JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pengamat politik Rocky Gerung mengkritisi penanganan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Menurutnya, sejak awal prosedur pengungkapan kasus ini sengaja dibuat rumit agar tak mudah dibongkar.
’’Kan kelihatan dari awal dibikin rumit prosedurnya. Jadi itu soalnya rakyat dibuat jengkel. Jadi tim buat tim, nanti timnya buat tim lagi. Kan itu kedunguan dalam upaya untuk membongkar konspirasi,’’ kata Rocky dalam sebuah diskusi di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (22/7/2019).
Rocky menyampaikan, pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang beranggotakan para pegiat HAM, akademisi, dan pakar menunjukkan bahwa ada variabel non kriminal di dalam kasus Novel.
’’Kalau (kriminal) biasanya kan polisi yang tangani. Jadi tim pencari fakta dibentuk karena variabel standart tidak mungkin dipakai ‎untuk membongkar kasus. Makanya dibikin tim pencari fakta, mesti ada unsur lain selain polisi,’’ ucap Rocky
Setelah enam bulan bekerja, TPF memberikan rekomendasi kepada Kapolri untuk melakukan pendalaman terhadap keberadaan tiga orang yang diduga terkait kasus Novel, dengan membentuk tim teknis dengan kemampuan spesifik.
’’Dan tim pencari fakta bilang, oke sudah kami temukan masalahnya, masalahnya adalah bentuk tim teknis untuk memastikan fakta-fakta itu,’’ jelas dia.
Menurut Rocky, rekomendasi dari TPF bentukan Kapolri justru merumitkan proses pengungkapan kasus Novel. Pasalnya, tim teknis diisi oleh anggota Korps Bhayangkara. Padahal, sejak awal kasus Novel diyakini bukan kasus kriminal murni.
’’Kan dari awal sudah dibilang ini bukan peristiwa kriminal, makanya dibuat tim pencari fakta, kok malah dibalikin lagi ke polisi. Sifat konspiratif selalu ada di dalam membuat TPF,’’ tukasnya.(muhammadridwan)