Minggu, 20 April 2025
spot_img

DPR Kecam Rektor Unilak yang Pecat Mahasiswa karena Demo

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Aksi pemecatan mahasiswa alias drop out (DO) oleh rektor di Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, Riau mendapat sorotan dari anggota DPR RI Willy Aditya. Menurutnya, ironi bila hal semacam ini terjadi di masa penuh kebebasan masih ada aksi pemberhentian terhadap mahasiswa oleh petinggi kampus hanya karena menyampaikan pendapat.

“Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi itu hal yang sangat biasa. Rektor didemo oleh mahasiswanya itu biasa. Wong presiden saja didemo, DPR didemo, apalagi cuma seorang rektor,” ungkap Willy di kompleks DPR Senayan Jakarta, Kamis (25/2/2021).

Willy yang juga aktivis 98 ini menambahkan, adanya demonstrasi di lingkungan kampus mestinya disyukuri. Di saat iklim perguruan tinggi lebih banyak berkutat pada rutinitas perkuliahan dan sejenisnya, adanya aksi demonstrasi menunjukkan adanya dinamika kampus.

Menurutnya, aksi demonstrasi adalah bagian dari kebebasan akademik civitas akademika kampus. Dari pada mahasiswanya hanya kuliah, mengisi absen, mengerjakan tugas, atau sekadar bayar uang kuliah saja, kata dia lebih baik jika mahasiswa mewarnai kehidupan kampus dengan demonstrasi.

“Aksi demonstrasi itu menunjukkan adanya kesadaran seorang mahasiswa sebagai bagian dari civitas akademika. Ia juga menunjukkan tanggung jawab moral sebagai orang yang berpendidikan atas dinamika sosial yang terjadi," jelasnya.

Baca Juga:  Kelakuan, Sepasang Kekasih Oral Seks di Halte Bus, Ditangkap dan Jadi Tersangka

“Di dalam demonstrasi kan ada gugatan sekaligus dalih yang harusnya bisa diterima dan dijawab oleh pimpinan kampus dengan sikap ilmiah sekaligus dewasa sebagai insan berpendidikan. Jangan malah men-DO mahasiswanya. Demonstrasi itu justru salah satu ekspresi dari pendidikan itu sendiri,” sambung Willy yang juga pernah di-DO semasa kuliahnya di UGM Yogyakarta.

Bagi dia, kalau hanya karena demonstrasi seorang mahasiswa di-DO, alangkah tidak patutnya dia menjadi seorang rektor. Sebab rektor bukanlah penguasa. Ia adalah pemimpin kampus yang sepatutnya mampu menyelami segala dinamika yang terjadi di kampus sebagai insan yang berilmu pengetahuan.

“Bukan malah berlaku sewenang-wenang,” imbuh Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem itu.

Dia mempertanyakan alasan rektorat memberhentikan mahasiswanya. Bagi Willy, seorang rektor terhadap mahasiswanya itu seperti seorang bapak terhadap anaknya. Bukan seperti pemimpin perusahaan atau organisasi terhadap anak buah atau anggotanya.

Masih dikatakan Willy, pimpinan kampus haruslah memiliki keluasan jiwa untuk menerima dan kearifan pengetahuan untuk bisa memberikan penjelasan kepada anak-anaknya atas suatu persoalan tertentu. Bukan malah mempolisikan anaknya karena kenakalannya. Senakal apapun seorang anak, orang tua hanya patut menghukumnya, dan itupun tetap dalam kerangka pendidikan baginya. 

Baca Juga:  Nenek Tewas Digigit Ular Kobra di Kandang Ayam

“Kan gitu logikanya? Apalagi di lembaga pendidikan seperti di kampus!" tegasnya.

Dia berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merespon kejadian di Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, Riau dan termasuk persoalan yang terjadi di Universitas Bandar Lampung yang belum lama ini terjadi. Dia juga meminta para koleganya di Komisi X DPR RI untuk menginisiasi adanya rapat kerja dengan Mendikbud terkait hal ini.

“Hal semacam ini jangan dianggap sepele lho. Ini terkait kehidupan asasi di dalam lembaga pendidikan tinggi. Di lembaga yang bertugas menjaga kewarasan nalar kehidupan bangsa ini. Kalau di lembaga pendidikan tinggi saja nalar sehatnya sudah terbuang dan justru cara kekuasaan yang bekerja, bagaimana di lembaga yang lain," katanya mengakhiri.

Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: Afiat Ananda

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Aksi pemecatan mahasiswa alias drop out (DO) oleh rektor di Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, Riau mendapat sorotan dari anggota DPR RI Willy Aditya. Menurutnya, ironi bila hal semacam ini terjadi di masa penuh kebebasan masih ada aksi pemberhentian terhadap mahasiswa oleh petinggi kampus hanya karena menyampaikan pendapat.

“Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi itu hal yang sangat biasa. Rektor didemo oleh mahasiswanya itu biasa. Wong presiden saja didemo, DPR didemo, apalagi cuma seorang rektor,” ungkap Willy di kompleks DPR Senayan Jakarta, Kamis (25/2/2021).

Willy yang juga aktivis 98 ini menambahkan, adanya demonstrasi di lingkungan kampus mestinya disyukuri. Di saat iklim perguruan tinggi lebih banyak berkutat pada rutinitas perkuliahan dan sejenisnya, adanya aksi demonstrasi menunjukkan adanya dinamika kampus.

Menurutnya, aksi demonstrasi adalah bagian dari kebebasan akademik civitas akademika kampus. Dari pada mahasiswanya hanya kuliah, mengisi absen, mengerjakan tugas, atau sekadar bayar uang kuliah saja, kata dia lebih baik jika mahasiswa mewarnai kehidupan kampus dengan demonstrasi.

“Aksi demonstrasi itu menunjukkan adanya kesadaran seorang mahasiswa sebagai bagian dari civitas akademika. Ia juga menunjukkan tanggung jawab moral sebagai orang yang berpendidikan atas dinamika sosial yang terjadi," jelasnya.

Baca Juga:  KPK Tegaskan Koruptor Anggaran COVID-19 Bakal Dihukum Mati

“Di dalam demonstrasi kan ada gugatan sekaligus dalih yang harusnya bisa diterima dan dijawab oleh pimpinan kampus dengan sikap ilmiah sekaligus dewasa sebagai insan berpendidikan. Jangan malah men-DO mahasiswanya. Demonstrasi itu justru salah satu ekspresi dari pendidikan itu sendiri,” sambung Willy yang juga pernah di-DO semasa kuliahnya di UGM Yogyakarta.

Bagi dia, kalau hanya karena demonstrasi seorang mahasiswa di-DO, alangkah tidak patutnya dia menjadi seorang rektor. Sebab rektor bukanlah penguasa. Ia adalah pemimpin kampus yang sepatutnya mampu menyelami segala dinamika yang terjadi di kampus sebagai insan yang berilmu pengetahuan.

“Bukan malah berlaku sewenang-wenang,” imbuh Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem itu.

Dia mempertanyakan alasan rektorat memberhentikan mahasiswanya. Bagi Willy, seorang rektor terhadap mahasiswanya itu seperti seorang bapak terhadap anaknya. Bukan seperti pemimpin perusahaan atau organisasi terhadap anak buah atau anggotanya.

Masih dikatakan Willy, pimpinan kampus haruslah memiliki keluasan jiwa untuk menerima dan kearifan pengetahuan untuk bisa memberikan penjelasan kepada anak-anaknya atas suatu persoalan tertentu. Bukan malah mempolisikan anaknya karena kenakalannya. Senakal apapun seorang anak, orang tua hanya patut menghukumnya, dan itupun tetap dalam kerangka pendidikan baginya. 

Baca Juga:  Dana Honorer K2 Diminta Pertanggungjawabannya, Buntut Perseteruan

“Kan gitu logikanya? Apalagi di lembaga pendidikan seperti di kampus!" tegasnya.

Dia berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merespon kejadian di Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, Riau dan termasuk persoalan yang terjadi di Universitas Bandar Lampung yang belum lama ini terjadi. Dia juga meminta para koleganya di Komisi X DPR RI untuk menginisiasi adanya rapat kerja dengan Mendikbud terkait hal ini.

“Hal semacam ini jangan dianggap sepele lho. Ini terkait kehidupan asasi di dalam lembaga pendidikan tinggi. Di lembaga yang bertugas menjaga kewarasan nalar kehidupan bangsa ini. Kalau di lembaga pendidikan tinggi saja nalar sehatnya sudah terbuang dan justru cara kekuasaan yang bekerja, bagaimana di lembaga yang lain," katanya mengakhiri.

Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: Afiat Ananda

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

spot_img

DPR Kecam Rektor Unilak yang Pecat Mahasiswa karena Demo

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Aksi pemecatan mahasiswa alias drop out (DO) oleh rektor di Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, Riau mendapat sorotan dari anggota DPR RI Willy Aditya. Menurutnya, ironi bila hal semacam ini terjadi di masa penuh kebebasan masih ada aksi pemberhentian terhadap mahasiswa oleh petinggi kampus hanya karena menyampaikan pendapat.

“Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi itu hal yang sangat biasa. Rektor didemo oleh mahasiswanya itu biasa. Wong presiden saja didemo, DPR didemo, apalagi cuma seorang rektor,” ungkap Willy di kompleks DPR Senayan Jakarta, Kamis (25/2/2021).

Willy yang juga aktivis 98 ini menambahkan, adanya demonstrasi di lingkungan kampus mestinya disyukuri. Di saat iklim perguruan tinggi lebih banyak berkutat pada rutinitas perkuliahan dan sejenisnya, adanya aksi demonstrasi menunjukkan adanya dinamika kampus.

Menurutnya, aksi demonstrasi adalah bagian dari kebebasan akademik civitas akademika kampus. Dari pada mahasiswanya hanya kuliah, mengisi absen, mengerjakan tugas, atau sekadar bayar uang kuliah saja, kata dia lebih baik jika mahasiswa mewarnai kehidupan kampus dengan demonstrasi.

“Aksi demonstrasi itu menunjukkan adanya kesadaran seorang mahasiswa sebagai bagian dari civitas akademika. Ia juga menunjukkan tanggung jawab moral sebagai orang yang berpendidikan atas dinamika sosial yang terjadi," jelasnya.

Baca Juga:  Pilkada Serentak Disepakati Dilaksanakan 23 September 2020

“Di dalam demonstrasi kan ada gugatan sekaligus dalih yang harusnya bisa diterima dan dijawab oleh pimpinan kampus dengan sikap ilmiah sekaligus dewasa sebagai insan berpendidikan. Jangan malah men-DO mahasiswanya. Demonstrasi itu justru salah satu ekspresi dari pendidikan itu sendiri,” sambung Willy yang juga pernah di-DO semasa kuliahnya di UGM Yogyakarta.

Bagi dia, kalau hanya karena demonstrasi seorang mahasiswa di-DO, alangkah tidak patutnya dia menjadi seorang rektor. Sebab rektor bukanlah penguasa. Ia adalah pemimpin kampus yang sepatutnya mampu menyelami segala dinamika yang terjadi di kampus sebagai insan yang berilmu pengetahuan.

“Bukan malah berlaku sewenang-wenang,” imbuh Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem itu.

Dia mempertanyakan alasan rektorat memberhentikan mahasiswanya. Bagi Willy, seorang rektor terhadap mahasiswanya itu seperti seorang bapak terhadap anaknya. Bukan seperti pemimpin perusahaan atau organisasi terhadap anak buah atau anggotanya.

Masih dikatakan Willy, pimpinan kampus haruslah memiliki keluasan jiwa untuk menerima dan kearifan pengetahuan untuk bisa memberikan penjelasan kepada anak-anaknya atas suatu persoalan tertentu. Bukan malah mempolisikan anaknya karena kenakalannya. Senakal apapun seorang anak, orang tua hanya patut menghukumnya, dan itupun tetap dalam kerangka pendidikan baginya. 

Baca Juga:  Wow... Baru Tayang Saja, John Wick: Chapter 3 Raup Rp800-an Miliar

“Kan gitu logikanya? Apalagi di lembaga pendidikan seperti di kampus!" tegasnya.

Dia berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merespon kejadian di Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, Riau dan termasuk persoalan yang terjadi di Universitas Bandar Lampung yang belum lama ini terjadi. Dia juga meminta para koleganya di Komisi X DPR RI untuk menginisiasi adanya rapat kerja dengan Mendikbud terkait hal ini.

“Hal semacam ini jangan dianggap sepele lho. Ini terkait kehidupan asasi di dalam lembaga pendidikan tinggi. Di lembaga yang bertugas menjaga kewarasan nalar kehidupan bangsa ini. Kalau di lembaga pendidikan tinggi saja nalar sehatnya sudah terbuang dan justru cara kekuasaan yang bekerja, bagaimana di lembaga yang lain," katanya mengakhiri.

Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: Afiat Ananda

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Aksi pemecatan mahasiswa alias drop out (DO) oleh rektor di Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, Riau mendapat sorotan dari anggota DPR RI Willy Aditya. Menurutnya, ironi bila hal semacam ini terjadi di masa penuh kebebasan masih ada aksi pemberhentian terhadap mahasiswa oleh petinggi kampus hanya karena menyampaikan pendapat.

“Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi itu hal yang sangat biasa. Rektor didemo oleh mahasiswanya itu biasa. Wong presiden saja didemo, DPR didemo, apalagi cuma seorang rektor,” ungkap Willy di kompleks DPR Senayan Jakarta, Kamis (25/2/2021).

Willy yang juga aktivis 98 ini menambahkan, adanya demonstrasi di lingkungan kampus mestinya disyukuri. Di saat iklim perguruan tinggi lebih banyak berkutat pada rutinitas perkuliahan dan sejenisnya, adanya aksi demonstrasi menunjukkan adanya dinamika kampus.

Menurutnya, aksi demonstrasi adalah bagian dari kebebasan akademik civitas akademika kampus. Dari pada mahasiswanya hanya kuliah, mengisi absen, mengerjakan tugas, atau sekadar bayar uang kuliah saja, kata dia lebih baik jika mahasiswa mewarnai kehidupan kampus dengan demonstrasi.

“Aksi demonstrasi itu menunjukkan adanya kesadaran seorang mahasiswa sebagai bagian dari civitas akademika. Ia juga menunjukkan tanggung jawab moral sebagai orang yang berpendidikan atas dinamika sosial yang terjadi," jelasnya.

Baca Juga:  Dana Honorer K2 Diminta Pertanggungjawabannya, Buntut Perseteruan

“Di dalam demonstrasi kan ada gugatan sekaligus dalih yang harusnya bisa diterima dan dijawab oleh pimpinan kampus dengan sikap ilmiah sekaligus dewasa sebagai insan berpendidikan. Jangan malah men-DO mahasiswanya. Demonstrasi itu justru salah satu ekspresi dari pendidikan itu sendiri,” sambung Willy yang juga pernah di-DO semasa kuliahnya di UGM Yogyakarta.

Bagi dia, kalau hanya karena demonstrasi seorang mahasiswa di-DO, alangkah tidak patutnya dia menjadi seorang rektor. Sebab rektor bukanlah penguasa. Ia adalah pemimpin kampus yang sepatutnya mampu menyelami segala dinamika yang terjadi di kampus sebagai insan yang berilmu pengetahuan.

“Bukan malah berlaku sewenang-wenang,” imbuh Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem itu.

Dia mempertanyakan alasan rektorat memberhentikan mahasiswanya. Bagi Willy, seorang rektor terhadap mahasiswanya itu seperti seorang bapak terhadap anaknya. Bukan seperti pemimpin perusahaan atau organisasi terhadap anak buah atau anggotanya.

Masih dikatakan Willy, pimpinan kampus haruslah memiliki keluasan jiwa untuk menerima dan kearifan pengetahuan untuk bisa memberikan penjelasan kepada anak-anaknya atas suatu persoalan tertentu. Bukan malah mempolisikan anaknya karena kenakalannya. Senakal apapun seorang anak, orang tua hanya patut menghukumnya, dan itupun tetap dalam kerangka pendidikan baginya. 

Baca Juga:  Pilkada Serentak Disepakati Dilaksanakan 23 September 2020

“Kan gitu logikanya? Apalagi di lembaga pendidikan seperti di kampus!" tegasnya.

Dia berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merespon kejadian di Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, Riau dan termasuk persoalan yang terjadi di Universitas Bandar Lampung yang belum lama ini terjadi. Dia juga meminta para koleganya di Komisi X DPR RI untuk menginisiasi adanya rapat kerja dengan Mendikbud terkait hal ini.

“Hal semacam ini jangan dianggap sepele lho. Ini terkait kehidupan asasi di dalam lembaga pendidikan tinggi. Di lembaga yang bertugas menjaga kewarasan nalar kehidupan bangsa ini. Kalau di lembaga pendidikan tinggi saja nalar sehatnya sudah terbuang dan justru cara kekuasaan yang bekerja, bagaimana di lembaga yang lain," katanya mengakhiri.

Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: Afiat Ananda

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari