TOKYO (RIAUPOS.CO) – Pemerintah Jepang telah menetapkan pencabutan status darurat nasional virus corona pada Senin (25/5/2020). Perdana Menteri Shinzo Abe mengumumkan keputusan itu malam tadi usai mendapat persetujuan dari komite parlemen.
Dilansir dari Japan Times, Menteri Ekonomi Yasutoshi Nishimura menyebut kebijakan itu diambil usai kurva penambahan kasus di Tokyo masih di bawah ambang batas 70 yang telah digariskan oleh pemerintah. Ambang batas ini sebagai penunjuk keadaan darurat.
Merespons perkembangan kasus corona di Jepang, Profesor Kebijakan Publik di Universitas Hokkaido, Kazuto Suzuki, mengungkapkan, Jepang memiliki model penanganan kasus yang baik. Jepang menurut intens melakukan pendekatan berbasis klaster yang ternyata dinilai berhasil.
"Pendekatan berbasis klaster ini dikondisikan pada lingkungan di mana hanya ada beberapa orang yang terinfeksi dan klaster terdeteksi pada tahap awal," kata dia melalui kolom yang ditulis di Japan Times, (28/4) lalu.
"Pada bulan Februari, ketika penyebaran infeksi diamati di Hokkaido, pendekatan berbasis klaster diadopsi. Akibatnya, Hokkaido berhasil menahan wabahnya," imbuhnya.
Menyusul keberhasilannya di Hokkaido, pendekatan berbasis klaster diadopsi secara nasional. Suzuki juga mengatakan Jepang lebih memilih menaati physical distancing, didukung perilaku seperti berjabatan tangan, berpelukan dan berciuman, dan bentuk kontak fisik lainnya bukan bagian dari salam tradisional Jepang.
Padahal status darurat nasional Jepang sangat berbeda dengan lockdown yang digaungkan negara lain. Status darurat di Jepang tidak mengikat warga sehingga masih memungkinkan melakukan perjalanan, termasuk bekerja di kantor meski jam kerjanya dikurangi.
Suzuki menyatakan model Jepang didasarkan pada kondisi geografis dan sosial di negara tersebut dan tidak selalu berhasil diterapkan di negara lain.
"Pendekatan serupa diambil oleh Korea Selatan dan Singapura dengan sistem pelacakan pribadi yang lebih canggih, yang meningkatkan masalah privasi. Tapi Jepang memperkenalkan sistemnya sendiri," ujarnya.
Tokyo tercatat mengalami penurunan kasus infeksi dalam beberapa pekan terakhir. Tokyo melaporkan 14 kasus baru pada Ahad (24/5), tertinggi sejak 16 Mei, setelah hanya dua kasus yang dikonfirmasi pada Sabtu sebelumnya. Total untuk tujuh hari terakhir adalah 50 kasus baru.
Landainya penambahan kasus membuat Menteri Ekonomi Yasutoshi Nishimura membuka mobilitas warga di Jepang. Namun, Nishimura menegaskan pemerintah masih terus memperketat pengawasan dan penanganan penularan covid-19 sembari menyeimbangkan upaya pencegahan dan dampak covid-19 terhadap kegiatan ekonomi.
"Tidak ada lagi kebutuhan untuk keadaan darurat di setiap bagian di Jepang," kata Nishimura, Senin (25/5).
Sumber: Japan Times/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun