JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) secara resmi mengumumkan bergabungnya partai Gerindra ke dalam pemerintahan. Partai berlambang kepa burung garuda itu diberi dua posisi menteri yakni Menteri Pertahanan yang dijabat Prabowo Subianto dan, Menteri Kelautan dan Perikanan yang dijabat Edhy Prabowo.
Keputusan ini menjadi menarik jika ditelisik ke belakang. Sebab, Prabowo merupakan pesaing berat Jokowi dalam memperebutkan kursi presiden di dua ajang Pilpres yaitu Tahun 2014 dan 2019. Namun, dia memutuskan melunak dan legowo menjadi ‘pembantu’ Jokowi atau masuk menjadi menteri Kabinet Indonesia Maju.
Lebih ke belakang, Prabowo juga terbilang salah satu orang yang berjasa dalam karir politik Jokowi. Sebab pada 2012 lalu, Gerindra di bawah kepemimpinan Prabowo menjadi salah satu pengusung Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama dalam Pilkada DKI Jakarta hingga menjadi pemenang.
Karir politik Prabowo ketika dia bergabung dengan Partai Golkar. Pada pilpres 2004, ia sempat mengikuti seleksi Capres di partai pohon beringin itu. Namun, akhirnya kalah dari Wiranto di putaran akhir. Lepas dari Golkar, Prabowo akhirnya memutuskan membentuk partai sendiri bersama adiknya, Hashim Djojohadikusumo, Fadli Zon dan beberapa orang lainnya hingga terbentuk Partai Gerindra.
Di Pilpres 2009, Prabowo diusung untuk mendampingi Megawati Soekarnoputri. Namun, dia gagal menduduki singgasana RI 2. Tak puas hanya menjadi wakil, pada Pilpres 2014, Gerindra mengusung Prabowo sebagai Capres didampingi Hatta Rajasa. Persaingan sengit terjadi dengan Jokowi-Jusuf Kalla. Hingga KPU memutuskan Jokowi menang dengan selisih suara 53,15 persen untuk Jokowi-JK dan 46,85 persen untuk Prabowo-Hatta.
Dua kali gagal nyalon, tak membuat Prabowo patah arang. Di pilpres 2019 dia kembali maju bersama Sandiaga Uno. Lagi-lagi lawannya Jokowi yang didampingi Ma’ruf Amin. Namun, perjuangannya pun masih kandas dengan selisih suara sekitar 16 persen. Setelah menjadi pesaing keras dalam 2 kali pemilu, dan pengkritik vokal Jokowi selama 5 tahun, Prabowo akhirnya melunak. Dia secara resmi menjadi Menteri Pertahanan, di bawah komando Presiden Jokowi.
Kepastian, Prabowo bergabung dengan pemerintah didapat setelah mantan suami Titiek Soeharto itu bersama Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo menemui Jokowi di Istana Negara Jakarta, Minggu (21/10). Dia memutuskan menerima pinangan Jokowi untuk mengisi kursi di Kabinet.
“Kami diminta untuk memperkuat kabinet beliau (Jokowi) dan saya sudah sampaikan keputusan kami dari Partai Gerindra apabila diminta siap membantu. Kali ini resmi diminta dan kami siap membantu,” ucap Prabowo.
Meski begitu, Prabowo saat itu belum membeberkan secara rinci kementerian apa saja yang akan dipimpin olehnya. Namun, dia memberikan sinyal Kementerian Pertahanan (Kemenhan) akan didudukinya. Dan sinyal itu pun terbukti setelah Jokowi mengumumkan secara resmi.
“Saya diminta membantu beliau (Jokowi) di bidang pertahanan dan tadi beliau memberi beberapa pengarahan dan saya akan bekerja serius untuk mencapai sasaran yang ditentukan,” kata dia.
Secara latar belakang, Prabowo memang layak menduduki jabatan Menteri Pertahanan. Sepak terjangnya di bidang keamanan negara sudah terbukti sejak dia pertama kali lulus dari Akademi Militer tahun 1974. Sejak saat itu, kariernya diangkatan bersenjata terbilang moncer.
Jabatan strategis pernah diembannya hingga dia purna dengan pangkat Letnan Jenderal (Letjen). Jabatan itu diantaranya, Danjen Koppasus pada 1995, hingga Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad). Meskipun pada akhirnya dia diberhentikan dari satuan militer pada 1998, tidak semata-mata menghapus rekam jejaknya di TNI.
Dia pernah ditugaskan sebagai komandan pleton pada Grup I/Para Komando yang menjadi bagian dari pasukan operasi Tim Nanggala di Timor Timur. Dia merupakan salah satu komandan pleton termuda dalam operasi tersebut, dengan usia 26 tahun. dalam operasi itu, Ia berperan besar terhadpa penangkapan Nicolai dos Rris Lobato, pemimpin Fretilin. Dengan itu menandakan pula berkahirnya Perlawanan Fretilin terhadap invasi militer Indonesia.
Saat menjadi Danjen Koppasus, Prabowo juga terlibat dalam operais pembebasan sandera Mapenduma. Pada 1981, Prabowo juga memimpin Sat-81/Gultor menyelamatkan sandera penumpang Garuda DC-9 Woyla di Bangkok, Thailand. Operasi ini berhasil menyelamatkan sepuluh dari dua belas orang peneliti yang tergabung dalam ekspedisi Lorentz 95 dan diculik Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Sebagai Pangkostrad, Prabowo berperan membujuk Amien Rais, salah satu tokoh pemimpin gerakan reformasi, untuk membatalkan rencana digelarnya doa bersama di kawasan sekitar Monas untuk alasan keamanan, pada 1998. Pada 14 Mei, ia bertemu dengan beberapa penggerak reformasi seperti Adnan Buyung Nasution, dan Bambang Widjojanto untuk mendiskusikan situasi yang tengah genting.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman