Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Pulau Belimbing, Dusun Seribu Aktor

Kampung, tepatnya disebut desa, dan desa itu bernama Kuok. Desa ini berada di Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar. Tepatnya lagi di Dusun Pulau Belimbing II. Di sinilah ribuan aktor itu telah lahir, tepatnya sejak tahun 1950-an. Jika satu tahun puluhan aktor lahir, bayangkan jika sudah puluhan tahun adanya.

(RIAUPOS.CO) – AKTOR ini tentu bukan seperti aktor-aktor yang dibayangkan. Ini aktor dadakan; ditunjuk di tempat, latihan seadanya di tempat setalah diskusi ringan tentang apa yang akan dilakonkan saat itu juga.Setelah itu mereka tampil ke atas panggung, dan jadilah sebuah pertunjukan sandiwara. Sandiwara ini diberi nama Sandiwara Amal.

Pertunjukan sandiwara itu tetap ada awal ada akhir, ada pembuka dan penutupnya layaknya pertunjukan sandiwara lainnya. Awal atau pembukanya manis, tapi akhirnya bisa tepat, bisa menggantung, bahkan bisa bubar begitu saja. Artinya, jika sudah ‘garing’, tidak menarik lagi, para aktornya kehabisan cerita atau bahan, kehabisan dialog yang akan diucapkan, maka bisa bubar tiba-tiba atau begitu saja. Tentu setelah ada kode antara satu dengan lainnya.

Tapi itulah Sandiwara Amal yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu itu. Ditampilkan setiap tanggal 2 Syawal hingga seminggu ke depannya. Setahun hanya sekali. Jika sudah selesai Ramadan, maka, sandiwara ini seperti sesuatu yang dirindukan kehadirannya. Karena di sinilah masyarakat sekampung berkumpul bersama, menyaksikan sebuah pertunjukan tentang semua yang terjadi di kampungnya.

Pertunjukan ini menjadi ruang ekspresi kebudayaan masyarakat Kuok yang diwariskan secara turun temurun. Sampai kini masih terawat, masih ada, masih bisa disaksikan, makin eksis dan makin dikenal banyak orang, dan yang pasti makin dirindukan.

Bukan hanya soal makna dari hadirnya Sandiwara ini sebagai wadah silaturrahmi dan kebersamaan serta gotongroyong masyarakatnya, tapi juga pengelolaan dan penggunaaan dana yang didapatkan dari Sandiwara Amal tersebut. Sesuai dengan namanya, sandiwara ini memang benar-benar digunakan untuk beramal, sebagai ruang amal bagi masyarakat yang mau beramal. Maka, masyarakat yang hadir dan menonton pertunjukan ini disarankan beramal atau bersedekah.

Sedekah yang dikumpulkan digunakan untuk membantu anak-anak yatim, untuk membangun masjid/musala, untuk memperbaiki sekolah Islam seperti Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) yang ada di kampung itu, bahkan untuk kegiatan sosial lainnya yang dianggap perlu dan layak.

Sandiwara Amal tahun 2022 inipun dilaksanakan kembali, tepatnya tanggal 3 hingga 9 Mei atau tepatnya pada 2 hingga 8 Syawal. Dalam waktu seminggu ini, Dusun Pulau Belimbing II tidak pernah sepi. Persiapan menjelang kegiatan ini juga dilaksanakan dimulai sejak Ramadan.

Tak heran, jika jalan utama yang berada di tepian Sungai Kampar di dusun ini, padat bahkan macet setiap sore hingga pertunjukan di malam harinya selesai. Tua, muda, remaja, lelaki, perempuan, dan anak-anak semuanya keluar rumah, menonton sandiwara amal. Sebab yang menjadi aktor bisa temannya, abangnya, bahkan ayahnya sendiri.

Pertunjukan Sandiwara Amal ini cenderung lucu alias komedi. Isu yang diangkat menjadi konten pertunjukan, semuanya apa yang sehari-hari terjadi di kampung tersebut. Bisa tentang masyarakat yang menjaring ikan, mencari burung hingga tradisi ‘‘mencuri’’ durian yang dibolehkan. Semuanya cerita-cerita lucu yang membuat penonton tertawa terbahak-bahak. Semuanya dihadirkan secara lengkap di atas panggung layaknya pertunjukan teater lainnya, meski tidak sempurna.

