JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Selama ini pendidikan profesi guru (PPG) tidak dipungut biaya karena disubsidi pemerintah. Namun kali ini ada skema baru yakni PPG mandiri yang berbayar. Biayanya mulai Rp 7,5 juta sampai Rp 8,9 juta per semester.
Sayangnya, saat pendaftaran PPG berbayar itu dibuka, peminatnya sepi. Jumlah pendaftar di bawah kuota yang tersedia sebanyak 12.225 kursi. Sepinya peminat itu diduga karena PPG kali ini memungut biaya dari peserta pendidikan.
Rektor Universitas Terbuka (UT) Ojat Darojat mengatakan sampai saat ini UT belum dilibatkan dalam penyelenggaraan PPG. “Masih sebatas diajak rapat-rapat saja,†katanya di Jakarta Jumat (22/11).
Padahal dengan pengalaman melaksanakan pendidikan jarak jauh, UT bisa menjadi solusi proses PPG yang efisien dengan cara berbasis online. Menurut Ojat perkuliahan berbasis online tentu bisa menekan biaya.
Termasuk jika itu diterapkan dalam program PPG mandiri yang berbayar. Dia mengatakan kalau pemerintah mau melibatkan UT sebagai pelaksana PPG baik yang mandiri maupun subsidi pemerintah, menjadi sebuah solusi.
Sebelumnya kabar minimnya pendaftar PPG berbayar diungkapkan oleh Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemendibud Ismunandar. “Perkembangan PPG 2019 diperpanjang masa pendaftarannya. Mereka tidak mendapatkan beasiswa. Namanya PPG mandiri,†katanya di sela Focus Group Discussion (FGD) Universitas Terbuka (UT) di Jakarta Kamis (21/11).
Program PPG mandiri atau berbayar resmi dibuka mulai tahun ini. Kuotanya mencapai 12.225 orang. Biayanya ditetapkan mulai Rp 7,5 juta sampai Rp 9,5 juta per semester. Di seluruh Indonesia ada 63 kampus negeri dan swasta yang ditunjuk menjalankan PPG berbayar itu. Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan Universitas Negeri Padang mendapatkan kuota paling banyak, masing-masing 675 kursi.
Saat ditanya penyebab minimnya pendaftar PPG berbayar itu, Ismunandar enggan berkomentar. “Saya tidak tahu (penyebabnya, Red). Harus ditanyakan ke panitianya,†kas guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB) itu. Dia menegaskan bahwa pendaftar PPG berbayar itu di bawah kuota, sehingga diperpanjang pendaftarannya.
Dia menghimbau supaya sarjana pendidikan atau sarjana umum yang ingin menjadi guru untuk ikut PPG. Sebab sesuai undang-undang, untuk menjadi guru harus ikut sertifikasi atau pendidikan profesi.
Ismunandar mengakui bahwa saat ini untuk menjadi guru, bahkan guru PNS, tidak disyaratkan wajib lulus PPG. Namun dia mengingatkan ke depan untuk bisa jadi guru hsrus lulus PPG atau memiliki sertifikat profesi guru.
Salah satu perguruan tinggi yang mendapatkan kuota PPG mandiri 2019 adalah Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Ketua Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Unesa Bactiar S. Bachri mengatakan Unesa mendapatkan kuota PPG berbayar sebanyak 350 orang. Dia mengatakan biaya PPG mandiri di Unesa Rp 8,5 juta per semester.
Bachtiar mengungkapkan jadwal pendaftaran PPG berbayar semula ditutup 11 November. Tapi kemudian diperpanjang sampai 15 November. Total pelamar PPG berbayar di Unesa sebanyak 295 orang. Kemudian pelamar uang sudah diverifikasi ada 75 orang.
“Jumlah yang sudah diverifikasi itu jumlah sementara,†katanya.
Pelamar yang lolos verifikasi nanti diseleksi lagi dengan endekatan kriteria sesuai standard uji pengetahuan (UP) PPG. Proses pendidikan profesinya tidak berasrama. Rencananya proses pendidikan dijalankan mulai 13 Januari 2020 dengan kegiatan orientasi awal. Proses pembelajaran dilakukan mulai 16 Januari sampai 16 September 2020.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim menyampaikan analisa penyebab minimnya pendaftar PPG mandiri yang berbayar itu. Dia mengatakan salah satu penyebabnya adalah batasan tahun. “Pendaftat PPG mandiri dibatasi maksimal 30 tahun,†katanya.
Padahal di lapangan banyak guru atau sarjana pendidikan maupun non pendidikan yang ingin disertifikasi. Mereka ingin ikut PPG mandiri. Namun terkendala usia lebih dari 30 tahun. Ramli berharap syarat usia maksimal 30 tahun itu direvisi. Ramli juga berharap PPG untuk guru mata pelajaran produktif diberikan subsidi biaya.