Sri Mulyani: Kami Kemenkeu, Bukan Kemenkeu Kesehatan

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati lama-lama geram dicecar soal defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan oleh DPR dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (21/8). Betapa tidak, pemerintah telah mengucurkan lebih dari Rp25 triliun sejak 2015 guna menambal defisit BPJS Kesehatan.

Namun, bolongnya anggaran BPJS Kesehatan diperdiksi berlanjut. Sri Mulyani menyampaikan, diperkirakan defisitnya masih sekitar Rp 9,1 triliun.

- Advertisement -

Dengan nada meninggi, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu kesal menjadi pihak yang banyak dihujani pertanyaan akibat masalah tersebut. Padahal, masalah tersebut sejatinya merupakan wewenang BPJS Kesehatan.

Kekesalan itu diungkapkan oleh Sri Mulyani dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (21/8). Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menjelaskan, masalah defisit tersebut akibat tunggakan dari peserta BPJS Kesehatan.

- Advertisement -

“Kewajiban peserta adalah membayar iuran. Yang tidak mampu ditanggung pemerintah. Yang mampu harus disipilin membayar iuran. Itu fungsinya BPJS Kesehatan yang telah diberikan wewenang, hak dan kekuasaan untuk enforcement (menagih iuran ke pengguna),” kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani pun meminta BPJS Kesehatan untuk lebih aktif menagih iuran ke masyarakat. Ia memahami tindakan tersebut nantinya bukan kebijakan yang populis. Namun, kata dia, hal itu penting untuk menutup defisit anggaran yang terus membengkak tiap tahunnya.

“Nanti (kalau defisit lagi), mudah saja, datang ke Kementerian Keuangan, (bilang) bahwa ada defisit. Lebih mudah menagih dan minta bantuan ke Menteri Keuangan daripada nagih (ke masyarakat). Karena yang di situ (menertibkan iuran) tidak populer. Yang di sini (minta Kemenkeu) enak,” tegasnya.

Oleh sebab itu, pihaknya enggan menjadi pihak yang disalahkan atas terus mengingkatnya defisit BPJS Kesehatan. Padahal selama ini, pemerintah terus membantu, melalui pembayaran iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN maupun injeksi dana.

“Semua orang bicara seolah-oleh Menteri Keuangan yang belum bayar. Padahal kami sudah bayar dan memberikan bantuan. Tapi, kami dianggap yang menjadi salah satu persoalan,” jelasnya.

Selain itu, Sri Mulyani juga kesal kementeriannya menjadi pihak yang terus disorot mengenai masalah ini. Padahal, Sri Mulyani menegaskan, pihaknya lebih banyak bersuara dibandingkan BPJS Kesehatan maupun Kementerian Kesehatan, dua lembaga yang punya wewenang.

“Kami kan Kementerian Keuangan, bukan Kementerian Keuangan Kesehatan,” pungkasnya.
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal
 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati lama-lama geram dicecar soal defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan oleh DPR dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (21/8). Betapa tidak, pemerintah telah mengucurkan lebih dari Rp25 triliun sejak 2015 guna menambal defisit BPJS Kesehatan.

Namun, bolongnya anggaran BPJS Kesehatan diperdiksi berlanjut. Sri Mulyani menyampaikan, diperkirakan defisitnya masih sekitar Rp 9,1 triliun.

Dengan nada meninggi, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu kesal menjadi pihak yang banyak dihujani pertanyaan akibat masalah tersebut. Padahal, masalah tersebut sejatinya merupakan wewenang BPJS Kesehatan.

Kekesalan itu diungkapkan oleh Sri Mulyani dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (21/8). Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menjelaskan, masalah defisit tersebut akibat tunggakan dari peserta BPJS Kesehatan.

“Kewajiban peserta adalah membayar iuran. Yang tidak mampu ditanggung pemerintah. Yang mampu harus disipilin membayar iuran. Itu fungsinya BPJS Kesehatan yang telah diberikan wewenang, hak dan kekuasaan untuk enforcement (menagih iuran ke pengguna),” kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani pun meminta BPJS Kesehatan untuk lebih aktif menagih iuran ke masyarakat. Ia memahami tindakan tersebut nantinya bukan kebijakan yang populis. Namun, kata dia, hal itu penting untuk menutup defisit anggaran yang terus membengkak tiap tahunnya.

“Nanti (kalau defisit lagi), mudah saja, datang ke Kementerian Keuangan, (bilang) bahwa ada defisit. Lebih mudah menagih dan minta bantuan ke Menteri Keuangan daripada nagih (ke masyarakat). Karena yang di situ (menertibkan iuran) tidak populer. Yang di sini (minta Kemenkeu) enak,” tegasnya.

Oleh sebab itu, pihaknya enggan menjadi pihak yang disalahkan atas terus mengingkatnya defisit BPJS Kesehatan. Padahal selama ini, pemerintah terus membantu, melalui pembayaran iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN maupun injeksi dana.

“Semua orang bicara seolah-oleh Menteri Keuangan yang belum bayar. Padahal kami sudah bayar dan memberikan bantuan. Tapi, kami dianggap yang menjadi salah satu persoalan,” jelasnya.

Selain itu, Sri Mulyani juga kesal kementeriannya menjadi pihak yang terus disorot mengenai masalah ini. Padahal, Sri Mulyani menegaskan, pihaknya lebih banyak bersuara dibandingkan BPJS Kesehatan maupun Kementerian Kesehatan, dua lembaga yang punya wewenang.

“Kami kan Kementerian Keuangan, bukan Kementerian Keuangan Kesehatan,” pungkasnya.
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya