Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Andi Putra Mengaku Pinjaman, Hakim-JPU Sebut Tak Logis

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Sidang tindak pidana korupsi (tipikor) dengan terdakwa Bupati nonaktif Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (23/6). Dipimpin Ketua Majelis Hakim Dr Dahlan SH MH, sidang mengagenndakan pemeriksaan terhadap terdakwa.

Dalam sidang tersebut, Andi Putra tetap pada pengakuannya bahwa uang yang diterima sebesar Rp500 juta dari mantan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso adalah uang pinjaman. Padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki bukti dan berkeyakinan itu bukanlah pinjaman. Melainkan pemberian yang berkaitan dengan perpanjang izin hak guna usaha (HGU) perusahaan perkebunan sawit tersebut.

Pada awal sidang, untuk menguak dalil tidak benar dari Andi Putra tersebut JPU menelusuri isi  percakapan WhatsApp yang  menjadi salah satu bukti dalam persidangan. JPU juga menelusuri sejumlah pertemuan dan komunikasi intens antara terdakwa dan Sudarso yang telah lebih dulu dijebloskan ke penjara atas kasus suap ini.

Dalam persidangan itu Andi Putra mengaku ingin meminjam uang sejak awal September 2021. Pada salah satu komunikasi diketahui bahwa Sudarso sudah pensiun. Hal ini menjadi pertanyaan JPU ketika Andi Putra maupun stafnya masih melayani Sudarso yang masih mengurus izin HGU dalam kondisi sudah pensiun. JPU juga bertanya mengapa tidak meminjam uang ke Bank ketika Andi Putra mengaku meminjam karena keperluan mendesak. "Saya sudah pinjam ke Bank Riau sejak dilantik tapi tidak dikabulkan,"  jawab Andi Putra.

JPU juga menelusuri harta kekayaan Andi Putra lewat Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Dalam laporan tersebut Andi Putra memiliki harta kekayaan lebih dari Rp3,7 miliar dengan rincian ada rumah, tiga mobil mewah dan juga kebun sawit. Sementara hutangnya hanya tercatat Rp200 jutaan.

"Ini tidak logis ketika dia punya hutang cuma Rp200 jutaan, tapi pinjam uang Rp500 juta. Harusnya dia bisa jual salah satu mobilnya yang harganya bisa mencapai Rp400 juta. Lalu katanya untuk keperluan mendesak, tapi ini ada rentang waktu yang seharusnya sudah tidak mendesak lagi," komentar JPU KPK Rio Febian di luar persidangan.

Baca Juga:  Dikabarkan Hamil Muda, Ini Jawaban Cut Meyriska

Andi juga mengaku pernah menerima bantuan sebesar Rp200 juta untuk keperluan kampanye. Andi mengaku tahu  bahwa itu adalah uang pribadi Sudarso. Dirinya juga tidak tahu bahwa Sudarso adalah bagian dari PT AA pada saat itu.

Hakim Dahlan mengapresiasi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan JPU terkait dalil pinjaman tersebut. Apalagi dari bukti percakapan, baik antara Andi Putra dan Sudarso maupun antara Sudarso dan Komisaris PT AA Frank, sama sekali tidak mengindikasikan uang Rp500 juta yang diterima Andi Putra dari Sudarso adalah uang pinjaman. Apalagi berdasarkan pengakuan saksi pada sidang sebelumnya, ada mata uang dolar Singapura di antara Rp500 juta tersebut.

Dahlan memulai pertanyaannya dari soal surat rekomendasi yang berujung penyuapan dalam perkara ini. Dahlan bertanya apakah Andi Putra setuju dengan pemberian rekomendasi dalam kaitan izin HGU. Andi Putra menjawab belum setuju. "Tapi WA Sudarso bertanya soal surat rekom. "Izin pak bisa saya menghadap, bisa siang ini diambil surat rekom pak". Ini berarti sudah ada komitmen," kata Dahlan. Namun Andi Putra menjawab tidak ada komitmen.

Mendengarkan itu, Dahlan langsung menimpali bahwa jika dipahami dari segi tata bahasa, percakapan lewat WhatsApp itu dapat dengan mudah dipahami bahwa sudah ada komitmen atau persetujuan rekom atau tidak. "Dari tata bahasa saja, kalau belum menyetuji pasti bahasanya tidak seperti ini. Dalam percakapan ini ada kalimat "rekom bisa siang ini diambil." Dari bahasa saja sudah berbeda. Dari bahasa itu bisa kita simpulkan bahwa ada sesuatu sebelumnya," kata Dahlan.

Kemudian Dahlan menyinggung pertanyaam JPU yang tidak bisa dijelaskan Andi Putra terkait keperluan pinjaman Rp500 juta itu untuk apa. Alasan keperluan pribadi dalam persidangan, kata Dahlan, tetap harus dijelaskan dengan bukti. "Saudara tidak bisa membuktikan, itu yang ditanyakan JPU, tapi saudara lari. Keperluan mendesak apa, suadara yang mengendalilkan, tidak perlu ada yang ditutupi, dalil yang anda katakan utang itu  jadi abu-abu. Dalil punya keperluan silakan itu urusan pribadi, tapi ini perkara,  harus dibuktikan," kata Dahlan.

Baca Juga:  Rokok Produksi Batam Makin Mahal

Jika benarpun itu pinjaman, Hakim merasa  heran dengan Andi Putra yang menurutnya menjatuhkan harga dirinya sebagai Bupati. Terlebih dengan harta kekayaan, dari tunjangan operasional yang besar, dari  imej dan jabatan seorang  Bupati, tapi sampai harus sampai meminjam uang Rp500 juta. "Mobil ada tiga bisa jual. Kebun ada bisa dijual. Apakah wajar anda seorang Bupati pinjam Rp500 juta kepada PT AA yang sedang urus HGU. Degan kondisi harta, harga diri Anda sebagai seorang bupati, karena Rp500 juta yang kecil Anda diatur dan didikte," kata Dahlan.

Selama sidang sebelumnya dan sidang kemarin,  baik saksi dari PT AA maupun keterangan dari Andi Putra sendiri, sama-sama tidak dapat menunjukkan bukti bahwa uang Rp500 juta itu adalah sebuah pinjaman. Dahlan juga menyebutkan, ada ketidakwajaran ketika sebuah perusahaan dengan luas ribuan hektar meminjamkan uang tanpa ada perjanjian dan memberikan hutang tapi tidak jelas waktu pengembaliannya. "Tidak logis perusahaan pinjamkan Rp500 juta tanpa bukti. Maka suadara jujur saja, demi kepentingan anda sendiri," Dahlan mengingatkan Andi Putra.

Menanggapi pernyataan hakim tersebut Andi Putra  tetap pada pernyataan sebelumnya bahwa uang itu adalah pinjamannya kepada Sudarso. Dirinya juga tidak tahu bahwa uang itu bersumber dari PT AA dan dikeluarkan lewat persetujuan Komisaris perusahaan yang bernama Frank. Mendengar hal itu Dahlan kembali mengingatkan soal bukti percakapan elektronik antara Frank dan Sudarso. "Ada bukti elektronik bahwa itu adalah pemberian. Dalam percakapan antara  Frank dan Sudarso (ada kalimat)  "Kita dulu kan sudah kasi Rp200 juta". Itu dikasi, bukan pinjam," Dahlan menekankan.

Ketika Andi Putra tetap tidak mengaku uang itu adalah pemberian, Dahlan mempersilahkan JPU untuk memperlihatkan bukti percakapan elektronik kepada Andi Putra yang pada sidang tersebut hadir secara virtual. Usai memperlihatkan barang bukti, Hakim Ketua Dahlan langsung menunda sidang. Sidang akan dilanjutkan kembali pada Kamis (7/7) dengan agenda pembacaan tuntutan.(end)

 

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Sidang tindak pidana korupsi (tipikor) dengan terdakwa Bupati nonaktif Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (23/6). Dipimpin Ketua Majelis Hakim Dr Dahlan SH MH, sidang mengagenndakan pemeriksaan terhadap terdakwa.

Dalam sidang tersebut, Andi Putra tetap pada pengakuannya bahwa uang yang diterima sebesar Rp500 juta dari mantan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso adalah uang pinjaman. Padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki bukti dan berkeyakinan itu bukanlah pinjaman. Melainkan pemberian yang berkaitan dengan perpanjang izin hak guna usaha (HGU) perusahaan perkebunan sawit tersebut.

- Advertisement -

Pada awal sidang, untuk menguak dalil tidak benar dari Andi Putra tersebut JPU menelusuri isi  percakapan WhatsApp yang  menjadi salah satu bukti dalam persidangan. JPU juga menelusuri sejumlah pertemuan dan komunikasi intens antara terdakwa dan Sudarso yang telah lebih dulu dijebloskan ke penjara atas kasus suap ini.

Dalam persidangan itu Andi Putra mengaku ingin meminjam uang sejak awal September 2021. Pada salah satu komunikasi diketahui bahwa Sudarso sudah pensiun. Hal ini menjadi pertanyaan JPU ketika Andi Putra maupun stafnya masih melayani Sudarso yang masih mengurus izin HGU dalam kondisi sudah pensiun. JPU juga bertanya mengapa tidak meminjam uang ke Bank ketika Andi Putra mengaku meminjam karena keperluan mendesak. "Saya sudah pinjam ke Bank Riau sejak dilantik tapi tidak dikabulkan,"  jawab Andi Putra.

- Advertisement -

JPU juga menelusuri harta kekayaan Andi Putra lewat Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Dalam laporan tersebut Andi Putra memiliki harta kekayaan lebih dari Rp3,7 miliar dengan rincian ada rumah, tiga mobil mewah dan juga kebun sawit. Sementara hutangnya hanya tercatat Rp200 jutaan.

"Ini tidak logis ketika dia punya hutang cuma Rp200 jutaan, tapi pinjam uang Rp500 juta. Harusnya dia bisa jual salah satu mobilnya yang harganya bisa mencapai Rp400 juta. Lalu katanya untuk keperluan mendesak, tapi ini ada rentang waktu yang seharusnya sudah tidak mendesak lagi," komentar JPU KPK Rio Febian di luar persidangan.

Baca Juga:  Dikabarkan Hamil Muda, Ini Jawaban Cut Meyriska

Andi juga mengaku pernah menerima bantuan sebesar Rp200 juta untuk keperluan kampanye. Andi mengaku tahu  bahwa itu adalah uang pribadi Sudarso. Dirinya juga tidak tahu bahwa Sudarso adalah bagian dari PT AA pada saat itu.

Hakim Dahlan mengapresiasi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan JPU terkait dalil pinjaman tersebut. Apalagi dari bukti percakapan, baik antara Andi Putra dan Sudarso maupun antara Sudarso dan Komisaris PT AA Frank, sama sekali tidak mengindikasikan uang Rp500 juta yang diterima Andi Putra dari Sudarso adalah uang pinjaman. Apalagi berdasarkan pengakuan saksi pada sidang sebelumnya, ada mata uang dolar Singapura di antara Rp500 juta tersebut.

Dahlan memulai pertanyaannya dari soal surat rekomendasi yang berujung penyuapan dalam perkara ini. Dahlan bertanya apakah Andi Putra setuju dengan pemberian rekomendasi dalam kaitan izin HGU. Andi Putra menjawab belum setuju. "Tapi WA Sudarso bertanya soal surat rekom. "Izin pak bisa saya menghadap, bisa siang ini diambil surat rekom pak". Ini berarti sudah ada komitmen," kata Dahlan. Namun Andi Putra menjawab tidak ada komitmen.

Mendengarkan itu, Dahlan langsung menimpali bahwa jika dipahami dari segi tata bahasa, percakapan lewat WhatsApp itu dapat dengan mudah dipahami bahwa sudah ada komitmen atau persetujuan rekom atau tidak. "Dari tata bahasa saja, kalau belum menyetuji pasti bahasanya tidak seperti ini. Dalam percakapan ini ada kalimat "rekom bisa siang ini diambil." Dari bahasa saja sudah berbeda. Dari bahasa itu bisa kita simpulkan bahwa ada sesuatu sebelumnya," kata Dahlan.

Kemudian Dahlan menyinggung pertanyaam JPU yang tidak bisa dijelaskan Andi Putra terkait keperluan pinjaman Rp500 juta itu untuk apa. Alasan keperluan pribadi dalam persidangan, kata Dahlan, tetap harus dijelaskan dengan bukti. "Saudara tidak bisa membuktikan, itu yang ditanyakan JPU, tapi saudara lari. Keperluan mendesak apa, suadara yang mengendalilkan, tidak perlu ada yang ditutupi, dalil yang anda katakan utang itu  jadi abu-abu. Dalil punya keperluan silakan itu urusan pribadi, tapi ini perkara,  harus dibuktikan," kata Dahlan.

Baca Juga:  Sikapi Penangkapan S, Komisi D DPRD Kampar akan Rapat Internal

Jika benarpun itu pinjaman, Hakim merasa  heran dengan Andi Putra yang menurutnya menjatuhkan harga dirinya sebagai Bupati. Terlebih dengan harta kekayaan, dari tunjangan operasional yang besar, dari  imej dan jabatan seorang  Bupati, tapi sampai harus sampai meminjam uang Rp500 juta. "Mobil ada tiga bisa jual. Kebun ada bisa dijual. Apakah wajar anda seorang Bupati pinjam Rp500 juta kepada PT AA yang sedang urus HGU. Degan kondisi harta, harga diri Anda sebagai seorang bupati, karena Rp500 juta yang kecil Anda diatur dan didikte," kata Dahlan.

Selama sidang sebelumnya dan sidang kemarin,  baik saksi dari PT AA maupun keterangan dari Andi Putra sendiri, sama-sama tidak dapat menunjukkan bukti bahwa uang Rp500 juta itu adalah sebuah pinjaman. Dahlan juga menyebutkan, ada ketidakwajaran ketika sebuah perusahaan dengan luas ribuan hektar meminjamkan uang tanpa ada perjanjian dan memberikan hutang tapi tidak jelas waktu pengembaliannya. "Tidak logis perusahaan pinjamkan Rp500 juta tanpa bukti. Maka suadara jujur saja, demi kepentingan anda sendiri," Dahlan mengingatkan Andi Putra.

Menanggapi pernyataan hakim tersebut Andi Putra  tetap pada pernyataan sebelumnya bahwa uang itu adalah pinjamannya kepada Sudarso. Dirinya juga tidak tahu bahwa uang itu bersumber dari PT AA dan dikeluarkan lewat persetujuan Komisaris perusahaan yang bernama Frank. Mendengar hal itu Dahlan kembali mengingatkan soal bukti percakapan elektronik antara Frank dan Sudarso. "Ada bukti elektronik bahwa itu adalah pemberian. Dalam percakapan antara  Frank dan Sudarso (ada kalimat)  "Kita dulu kan sudah kasi Rp200 juta". Itu dikasi, bukan pinjam," Dahlan menekankan.

Ketika Andi Putra tetap tidak mengaku uang itu adalah pemberian, Dahlan mempersilahkan JPU untuk memperlihatkan bukti percakapan elektronik kepada Andi Putra yang pada sidang tersebut hadir secara virtual. Usai memperlihatkan barang bukti, Hakim Ketua Dahlan langsung menunda sidang. Sidang akan dilanjutkan kembali pada Kamis (7/7) dengan agenda pembacaan tuntutan.(end)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari