Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Riau Didesak agar Sepenuh Hati Majukan Budaya

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Pemerintah Provinsi Riau didesak agar sepenuh hati memajukan kebudayaan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Sebab, kebudayaan berperan penting dalam pembangunan semua lini.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Seniman Riau (Aseri), SPN Marhalim Zaini, dalam webinar "Dialog Implementasi UU Pemajuan Kebudayaan Riau", Senin (21/6/2021). Acara ini selenggarakan oleh Aseri dan Koalisi Seni.

“Implementasi pemajuan kebudayaan di Riau masih setengah hati. Pemerintah Provinsi Riau seharusnya bisa lebih serius mengurus regulasi pemajuan kebudayaan. Kami mendorong peraturan daerah tentang pemajuan kebudayaan segera disahkan, sehingga pemerintah dan pekerja seni di Riau bisa menerapkannya di lapangan,” ujar Marhalim.

Meski Riau punya Visi 2025 sebagai Pusat Kebudayaan Melayu, kata Marhalim, justru Kota Batam telah mendahului mengesahkan Peraturan Daerah tentang Pemajuan Kebudayaan Melayu pada 2018. 

Ia berpendapat tanda lain belum maksimalnya pemajuan kebudayaan di Riau ialah kurang baiknya pengelolaan art center, Zapin Center, Taman Budaya, dan Anjung Seni Idrus Tintin.

Di tingkat tapak pun, menurut pendiri dan Pembina Komunitas Rumah Sunting, Kunni Masrohanti, pemajuan kebudayaan belum terasa, terutama bagi perempuan. Misalnya, musisi perempuan yang merupakan maestro musik tradisional masyarakat adat di Desa Tanjung Beringin, Kampar Kiri Hulu. 
“Mereka ada sembilan orang, sudah tua, namun tidak ada pewarisnya. Merekalah perawat dan pelaksana seni budaya Indonesia, namun jauh dari sentuhan pemajuan kebudayaan,” ucapnya.

Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) Lembaga Adat Melayu Riau, Datuk Seri Al Azhar, turut mendorong agar peraturan daerah tentang pemajuan kebudayaan segera disahkan. 

Baca Juga:  Mantan Bupati Kuansing Mursini Ditahan Kejati Riau

“Paradigma bahwa kebudayaan adalah urusan sampingan sudah berlangsung terlalu lama, harus dikikis dari pemikiran kita. Kalau urusan kebudayaan ditempatkan sebagai hiasan, dekoratif, ornamental, bagaimana mungkin UU Pemajuan Kebudayaan bisa terlaksana?” tuturnya.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau, Ade Hartati Rahmat, berpendapat, selain peraturan daerah, perlu didesak pula agar anggaran pemerintah daerah menggunakan perspektif kebudayaan. 

“Anggaran berbasis kultur ini perlu diadakan. Kita bangun bersama persepsi ini sehingga ada komitmen yang muncul,” ujarnya. 

Sayangnya, Gubernur Riau Drs Syamsuar MSi yang diundang untuk urun rembuk justru berhalangan hadir dalam webinar ini. Namun, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau Yoserizal Zen menyatakan pihaknya sedang berusaha memajukan budaya. 

“Kami sudah mengajak kabupaten dan kota untuk implementasi UU Pemajuan Kebudayaan. Sedangkan peraturan daerahnya sudah dikomunikasikan kepada DPRD. Soal anggaran yang tidak merata, ini karena belum semua kabupaten dan kota ikut dalam rapat koordinasi,” katanya.

Sementara itu, bercermin dari sengkarut di Riau, Noviati Maulida sebagai seniman di Aceh merasa masalah yang dihadapinya tak jauh berbeda. 
“Berbagai forum tentang pemajuan kebudayaan sudah digelar, biasanya yang hadir adalah perwakilan dari kantor dinas. Tapi saat mereka pulang, informasinya tidak sampai ke daerahnya. Seolah hanya menghabiskan anggaran SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas), datang lalu tidur di hotel, foto, tanpa hasil di daerahnya. Dinas baru sibuk saat ada keperluan mengolah data. Barulah beberapa teman seniman dipanggil untuk membantu mengisi, tapi kelanjutan dan prosesnya tidak jelas,” ucap pendiri Rangkang Sastra di Bireuen tersebut.

Baca Juga:  Konsumsi Sayuran Hijau Mampu Pertahankan Aktivitas Seksual

Adanya tantangan dalam pelaksanaan pemajuan kebudayaan di daerah diakui oleh Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Sembari mendesak regulasi terkait pemajuan kebudayaan disahkan di daerah, tak kalah pentingnya adalah terus berupaya memajukan kebudayaan. 

“Agenda kita bukan menunggu. Agenda kita adalah pemajuan kebudayaan,” ujarnya. 

“UU Pemajuan Kebudayaan ini bukan UU Ditjen Kebudayaan, tapi berlaku untuk semua instansi dan masyarakat. Ditjen Kebudayaan sangat terbuka menerima saran dan masukan,” jelas alumni Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI) ini.

Menutup diskusi, Datuk Seri Al-Azhar mengutip sajak Sutardji Calzoum Bachri, “Kita dari pedih yang sama. Diskusi ini melihat ke dalam kepedihan, karena itu mari kita maju terus,” ujarnya.

Adapun Marhalim menyatakan Aseri sebagai wadah lebih dari 200 orang seniman di Riau bertekad terus mendorong peraturan daerah pemajuan kebudayaan serta mengawal penerapan UU Pemajuan Kebudayaan dalam bentuk lainnya. 

Sebagai informasi, UU Pemajuan Kebudayaan memberikan sepuluh tugas penting bagi pemerintah daerah. Pemerintah daerah wajib menjamin kebebasan berekspresi, menjamin pelindungan atas ekspresi budaya, melaksanakan pemajuan kebudayaan, memelihara kebinekaan, dan mengelola informasi bidang kebudayaan. 

Pemerintah daerah pun harus menyediakan sarana dan prasarana kebudayaan, menyediakan sumber pendanaan untuk pemajuan kebudayaan, membentuk mekanisme pelibatan masyarakat dalam pemajuan kebudayaan, mendorong peran aktif dan inisiatif masyarakat dalam pemajuan kebudayaan, serta menghidupkan dan menjaga ekosistem kebudayaan yang berkelanjutan.

Editor: Hary B Koriun

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Pemerintah Provinsi Riau didesak agar sepenuh hati memajukan kebudayaan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Sebab, kebudayaan berperan penting dalam pembangunan semua lini.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Seniman Riau (Aseri), SPN Marhalim Zaini, dalam webinar "Dialog Implementasi UU Pemajuan Kebudayaan Riau", Senin (21/6/2021). Acara ini selenggarakan oleh Aseri dan Koalisi Seni.

- Advertisement -

“Implementasi pemajuan kebudayaan di Riau masih setengah hati. Pemerintah Provinsi Riau seharusnya bisa lebih serius mengurus regulasi pemajuan kebudayaan. Kami mendorong peraturan daerah tentang pemajuan kebudayaan segera disahkan, sehingga pemerintah dan pekerja seni di Riau bisa menerapkannya di lapangan,” ujar Marhalim.

Meski Riau punya Visi 2025 sebagai Pusat Kebudayaan Melayu, kata Marhalim, justru Kota Batam telah mendahului mengesahkan Peraturan Daerah tentang Pemajuan Kebudayaan Melayu pada 2018. 

- Advertisement -

Ia berpendapat tanda lain belum maksimalnya pemajuan kebudayaan di Riau ialah kurang baiknya pengelolaan art center, Zapin Center, Taman Budaya, dan Anjung Seni Idrus Tintin.

Di tingkat tapak pun, menurut pendiri dan Pembina Komunitas Rumah Sunting, Kunni Masrohanti, pemajuan kebudayaan belum terasa, terutama bagi perempuan. Misalnya, musisi perempuan yang merupakan maestro musik tradisional masyarakat adat di Desa Tanjung Beringin, Kampar Kiri Hulu. 
“Mereka ada sembilan orang, sudah tua, namun tidak ada pewarisnya. Merekalah perawat dan pelaksana seni budaya Indonesia, namun jauh dari sentuhan pemajuan kebudayaan,” ucapnya.

Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) Lembaga Adat Melayu Riau, Datuk Seri Al Azhar, turut mendorong agar peraturan daerah tentang pemajuan kebudayaan segera disahkan. 

Baca Juga:  Kenal di FB, ABG Diperkosa dan Digilir 8 Pemuda

“Paradigma bahwa kebudayaan adalah urusan sampingan sudah berlangsung terlalu lama, harus dikikis dari pemikiran kita. Kalau urusan kebudayaan ditempatkan sebagai hiasan, dekoratif, ornamental, bagaimana mungkin UU Pemajuan Kebudayaan bisa terlaksana?” tuturnya.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau, Ade Hartati Rahmat, berpendapat, selain peraturan daerah, perlu didesak pula agar anggaran pemerintah daerah menggunakan perspektif kebudayaan. 

“Anggaran berbasis kultur ini perlu diadakan. Kita bangun bersama persepsi ini sehingga ada komitmen yang muncul,” ujarnya. 

Sayangnya, Gubernur Riau Drs Syamsuar MSi yang diundang untuk urun rembuk justru berhalangan hadir dalam webinar ini. Namun, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau Yoserizal Zen menyatakan pihaknya sedang berusaha memajukan budaya. 

“Kami sudah mengajak kabupaten dan kota untuk implementasi UU Pemajuan Kebudayaan. Sedangkan peraturan daerahnya sudah dikomunikasikan kepada DPRD. Soal anggaran yang tidak merata, ini karena belum semua kabupaten dan kota ikut dalam rapat koordinasi,” katanya.

Sementara itu, bercermin dari sengkarut di Riau, Noviati Maulida sebagai seniman di Aceh merasa masalah yang dihadapinya tak jauh berbeda. 
“Berbagai forum tentang pemajuan kebudayaan sudah digelar, biasanya yang hadir adalah perwakilan dari kantor dinas. Tapi saat mereka pulang, informasinya tidak sampai ke daerahnya. Seolah hanya menghabiskan anggaran SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas), datang lalu tidur di hotel, foto, tanpa hasil di daerahnya. Dinas baru sibuk saat ada keperluan mengolah data. Barulah beberapa teman seniman dipanggil untuk membantu mengisi, tapi kelanjutan dan prosesnya tidak jelas,” ucap pendiri Rangkang Sastra di Bireuen tersebut.

Baca Juga:  Junta Militer Myanmar Janji Lebih Kooperatif dengan ASEAN

Adanya tantangan dalam pelaksanaan pemajuan kebudayaan di daerah diakui oleh Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Sembari mendesak regulasi terkait pemajuan kebudayaan disahkan di daerah, tak kalah pentingnya adalah terus berupaya memajukan kebudayaan. 

“Agenda kita bukan menunggu. Agenda kita adalah pemajuan kebudayaan,” ujarnya. 

“UU Pemajuan Kebudayaan ini bukan UU Ditjen Kebudayaan, tapi berlaku untuk semua instansi dan masyarakat. Ditjen Kebudayaan sangat terbuka menerima saran dan masukan,” jelas alumni Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI) ini.

Menutup diskusi, Datuk Seri Al-Azhar mengutip sajak Sutardji Calzoum Bachri, “Kita dari pedih yang sama. Diskusi ini melihat ke dalam kepedihan, karena itu mari kita maju terus,” ujarnya.

Adapun Marhalim menyatakan Aseri sebagai wadah lebih dari 200 orang seniman di Riau bertekad terus mendorong peraturan daerah pemajuan kebudayaan serta mengawal penerapan UU Pemajuan Kebudayaan dalam bentuk lainnya. 

Sebagai informasi, UU Pemajuan Kebudayaan memberikan sepuluh tugas penting bagi pemerintah daerah. Pemerintah daerah wajib menjamin kebebasan berekspresi, menjamin pelindungan atas ekspresi budaya, melaksanakan pemajuan kebudayaan, memelihara kebinekaan, dan mengelola informasi bidang kebudayaan. 

Pemerintah daerah pun harus menyediakan sarana dan prasarana kebudayaan, menyediakan sumber pendanaan untuk pemajuan kebudayaan, membentuk mekanisme pelibatan masyarakat dalam pemajuan kebudayaan, mendorong peran aktif dan inisiatif masyarakat dalam pemajuan kebudayaan, serta menghidupkan dan menjaga ekosistem kebudayaan yang berkelanjutan.

Editor: Hary B Koriun

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari