Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Pemerintah Stop Ekspor Migor dan Bahan Bakunya

JAKARTA, (RIAUPOS.CO) – Persoalan minyak goreng (migor) yang tak kunjung selesai mendorong pemerintah mengambil kebijakan baru. Jumat (22/4) Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan melarang ekspor migor dan bahan bakunya. Keptusan itu diambil setelah Jokowi mengadakan rapat terkait dengan kebutuhan bahan pokok. Aturan tersebut mulai berlaku pekan depan, tepatnya pada 28 April.

Dia menegaskan, kebijakan itu belum ditentukan kapan berakhirnya. Selain itu, Jokowi berkomitmen mengawasi penerapan kebijakan tersebut. Pihaknya berkomitmen akan mengevaluasi kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya. "Agar ketersediaan minyak goreng dalam negeri melimpah dengan harga terjangkau," katanya.

Menanggapi kebijakan pelarangan ekspor migor, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan, pemerintah sejatinya tak perlu mengambil kebijakan stop ekspor.  Menurut Bhima, kebijakan itu bukanlah solusi tepat pada persoalan yang terjadi. "Ini kebijakan yang mengulang kesalahan stop ekspor mendadak komoditas batu bara pada Januari 2022. Yang seharusnya dilakukan cukup kembalikan kebijakan DMO CPO sebesar 20 persen," jelasnya kepada Jawa Pos (JPG), Jumat (22/4).

Sebagaimana diketahui, belum lama ini pemerintah menaikkan kewajiban pemenuhan domestik (domestic market obligation/DMO) atas ekspor CPO (crude palm oil/minyak kelapa sawit) dan turunannya dari 20 persen menjadi 30 persen. Dengan kenaikan DMO dari 20 persen menjadi 30 persen, artinya produsen CPO wajib memasok 30 persen produksinya untuk kebutuhan dalam negeri.

"Kemarin, saat ada DMO, kan isunya soal kepatuhan produsen yang rendah dan berakibat pada skandal gratifikasi yang ditangani Kejagung," ujarnya. Menurut dia, pasokan 20 persen dari total ekspor CPO untuk memenuhi kebutuhan migor sudah lebih dari cukup. Tak tepat bila pelarangan ekspor total justru diberlakukan.

Baca Juga:  Bupati Siak dan Kapolda Letakkan Batu Pertama Pembangunan Ponpes HQW

Bhima menjelaskan, selama ini problem ada dari sisi produsen yang pengawasannya lemah. Semestinya pemerintah bisa memperbaiki aspek pengawasan. Lantas, apakah dengan stop ekspor migor harga akan turun? "Belum tentu harga akan otomatis turun kalau tidak dibarengi dengan kebijakan HET (harga eceran tertinggi) di minyak goreng kemasan. Seharusnya jangan stop ekspor total, tegakkan saja aturan DMO," tegasnya.

Di sisi lain, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan perkembangan penyidikan dugaan korupsi terkait dengan pemberian fasilitas ekspor CPO kemarin. Korps Adhyaksa mengungkapkan bahwa ada 30 saksi yang diperiksa sejauh ini. Penyidik Kejagung juga menyita 650 dokumen yang berkaitan dengan kasus yang ditangani.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menjelaskan, pihaknya juga telah menggeledah 10 tempat. Mulai kantor tiga tersangka swasta, rumah tersangka, hingga ruangan di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Tempat-tempat yang digeledah itu berlokasi di Jakarta, Batam, Medan, dan Surabaya.

Dalam kasus tersebut, Kejagung telah menetapkan empat tersangka. Salah satunya adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana. Selain itu, Febrie menyebut tim penyidik tengah mendalami barang bukti elektronik. Bukti itu memperkuat konstruksi perkara. Terutama terkait dengan kerja sama antara para tersangka.

Dalam bukti itu muncul percakapan tentang kerja sama tersebut. "Penyidik meyakini ada kerja sama antara para tersangka dan para pengusahanya, swastanya," kata Febrie dalam konferensi pers secara daring.

Baca Juga:  Prioritas Program Tapera untuk ASN

Kejagung juga telah berdiskusi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kerugian ekonomi negara yang timbul akibat perbuatan para tersangka. Diskusi dilakukan antara penyidik, ahli, dan auditor. "Ini dilakukan untuk menyamakan persepsi antara penyidik dan rekan-rekan ahli, BPKP, auditor," paparnya.

Sementara itu, Polri memastikan telah mengusut berbagai kasus migor. Total, ada 18 kasus yang tersebar di berbagai daerah. Kasus tersebut terkait dengan pelanggaran izin edar hingga penimbunan migor.

Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Gatot Repli Handoko memerinci, untuk Polda Sumatera Selatan, terdapat satu kasus pengemasan migor curah. Lalu, Polda Jawa Tengah mendapati lima kasus pelaku usaha tanpa izin edar migor. "Bahkan, di Jawa Tengah ada yang ukurannya tidak sesuai dan migor dicampur air," ungkapnya.

Untuk Polda Jawa Timur, terdapat satu kasus penimbunan migor curah. Migor di Jawa Timur dijual dengan harga di atas HET. "Di Banten, ada tiga kasus penimbunan migor," terangnya.

Selanjutnya, Polda Jawa Barat menangani tiga kasus penimbunan migor dan pengemasan migor curah. Lalu, Polda Bengkulu menemukan dua kasus penimbunan dan penjualan di atas HET. "Untuk Polda Sulawesi Selatan, Polda Kalimantan Selatan, dan Polda Sulawesi Tengah masing-masing satu kasus," jelasnya.

Dia mengungkapkan, di Polda Sulawesi Tengah terjadi penimbunan dalam jumlah besar. Keuntungan dari hasil kejahatan itu juga diperkirakan cukup fantastis. "Penimbunan banyak sekali," ujarnya.(dee/lyn/idr/lum/tyo/c14/ttg/jpg)

 

JAKARTA, (RIAUPOS.CO) – Persoalan minyak goreng (migor) yang tak kunjung selesai mendorong pemerintah mengambil kebijakan baru. Jumat (22/4) Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan melarang ekspor migor dan bahan bakunya. Keptusan itu diambil setelah Jokowi mengadakan rapat terkait dengan kebutuhan bahan pokok. Aturan tersebut mulai berlaku pekan depan, tepatnya pada 28 April.

Dia menegaskan, kebijakan itu belum ditentukan kapan berakhirnya. Selain itu, Jokowi berkomitmen mengawasi penerapan kebijakan tersebut. Pihaknya berkomitmen akan mengevaluasi kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya. "Agar ketersediaan minyak goreng dalam negeri melimpah dengan harga terjangkau," katanya.

- Advertisement -

Menanggapi kebijakan pelarangan ekspor migor, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan, pemerintah sejatinya tak perlu mengambil kebijakan stop ekspor.  Menurut Bhima, kebijakan itu bukanlah solusi tepat pada persoalan yang terjadi. "Ini kebijakan yang mengulang kesalahan stop ekspor mendadak komoditas batu bara pada Januari 2022. Yang seharusnya dilakukan cukup kembalikan kebijakan DMO CPO sebesar 20 persen," jelasnya kepada Jawa Pos (JPG), Jumat (22/4).

Sebagaimana diketahui, belum lama ini pemerintah menaikkan kewajiban pemenuhan domestik (domestic market obligation/DMO) atas ekspor CPO (crude palm oil/minyak kelapa sawit) dan turunannya dari 20 persen menjadi 30 persen. Dengan kenaikan DMO dari 20 persen menjadi 30 persen, artinya produsen CPO wajib memasok 30 persen produksinya untuk kebutuhan dalam negeri.

- Advertisement -

"Kemarin, saat ada DMO, kan isunya soal kepatuhan produsen yang rendah dan berakibat pada skandal gratifikasi yang ditangani Kejagung," ujarnya. Menurut dia, pasokan 20 persen dari total ekspor CPO untuk memenuhi kebutuhan migor sudah lebih dari cukup. Tak tepat bila pelarangan ekspor total justru diberlakukan.

Baca Juga:  Makian Jadi Alasan Ringankan Juliari, Saut: Lucu, Itu Kosekuensi karena Korupsi

Bhima menjelaskan, selama ini problem ada dari sisi produsen yang pengawasannya lemah. Semestinya pemerintah bisa memperbaiki aspek pengawasan. Lantas, apakah dengan stop ekspor migor harga akan turun? "Belum tentu harga akan otomatis turun kalau tidak dibarengi dengan kebijakan HET (harga eceran tertinggi) di minyak goreng kemasan. Seharusnya jangan stop ekspor total, tegakkan saja aturan DMO," tegasnya.

Di sisi lain, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan perkembangan penyidikan dugaan korupsi terkait dengan pemberian fasilitas ekspor CPO kemarin. Korps Adhyaksa mengungkapkan bahwa ada 30 saksi yang diperiksa sejauh ini. Penyidik Kejagung juga menyita 650 dokumen yang berkaitan dengan kasus yang ditangani.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menjelaskan, pihaknya juga telah menggeledah 10 tempat. Mulai kantor tiga tersangka swasta, rumah tersangka, hingga ruangan di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Tempat-tempat yang digeledah itu berlokasi di Jakarta, Batam, Medan, dan Surabaya.

Dalam kasus tersebut, Kejagung telah menetapkan empat tersangka. Salah satunya adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana. Selain itu, Febrie menyebut tim penyidik tengah mendalami barang bukti elektronik. Bukti itu memperkuat konstruksi perkara. Terutama terkait dengan kerja sama antara para tersangka.

Dalam bukti itu muncul percakapan tentang kerja sama tersebut. "Penyidik meyakini ada kerja sama antara para tersangka dan para pengusahanya, swastanya," kata Febrie dalam konferensi pers secara daring.

Baca Juga:  Bupati Siak dan Kapolda Letakkan Batu Pertama Pembangunan Ponpes HQW

Kejagung juga telah berdiskusi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kerugian ekonomi negara yang timbul akibat perbuatan para tersangka. Diskusi dilakukan antara penyidik, ahli, dan auditor. "Ini dilakukan untuk menyamakan persepsi antara penyidik dan rekan-rekan ahli, BPKP, auditor," paparnya.

Sementara itu, Polri memastikan telah mengusut berbagai kasus migor. Total, ada 18 kasus yang tersebar di berbagai daerah. Kasus tersebut terkait dengan pelanggaran izin edar hingga penimbunan migor.

Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Gatot Repli Handoko memerinci, untuk Polda Sumatera Selatan, terdapat satu kasus pengemasan migor curah. Lalu, Polda Jawa Tengah mendapati lima kasus pelaku usaha tanpa izin edar migor. "Bahkan, di Jawa Tengah ada yang ukurannya tidak sesuai dan migor dicampur air," ungkapnya.

Untuk Polda Jawa Timur, terdapat satu kasus penimbunan migor curah. Migor di Jawa Timur dijual dengan harga di atas HET. "Di Banten, ada tiga kasus penimbunan migor," terangnya.

Selanjutnya, Polda Jawa Barat menangani tiga kasus penimbunan migor dan pengemasan migor curah. Lalu, Polda Bengkulu menemukan dua kasus penimbunan dan penjualan di atas HET. "Untuk Polda Sulawesi Selatan, Polda Kalimantan Selatan, dan Polda Sulawesi Tengah masing-masing satu kasus," jelasnya.

Dia mengungkapkan, di Polda Sulawesi Tengah terjadi penimbunan dalam jumlah besar. Keuntungan dari hasil kejahatan itu juga diperkirakan cukup fantastis. "Penimbunan banyak sekali," ujarnya.(dee/lyn/idr/lum/tyo/c14/ttg/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari