Minggu, 8 September 2024

Pemda Diminta Awasi Prokes di Sekolah

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Presiden Joko Widodo meminta agar daerah sering memantau kondisi Covid-19 pascasekolah tatap muka diberlakukan. Dia berkaca pada beberapa negara yang kasus Covid-19-nya melonjak pascapembukaan sekolah. "Sekolah mulai tatap muka pengawasan lapangan harus terus dilakukan," katanya. 

Jokowi ingin pemerintah daerah betul-betul melihat kesiapan sekolah dalam menjalankan protokol kesehatan. Sebab, protokol kesehatan merupakan salah satu cara dalam mengurangi potensi penularan kasus Covid-19. Dia menilai bahwa mengelola anak-anak usia sekolah dasar tidaklah mudah. Padahal Covid-19 dapat menginfeksi segala usia. 

"Satu dua mulai ada yang terpapar lagi," tuturnya. 

Jokowi tidak ingin pembukaan sekolah tatap muka menjadi awal meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia. Menurutnya, di beberapa negara sudah terjadi kenaikan kasus pascasekolah tatap muka. "Sehingga semua daerah saya harapkan harapannya waspada," ungkapnya. 

- Advertisement -

Dalam kesempatan yang sama, Jokowi juga menyinggung terkait vaksinasi. Dia menargetkan pada akhir tahun ini dapat menyuntikkan minimal 270 juta dosis. Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus serius dikerjakan oleh jajarannya dalam dua bulan ke depan. 

"Juga cek kesiapan obat dan rumah sakit meskipun bor sudah rendah," tutur Jokowi. 

- Advertisement -

Pada kesempatan lain Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Erlina Burhan SpP menyatakan bahwa pada saat gelombang kedua di Indonesia terjadi pada Juni lalu, kasus Covid-19 pada anak juga meningkat. Erlina menyayangkan bahwa ada anggapan kasus anak dinilai kecil. Padahal kenaikan ini perlu diperhatikan. 

Baca Juga:  Tips Menjaga Kulit Tetap Sehat dan Glowing

"Jangan lagi ada yang bilang kalau penularan pada anak ini sedikit," ujarnya. 

Padahal penularan Covid-19 pada anak dan dewasa ini sama saja. Dia mengingatkan bahwa ada potensi penularan Covid-19 pada anak lebih hebat sebab sistem imun pada anak, terutama di bawah lima tahun, masih berkembang. 

"Jadi mereka tetap rentan," imbuhnya. 

Terkait vaksinasi, Peneliti Pandemi dari Griffith University Dicky Budiman menilai, masih ada pekerjaan rumah syang harus dituntaskan pemerintah. Yakni, capaian penuh vaksinasi untuk dua dosis suntikan. Terutama untuk kelompok berisiko, seperti lansia, komorbid, dan disabilitas. Belum lagi, disparitas capaian vaksinasi di wilayah aglomerasi yang ternyata cukup besar.

Selain itu, terkait testing, tracing, dan treatment (3T) juga diminta tak kendor meski saat ini telah terjadi penurunan kasus. Khususnya, untuk di level kabupaten/kota yang masih sangat rapuh. 

"Memang sempat naik saat Juli. Tapi belum sepenuhnya memenuhi standar WHO untuk tingkat kabupaten dan kota," ujarnya. 

Indonesia sendiri disebutnya sangat berisiko mengalami gelombang ketiga Covid-19 seperti yang tengah terjadi di sejumlah negara. Sebab, lebih dari 50 persen penduduk Indonesia belum memiliki imun terhadap Covid-19, baik karena vaksinasi atau penyintas. Selain itu, Indonesia juga masih berada di level community transmission, di mana banyak kasus infeksi di masyarakat yang tidak terdeteksi. Melihat fakta tersebut, Dicky pun meminta pemerintah tak lengah dengan penurunan kasus saat ini. Terlebih, case fatality rate Indonesia tertinggi di Asia Tenggara.

Baca Juga:  Kode Etik Baru KPK, Dewas Jamin Independensi Terus Dijaga

"Jadi meski turun, tapi pondasinya belum kuat," jelasnya.

Oleh sebab itu, 3T harus tetap ditingkatkan dengan penjangkauan ke rumah-rumah. Hal ini harus dibarengi dengan peningkatan cakupan vaksinasi, terutama bagi mereka yang berisiko tinggi. "Pelonggaran aktivitas juga harus terukur, jadi terbukti keefektivitasannya dan keamanannya," ungkapnya.

Wakil Kepala Pusat Kesehatan TNI Marsekal Pertama TNI Didik Kestito menyampaikan bahwa TNI juga punya tanggung jawab menjaga agar penularan Covid-19 tidak terus terjadi. Karena itu, protokol kesehatan wajib dan mutlak dilaksanakan. Selain itu, vaksinasi juga penting. Didik menyebut, TNI diberi kepercayaan membantu pemerintah melaksanakan penyuntikan vaksin. "TNI mendapat tugas untuk melaksanakan vaksinasi kepada 50 juta penduduk Indonesia," ungkap dia kemarin. 

Didik dan seluruh jajarannya menyadari, bukan perkara mudah untuk melaksanakan tugas tersebut. Karena itu, ikhtiar terus mereka laksanakan. Serbuan vaksinasi masih berlanjut meski pertumbuhan kasus Covid-19 sudah melandai. Dia memastikan, instansinya senantiasa berada di garda depan membantu pemerintah. 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Presiden Joko Widodo meminta agar daerah sering memantau kondisi Covid-19 pascasekolah tatap muka diberlakukan. Dia berkaca pada beberapa negara yang kasus Covid-19-nya melonjak pascapembukaan sekolah. "Sekolah mulai tatap muka pengawasan lapangan harus terus dilakukan," katanya. 

Jokowi ingin pemerintah daerah betul-betul melihat kesiapan sekolah dalam menjalankan protokol kesehatan. Sebab, protokol kesehatan merupakan salah satu cara dalam mengurangi potensi penularan kasus Covid-19. Dia menilai bahwa mengelola anak-anak usia sekolah dasar tidaklah mudah. Padahal Covid-19 dapat menginfeksi segala usia. 

"Satu dua mulai ada yang terpapar lagi," tuturnya. 

Jokowi tidak ingin pembukaan sekolah tatap muka menjadi awal meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia. Menurutnya, di beberapa negara sudah terjadi kenaikan kasus pascasekolah tatap muka. "Sehingga semua daerah saya harapkan harapannya waspada," ungkapnya. 

Dalam kesempatan yang sama, Jokowi juga menyinggung terkait vaksinasi. Dia menargetkan pada akhir tahun ini dapat menyuntikkan minimal 270 juta dosis. Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus serius dikerjakan oleh jajarannya dalam dua bulan ke depan. 

"Juga cek kesiapan obat dan rumah sakit meskipun bor sudah rendah," tutur Jokowi. 

Pada kesempatan lain Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Erlina Burhan SpP menyatakan bahwa pada saat gelombang kedua di Indonesia terjadi pada Juni lalu, kasus Covid-19 pada anak juga meningkat. Erlina menyayangkan bahwa ada anggapan kasus anak dinilai kecil. Padahal kenaikan ini perlu diperhatikan. 

Baca Juga:  Pendidikan Nasional di Tengah Pandemi Covid-19, Pembelajaran Harus Tetap Jalan

"Jangan lagi ada yang bilang kalau penularan pada anak ini sedikit," ujarnya. 

Padahal penularan Covid-19 pada anak dan dewasa ini sama saja. Dia mengingatkan bahwa ada potensi penularan Covid-19 pada anak lebih hebat sebab sistem imun pada anak, terutama di bawah lima tahun, masih berkembang. 

"Jadi mereka tetap rentan," imbuhnya. 

Terkait vaksinasi, Peneliti Pandemi dari Griffith University Dicky Budiman menilai, masih ada pekerjaan rumah syang harus dituntaskan pemerintah. Yakni, capaian penuh vaksinasi untuk dua dosis suntikan. Terutama untuk kelompok berisiko, seperti lansia, komorbid, dan disabilitas. Belum lagi, disparitas capaian vaksinasi di wilayah aglomerasi yang ternyata cukup besar.

Selain itu, terkait testing, tracing, dan treatment (3T) juga diminta tak kendor meski saat ini telah terjadi penurunan kasus. Khususnya, untuk di level kabupaten/kota yang masih sangat rapuh. 

"Memang sempat naik saat Juli. Tapi belum sepenuhnya memenuhi standar WHO untuk tingkat kabupaten dan kota," ujarnya. 

Indonesia sendiri disebutnya sangat berisiko mengalami gelombang ketiga Covid-19 seperti yang tengah terjadi di sejumlah negara. Sebab, lebih dari 50 persen penduduk Indonesia belum memiliki imun terhadap Covid-19, baik karena vaksinasi atau penyintas. Selain itu, Indonesia juga masih berada di level community transmission, di mana banyak kasus infeksi di masyarakat yang tidak terdeteksi. Melihat fakta tersebut, Dicky pun meminta pemerintah tak lengah dengan penurunan kasus saat ini. Terlebih, case fatality rate Indonesia tertinggi di Asia Tenggara.

Baca Juga:  Tips Menjaga Kulit Tetap Sehat dan Glowing

"Jadi meski turun, tapi pondasinya belum kuat," jelasnya.

Oleh sebab itu, 3T harus tetap ditingkatkan dengan penjangkauan ke rumah-rumah. Hal ini harus dibarengi dengan peningkatan cakupan vaksinasi, terutama bagi mereka yang berisiko tinggi. "Pelonggaran aktivitas juga harus terukur, jadi terbukti keefektivitasannya dan keamanannya," ungkapnya.

Wakil Kepala Pusat Kesehatan TNI Marsekal Pertama TNI Didik Kestito menyampaikan bahwa TNI juga punya tanggung jawab menjaga agar penularan Covid-19 tidak terus terjadi. Karena itu, protokol kesehatan wajib dan mutlak dilaksanakan. Selain itu, vaksinasi juga penting. Didik menyebut, TNI diberi kepercayaan membantu pemerintah melaksanakan penyuntikan vaksin. "TNI mendapat tugas untuk melaksanakan vaksinasi kepada 50 juta penduduk Indonesia," ungkap dia kemarin. 

Didik dan seluruh jajarannya menyadari, bukan perkara mudah untuk melaksanakan tugas tersebut. Karena itu, ikhtiar terus mereka laksanakan. Serbuan vaksinasi masih berlanjut meski pertumbuhan kasus Covid-19 sudah melandai. Dia memastikan, instansinya senantiasa berada di garda depan membantu pemerintah. 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari