PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Tidak ada harga yang mahal untuk membayar sebuah kepuasan. Ungkapan itu disampaikan kolektor ikan predator Giovandi saat bercerita tentang hobinya. Ya, Gio, begitu sapaan akrab Giovandi, memang sudah keluar uang banyak untuk memboyong ikan predator kesukaannya ke dalam akuarium. Bahkan ia pernah membeli satu ekor ikan seharga Rp20 juta dan hanya berukuran 20 cm. Ikan tersebut berjenis Australian Lungfish.
Sesuai namanya, ikan tersebut berasal dari sungai besar yang melintang di kawasan Selatan Australia. Kini, ikan Australian Lungfish milik Gio sudah dihargai Rp80 juta oleh seorang kolektor. Namun ia enggan melepasnya. Sebab, kepemilikan ikan tersebut sudah sangat jarang. Bahkan bisa dikatakan langka. Faktor kelangkaan memang membuat harga ikan predator melambung. Hal itu juga terjadi pada beberapa jenis ikan lainnya.
"Kalau harga itu ditentukan beberapa hal. Pertama kelangkaan jenis ikan. Kemudian ukuran serta genetik si ikan itu sendiri," ungkap Gio.
Diakui dia, untuk hobinya itu ia harus merogoh kocek dalam-dalam. Bahkan untuk makan ikan dengan jumlah total sebanyak 70 ekor, Gio harus mengeluarkan uang kurang lebih Rp5 juta tiap bulan. Itu hanya untuk pakan ikan. Namun untuk mengimbangi pengeluarannya tersebut, Gio juga kerap menjual ikan yang lahir dan berkembang di aquarium maupun kolam fiber miliknya. Ia kemudian mencontohkan beberapa ekor ikan pari air tawar jenis black diamond yang lahir beberapa waktu lalu.
"Sudah beberapa kali lahiran (ikan pari air tawar, red). Terakhir ini ada sekitar 4 ekor dan itu sudah diminta oleh salah satu reseller di Pekanbaru. Per ekor ditawar Rp3 juta. Ya begitulah caranya mengakali agar pengeluaran tidak bengkak," paparnya.
Selain pakan, Gio juga harus mengeluarkan kocek untuk beberapa item lain. Seperti perbaikan supermega tank yang ia punya. Bahkan Gio mendatangkan langsung hardscaper terkenal dari Jakarta. Yakni The Aquaric Freak yang merupakan penyedia jasa pembuatan hardscape (hiasan di dalam akuarium, red) untuk memperindah supermega tank miliknya. Namun Gio enggan membeberkan berapa uang yang sudah ia keluarkan untuk membangun aquarium raksasa miliknya itu.
Demam ikan predator memang sudah sangat meluas. Bahkan hampir semua penyuka binatang ikut memelihara. Hal itu diungkapkan salah seorang nelayan bernama Benny yang sehari-hari fokus berburu ikan predator lokal. Kepada Riau Pos, ia menyebut bahwa dirinya bersama beberapa teman sudah beralih dari nelayan biasa menjadi nelayan khusus ikan predator. Itu karena untungnya cukup lumayan dibanding jual ikan kiloan di pasar.
"Saya pertama kali itu dapat Channa Maru Riau. Nyari ikan di sungai-sungai Pelalawan. Kemudian pertama dapat per ekornya dihargai Rp250 ribu. Waktu itu saya merasa sudah sangat mahal. Kemudian saya tahu, ikan yang saya jual itu dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi," tuturnya saat berbincang dengan Riau Pos, akhir pekan ini.
Dari pengalaman itu, Benny kemudian menjelajahi sungai-sungai besar di Riau. Bermodalkan jala dan perangkap ikan, ia mencari informasi dengan warga setempat titik paling banyak ikan predator. Semisal Channa Maru yang saat ini sedang booming. Kemudian ada juga ikan predator lainnya semisal Datz Sumatera atau yang beken disebut Tiger Fish. Kemudian ada juga buruan lainnya yang diincar kolektor, yakni ikan sili api atau Fire Eel.
"Sekarang yang jadi target itu pasti Channa. Pokoknya jenis gabus-gabusan itu pasti laku. Yang banyak di Riau ini juga Datz Sumatera sama Sili Api. Penyuka ikan predator menyebutnya Fire Eel. Itu banyak di sini. Tapi susah-susah gampang dapatnya," ujarnya.
Benny menambahkan, dibanding menjual ikan kiloan, menjual ikan predator saat ini jauh lebih menguntungkan. Bahkan ia pernah menjual satu ikan Channa Maru dengan harga Rp3 juta. Itu untuk satu ekor. Hal itulah yang membuat ia bersama teman-temannya mau masuk hutan dan mencari sungai-sungai yang belum terjamah untuk mendapat ikan-ikan berharga tersebut.(nda)