Dengan kata lain, dalam Sandiwara Amal ini ada pemeran utamanya, ada pemeran pembantu, kostum yang memang kostum panggung alias bukan kostum biasanya, dan make-up yang benar-benar make-up panggung. Uniknya, semua pemain dalam Sandiwara Amal ini lelaki. Tidak ada satupun yang perempuan. Kalaupun ada yang berperan sebagai perempuan, aktornya tetap lelaki yang dimake-up sebagai perempuan.

Baca Juga:  Padi Reborn, Manggung Malam Tahun Baru

Sutradara dan Aktor Ditunjuk di Tempat
Azmil, salah seorang pemuda di Dusun Belimbing II tersebut tidak bisa menolak ketika dia dan kawan-kawannya diminta naik ke panggung dan membuat pertunjukan Sandiwara Amal pada malam terakhir,9 Mei lalu. Mau tidak mau, Azmil dan kawan-kawan segera membentuk tim, menunjuk sutradara dan pemain pada saat itu juga. Dalam waktu satu hingga dua jam ke depan, Azmil dan kawan-kawannya sudah harus tampil di atas panggung, lengkap dengan konstum dan cerita yang akan disampaikan.

Bukan hanya Azmil, rekan-rekannya yang lain juga mengalami hal yang sama pada malam-malam sebelumnya. Maka, Azmil segera menunjuk para aktor, yang merupakan kawan-kawannya sendiri. Ada enam aktor yang ditunjuknya, 7 termasuk dirinya. Cerita yang ditampilkan tentang hantu buruk atau hantu yang bercerita tentang mereka dan dunia mereka. Semuanya tampil dengan make-up dan konstum hantu serta pocong.

Baru saja naik ke atas panggung, penonton yang memadati halaman sekolah MDA tempat dilaksanakannya pertunjukan malam terakhir itu, langsung riuh. Semuanya tertawa. Bukan hanya di halaman, atas panggung pun penuh. Tidak hanya diisi oleh pemain, tapi juga penonton, terutama anak-anak. Semua merasa terhibur, bahkan aktor yang menjadi hantupun merasa terhibur karena lucu melihat rekannya sendiri saat di atas panggung.

Malam itu, bukan hanya kelompok Azmil saja yang tampil. Ada kelompok lain dengan judul dan cerita yang lain. Ada empat aktor yang naik panggung. Mereka bercerita tentang tradisi yang terjadi di tengah masyarakat Pulau Belimbing saat musim durian tiba, yakni masyarakat dan pemilik kebun sama-sama menunggu durian. Siapa yang dapat durian jatuh terlebih dulu, dia yang berhak membawa pulang durian tersebut. Malam itu benar-benar meriah. Bisa jadi karena malam terakhir dan sore harinya ada lomba panjat pinang. Memang puncak kegembiraan atau pesta masyarakat kampung.

Jika dalam satu malam itu saja ada 11 pemain, bayangkan jika pertunjukan digelar selama 7 malam. Ada puluhan aktor yang lahir setiap tahunnya dari Dusun Belimbing II ini. Mereka para aktor ini dulunya, saat kecilnya, juga penonton layaknya penonton-penonton kecil yang memenuhi panggung tempat mereka bermain. Begitu terus dan begitu terus. Maka, mereka sudah tidak asing dengan sistem dan Sandiwara Amal yang disajikan. Maka saat ditunjuk menjadi sutradara atau pemain, tidak ada yang menolak. Sudah terbiasa.

‘’Ya, harus siap kalau ditunjuk dan diminta tampil Sandiwara Amal. Ini sudah turun temurun. Sudah menjadi kebiasaan di kampung kami. Bahkan saudara-saudara yang merantau di luar negeri banyak yang pulang untuk menyaksikan pertunjukan ini. Kalau tidak pulang, pasti mereka bertanya, apa tahun ini ada Sandiwara Amal, ramai atau tidak dan sebagainya,’’ jelas Azmil yang juga Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) desa tersebut kepada Riau Pos.

Pelaksanaan Sandiwara Amal tahun ini, kata Azmil memang luar biasa meriah dibandingkan sebelum-sebelumnya. Hal ini karena dua tahun sebelumnya masih dalam suasana Covid-19 sehingga tidak dilaksanakan. Suasana yang dirindukan terkait apapun tentang Sandiwara Amal menjadi kerinduan yang tumpah ruah pada tahun ini. Begitu juga dengan konsep pertunjukan dan kuliner atau makanan dan jajanan yang dijual di warung-warung di sekitar lokasi. Sangat padat dan ramai. Semua makanan ada. Masyarakat dan pengunjung tinggal pilih mana yang disukai.

Baca Juga:  Syahnaz Urus Bayi Kembarnya di Rumah Mama

Layaknya teater tradisi, tentu tidak ada dokumentasi yang jelas dalam pertunjukan ini, terutama naskah. Tidak ada naskah yang ditulis sama sekali. Semuanya hanya diceritakan inti-inti ceritanya saja, point-pointnya saja, selebihnya pandai-pandai di atas panggung. Penuh improvisasi. Tak jarang pemain yang satu menertawakan pemain yang lain, dan itu menjadi lelucon bagi penonton. Hiruk pikukpun pecah.

Bukan hanya naskah, blocking dan vokal, semuanya mengalir apa adanya. Membelakangi penonton, dianggap biasa meski panggung yang ada merupakan panggung prosenium. Pengeras suara yang hanya satu kemudian bergantian, ditarik kesana kemari, juga tidak dipermasalahkan. Hal terpenting adalah, bagaimana penonton yang hadir bisa tertawa dan terhibur gembira.

Malam itu memang istimewa. Seluruh masyarakat bisa menyaksikan pertunjukan dengan gratis tanpa biaya. Berbeda dengan enam malam sebelumnya. Panitia memberlakukan tiket dengan harga jual satu tiket Rp6 ribu per orang. Satu malam, tiket yang terjual bisa lebih dari 200 tiket. Maka, ruang MDA yang sebanyak tiga kelas di pusat dusun tersebut menjadi tempat pertunjukan yang istimewa layaknya bioskop. Hasil penjualan tiket inilah yang kemudian didonasikan kepada anak yatim, pembangunan masjid dan lain sebagainya sesuai kesepakatan bersama.

Bagi yang tidak mendapat tiket karena tiket habis, ruang pertunjukan penuh, atau mereka yang tidak mau beli, banyak yang mengintip-intip di luar jendela. Berdesak-desakan, saling himpit. Menjinjit-jintitkan kaki. Mereka merasa asyik-asyik saja, bahkan turut tertawa terbahak jika pertunjukan di dalam ruang itu memang lucu. Suasana inilah yang ternyata dirindukan oleh masyarakat di dusun tersebut.

Direncanakan Jadi Iven Bulanan

Sandiwara Amal tidak hanya ditonton oleh masyarakat Dusun Belimbing II atau Desa Kuok dan sekitarnya. Penonton datang dari berbagai tempat. Ada dari Bangkinang, Pekanbaru, bahkan Sumatera Barat. Setiap tahunnya selalu begitu. Tahun ini, karena dikemas lebih rapi, warung-warung jualan disusun sedemikian rupa sehingga berdampak ekonomi bagi masyarakat, maka, Sandiwara Amal ini direncanakan akan dilaksanakan satu bulan sekali.

Hal ini dinilai tepat karena Dusun Belimbing II juga dikenal sebagai Desa Wisata Pulau Belimbing II. Banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi. Sungainya bisa menjadi arung jeram atau lokasi tubbing, Rumah Lontioknya sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya, kuliner tradisonalnya juga sangat istimewa. Ada Golopuong, ada Bodak Baghondam. Ini menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan setiap tahunnya. Belum lagi jika musim buah tiba. Lengkap.

‘’Memang ada rencana menjadikan Sandiwara Amal ini sebagai pertunjukan setiap bulan. Artinya, dibuat setiap bulan. Jadi wisatawan tahu, o, setiap tanggal sekian ada pertunjukan Sandiwara Amal. Jadi, mereka datang bukan hanya untuk main di sungai, bukan hanya melihat Rumah Lontiok, tapi juga bisa menyaksikan Sandiwara Amal. Tapi ini masih rencana. Karena bagaimanapun, ini berdampak ekonomi bagi masyarakat setempat. Inilah yang kami harapkan,’’ ujar Sukirman, tokoh pemuda Dusun Belimbing II yang pernah menjabat sebagai Ketua Pokdarwis sebelumnya.***

Laporan KUNNI MASROHANTI, Kampar

 

Kampung, tepatnya disebut desa, dan desa itu bernama Kuok. Desa ini berada di Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar. Tepatnya lagi di Dusun Pulau Belimbing II. Di sinilah ribuan aktor itu telah lahir, tepatnya sejak tahun 1950-an. Jika satu tahun puluhan aktor lahir, bayangkan jika sudah puluhan tahun adanya.

(RIAUPOS.CO) – AKTOR ini tentu bukan seperti aktor-aktor yang dibayangkan. Ini aktor dadakan; ditunjuk di tempat, latihan seadanya di tempat setalah diskusi ringan tentang apa yang akan dilakonkan saat itu juga.Setelah itu mereka tampil ke atas panggung, dan jadilah sebuah pertunjukan sandiwara. Sandiwara ini diberi nama Sandiwara Amal.

- Advertisement -

Pertunjukan sandiwara itu tetap ada awal ada akhir, ada pembuka dan penutupnya layaknya pertunjukan sandiwara lainnya. Awal atau pembukanya manis, tapi akhirnya bisa tepat, bisa menggantung, bahkan bisa bubar begitu saja. Artinya, jika sudah ‘garing’, tidak menarik lagi, para aktornya kehabisan cerita atau bahan, kehabisan dialog yang akan diucapkan, maka bisa bubar tiba-tiba atau begitu saja. Tentu setelah ada kode antara satu dengan lainnya.

Tapi itulah Sandiwara Amal yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu itu. Ditampilkan setiap tanggal 2 Syawal hingga seminggu ke depannya. Setahun hanya sekali. Jika sudah selesai Ramadan, maka, sandiwara ini seperti sesuatu yang dirindukan kehadirannya. Karena di sinilah masyarakat sekampung berkumpul bersama, menyaksikan sebuah pertunjukan tentang semua yang terjadi di kampungnya.

- Advertisement -

Pertunjukan ini menjadi ruang ekspresi kebudayaan masyarakat Kuok yang diwariskan secara turun temurun. Sampai kini masih terawat, masih ada, masih bisa disaksikan, makin eksis dan makin dikenal banyak orang, dan yang pasti makin dirindukan.

Bukan hanya soal makna dari hadirnya Sandiwara ini sebagai wadah silaturrahmi dan kebersamaan serta gotongroyong masyarakatnya, tapi juga pengelolaan dan penggunaaan dana yang didapatkan dari Sandiwara Amal tersebut. Sesuai dengan namanya, sandiwara ini memang benar-benar digunakan untuk beramal, sebagai ruang amal bagi masyarakat yang mau beramal. Maka, masyarakat yang hadir dan menonton pertunjukan ini disarankan beramal atau bersedekah.

Sedekah yang dikumpulkan digunakan untuk membantu anak-anak yatim, untuk membangun masjid/musala, untuk memperbaiki sekolah Islam seperti Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) yang ada di kampung itu, bahkan untuk kegiatan sosial lainnya yang dianggap perlu dan layak.

Sandiwara Amal tahun 2022 inipun dilaksanakan kembali, tepatnya tanggal 3 hingga 9 Mei atau tepatnya pada 2 hingga 8 Syawal. Dalam waktu seminggu ini, Dusun Pulau Belimbing II tidak pernah sepi. Persiapan menjelang kegiatan ini juga dilaksanakan dimulai sejak Ramadan.

Tak heran, jika jalan utama yang berada di tepian Sungai Kampar di dusun ini, padat bahkan macet setiap sore hingga pertunjukan di malam harinya selesai. Tua, muda, remaja, lelaki, perempuan, dan anak-anak semuanya keluar rumah, menonton sandiwara amal. Sebab yang menjadi aktor bisa temannya, abangnya, bahkan ayahnya sendiri.

Pertunjukan Sandiwara Amal ini cenderung lucu alias komedi. Isu yang diangkat menjadi konten pertunjukan, semuanya apa yang sehari-hari terjadi di kampung tersebut. Bisa tentang masyarakat yang menjaring ikan, mencari burung hingga tradisi ‘‘mencuri’’ durian yang dibolehkan. Semuanya cerita-cerita lucu yang membuat penonton tertawa terbahak-bahak. Semuanya dihadirkan secara lengkap di atas panggung layaknya pertunjukan teater lainnya, meski tidak sempurna.

Dengan kata lain, dalam Sandiwara Amal ini ada pemeran utamanya, ada pemeran pembantu, kostum yang memang kostum panggung alias bukan kostum biasanya, dan make-up yang benar-benar make-up panggung. Uniknya, semua pemain dalam Sandiwara Amal ini lelaki. Tidak ada satupun yang perempuan. Kalaupun ada yang berperan sebagai perempuan, aktornya tetap lelaki yang dimake-up sebagai perempuan.

Baca Juga:  Padi Reborn, Manggung Malam Tahun Baru

Sutradara dan Aktor Ditunjuk di Tempat
Azmil, salah seorang pemuda di Dusun Belimbing II tersebut tidak bisa menolak ketika dia dan kawan-kawannya diminta naik ke panggung dan membuat pertunjukan Sandiwara Amal pada malam terakhir,9 Mei lalu. Mau tidak mau, Azmil dan kawan-kawan segera membentuk tim, menunjuk sutradara dan pemain pada saat itu juga. Dalam waktu satu hingga dua jam ke depan, Azmil dan kawan-kawannya sudah harus tampil di atas panggung, lengkap dengan konstum dan cerita yang akan disampaikan.

Bukan hanya Azmil, rekan-rekannya yang lain juga mengalami hal yang sama pada malam-malam sebelumnya. Maka, Azmil segera menunjuk para aktor, yang merupakan kawan-kawannya sendiri. Ada enam aktor yang ditunjuknya, 7 termasuk dirinya. Cerita yang ditampilkan tentang hantu buruk atau hantu yang bercerita tentang mereka dan dunia mereka. Semuanya tampil dengan make-up dan konstum hantu serta pocong.

Baru saja naik ke atas panggung, penonton yang memadati halaman sekolah MDA tempat dilaksanakannya pertunjukan malam terakhir itu, langsung riuh. Semuanya tertawa. Bukan hanya di halaman, atas panggung pun penuh. Tidak hanya diisi oleh pemain, tapi juga penonton, terutama anak-anak. Semua merasa terhibur, bahkan aktor yang menjadi hantupun merasa terhibur karena lucu melihat rekannya sendiri saat di atas panggung.

Malam itu, bukan hanya kelompok Azmil saja yang tampil. Ada kelompok lain dengan judul dan cerita yang lain. Ada empat aktor yang naik panggung. Mereka bercerita tentang tradisi yang terjadi di tengah masyarakat Pulau Belimbing saat musim durian tiba, yakni masyarakat dan pemilik kebun sama-sama menunggu durian. Siapa yang dapat durian jatuh terlebih dulu, dia yang berhak membawa pulang durian tersebut. Malam itu benar-benar meriah. Bisa jadi karena malam terakhir dan sore harinya ada lomba panjat pinang. Memang puncak kegembiraan atau pesta masyarakat kampung.

Jika dalam satu malam itu saja ada 11 pemain, bayangkan jika pertunjukan digelar selama 7 malam. Ada puluhan aktor yang lahir setiap tahunnya dari Dusun Belimbing II ini. Mereka para aktor ini dulunya, saat kecilnya, juga penonton layaknya penonton-penonton kecil yang memenuhi panggung tempat mereka bermain. Begitu terus dan begitu terus. Maka, mereka sudah tidak asing dengan sistem dan Sandiwara Amal yang disajikan. Maka saat ditunjuk menjadi sutradara atau pemain, tidak ada yang menolak. Sudah terbiasa.

‘’Ya, harus siap kalau ditunjuk dan diminta tampil Sandiwara Amal. Ini sudah turun temurun. Sudah menjadi kebiasaan di kampung kami. Bahkan saudara-saudara yang merantau di luar negeri banyak yang pulang untuk menyaksikan pertunjukan ini. Kalau tidak pulang, pasti mereka bertanya, apa tahun ini ada Sandiwara Amal, ramai atau tidak dan sebagainya,’’ jelas Azmil yang juga Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) desa tersebut kepada Riau Pos.

Pelaksanaan Sandiwara Amal tahun ini, kata Azmil memang luar biasa meriah dibandingkan sebelum-sebelumnya. Hal ini karena dua tahun sebelumnya masih dalam suasana Covid-19 sehingga tidak dilaksanakan. Suasana yang dirindukan terkait apapun tentang Sandiwara Amal menjadi kerinduan yang tumpah ruah pada tahun ini. Begitu juga dengan konsep pertunjukan dan kuliner atau makanan dan jajanan yang dijual di warung-warung di sekitar lokasi. Sangat padat dan ramai. Semua makanan ada. Masyarakat dan pengunjung tinggal pilih mana yang disukai.

Baca Juga:  Syahnaz Urus Bayi Kembarnya di Rumah Mama

Layaknya teater tradisi, tentu tidak ada dokumentasi yang jelas dalam pertunjukan ini, terutama naskah. Tidak ada naskah yang ditulis sama sekali. Semuanya hanya diceritakan inti-inti ceritanya saja, point-pointnya saja, selebihnya pandai-pandai di atas panggung. Penuh improvisasi. Tak jarang pemain yang satu menertawakan pemain yang lain, dan itu menjadi lelucon bagi penonton. Hiruk pikukpun pecah.

Bukan hanya naskah, blocking dan vokal, semuanya mengalir apa adanya. Membelakangi penonton, dianggap biasa meski panggung yang ada merupakan panggung prosenium. Pengeras suara yang hanya satu kemudian bergantian, ditarik kesana kemari, juga tidak dipermasalahkan. Hal terpenting adalah, bagaimana penonton yang hadir bisa tertawa dan terhibur gembira.

Malam itu memang istimewa. Seluruh masyarakat bisa menyaksikan pertunjukan dengan gratis tanpa biaya. Berbeda dengan enam malam sebelumnya. Panitia memberlakukan tiket dengan harga jual satu tiket Rp6 ribu per orang. Satu malam, tiket yang terjual bisa lebih dari 200 tiket. Maka, ruang MDA yang sebanyak tiga kelas di pusat dusun tersebut menjadi tempat pertunjukan yang istimewa layaknya bioskop. Hasil penjualan tiket inilah yang kemudian didonasikan kepada anak yatim, pembangunan masjid dan lain sebagainya sesuai kesepakatan bersama.

Bagi yang tidak mendapat tiket karena tiket habis, ruang pertunjukan penuh, atau mereka yang tidak mau beli, banyak yang mengintip-intip di luar jendela. Berdesak-desakan, saling himpit. Menjinjit-jintitkan kaki. Mereka merasa asyik-asyik saja, bahkan turut tertawa terbahak jika pertunjukan di dalam ruang itu memang lucu. Suasana inilah yang ternyata dirindukan oleh masyarakat di dusun tersebut.

Direncanakan Jadi Iven Bulanan

Sandiwara Amal tidak hanya ditonton oleh masyarakat Dusun Belimbing II atau Desa Kuok dan sekitarnya. Penonton datang dari berbagai tempat. Ada dari Bangkinang, Pekanbaru, bahkan Sumatera Barat. Setiap tahunnya selalu begitu. Tahun ini, karena dikemas lebih rapi, warung-warung jualan disusun sedemikian rupa sehingga berdampak ekonomi bagi masyarakat, maka, Sandiwara Amal ini direncanakan akan dilaksanakan satu bulan sekali.

Hal ini dinilai tepat karena Dusun Belimbing II juga dikenal sebagai Desa Wisata Pulau Belimbing II. Banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi. Sungainya bisa menjadi arung jeram atau lokasi tubbing, Rumah Lontioknya sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya, kuliner tradisonalnya juga sangat istimewa. Ada Golopuong, ada Bodak Baghondam. Ini menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan setiap tahunnya. Belum lagi jika musim buah tiba. Lengkap.

‘’Memang ada rencana menjadikan Sandiwara Amal ini sebagai pertunjukan setiap bulan. Artinya, dibuat setiap bulan. Jadi wisatawan tahu, o, setiap tanggal sekian ada pertunjukan Sandiwara Amal. Jadi, mereka datang bukan hanya untuk main di sungai, bukan hanya melihat Rumah Lontiok, tapi juga bisa menyaksikan Sandiwara Amal. Tapi ini masih rencana. Karena bagaimanapun, ini berdampak ekonomi bagi masyarakat setempat. Inilah yang kami harapkan,’’ ujar Sukirman, tokoh pemuda Dusun Belimbing II yang pernah menjabat sebagai Ketua Pokdarwis sebelumnya.***

Laporan KUNNI MASROHANTI, Kampar

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari