuah undang-undang. Jadi perlu perhatian lah terkait perdebatan RUU PB," pungkasnya.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: E Sulaiman