Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Matangkan Persiapan Vaksinasi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Persiapan vaksinasi Covid-19 terus dilakukan pemerintah. Penelitian hingga skenario pemberian terus diujicobakan. Termasuk mengantisipasi isu yang menghalangi pemberian vaksin. Wakil Presiden Ma’ruf Amin kemarin meninjau pelaksanaan simulasi vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Dia menegaskan proses simulasi itu penting untuk mendukung kelancaran keseluruhan program vaksinasi Covid-19 yang dirancang pemerintah.

"Jadi ada beberapa persiapan yang harus disiapkan supaya nanti vaksinasinya berjalan dengan baik. Termasuk menyiapkan data-data," katanya. 

Termasuk juga nama-nama orang yang akan divaksin di seluruh Indonesia. Kemudian juga menyiapkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam proses vaksinasi. Ma’ruf menjelaskan dalam persiapan vaksinasiCovid-19 tidak hanya dilakukan dengan simulasi di fasilitas kesehatan. Tetapi juga melakukan kajian skema pendistribusian vaksin ke sejumlah daerah. Lalu pelatihan-pelatihan petugas yang nanti menjalankan vaksinasi.

Dia mengingatkan ketika nanti vaksin Covid-19 sudah tersedia, tetap harus melewati perizinan secara penuh. Ketika sudah mendapatkan izin dari BPOM dan dinyatakan aman, efektif, dan kemanjurannya dapat dipertanggungjawabkan, maka sudah bisa dimulai vaksinasi. Dalam kesempatan itu Ma’ruf kembali menyinggung soal sertifikasi halal MUI untuk vaksin Covid-19. 

"(Fatwa, red) kebolehan dipakai kita harapkan keluar dari MUI," jelasnya. 

Dia menegaskan vaksin Covid-19 boleh digunakan karena statusnya halal atau dasar kedaruratan. Ma’ruf mengatakan Komisi Fatwa MUI sudah melihat langsung proses produksi vaksin Covid-19 di Beijing, Cina. Namun dia menegaskan fatwa kebolehan vaksin nanti menunggu wujud vaksinnya ada. Dia berharap seluruh proses persiapan vaksinasi dilakukan dengan matang. Sehingga nanti vaksinasinya berjalan tanpa ada hambatan.

Dengan jumlah penduduk mencapai 267 juta jiwa, Ma’ruf mengatakan vaksinasi dilakukan secara bertahap. Nantinya secara teknis akan diatur oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Termasuk juga pengaturan berapa banyak sasaran vaksinasi yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan dibagikan secara gratis. Kemudian siapa saja yang melakukan vaksinasi secara mandiri.

Pengamatan di lapangan simulasi vaksinasi Covid-19 dimulai dengan pasien atau warga yang mendaftar secara online. Kemudian mendaptkan panggilan untuk vaksinasi. Sebelum disuntik vaksin, warga diperiksa kesehatannya terlebih dahulu. Sehingga bisa diketahui apakah yang bersangkutan bisa divaksin atau tidak.

Baca Juga:  Airlangga Sebut Ramadan dan Idulfitri Kondusif

Setelah dipastikan aman untuk divaksin, warga kemudian disuntik vaksin. Setelah itu disiapkan layanan untuk menangani munculnya dampak setelah divaksin. Sementara itu, Ketua Komite Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Prof Hindra Irawan mengungkapkan, urusan imunisasi ini memang kerap dibarengi suara-suara sumbang. Sehingga, membuat masyarakat enggan mendapat imunasi. Tak terkecuali untuk urusan vaksinasi Covid-19. 

Diakuinya, ada banyak mitos yang berkembang di masyarakat soal imunisasi ini. Misalnya, anak yang divaksin ternyata tetap saja sakit. "Vaksin memang tidak memberikan perlindungan 100 persen, tapi paling tidak lebih dari 90 persen," ujarnya dalam diskusi FMB 9 secara daring, Kamis (19/11). 

Lalu, mengenai kandungan berbahaya dalam vaksin. Pria yang akrab disapa Hingky tersebut mengatakan, bahwa vaksin telah melalui tahap uji keamanan secara berlapis. Bahkan mulai dari preklinik hingga pasca distribusi ke masyarakat. Sehingga, bila memang mengandung zat berbahaya akan terdeteksi mulai uji preklinis. Sama seperti vaksin Covid-19. Hingky meminta masyarakat tak perlu khawati. Sebab, keamanan vaksin telah berkali-kali diuji sejak penelitian labolatorium hingga setelah beredar di masyarakat.

Bukan hanya itu, ada pula mitos lain yang menyebutkan vaksin bisa menyebabkan autisme, mengandung sel janin aborsi, atau penyakit yang sudah ada vaksinnya tidak perlu dilakukan vaksinasi lagi. Hingky menegaskan seluruhnya hoaks.  Lebih lanjut dia mengungkapkan, keamanan vaksin berarti tidak berbahaya. Tapi bukan berarti tidak ada negatif. Kemungkinan itu ada karena vaksin merupakan produk biologi. 

"Tidak mungkin 100 persen aman, ada pembengkakan, merah-merah, itu sebagai reaksi. Wajar," jelasnya.

Nah, karenanya ada yang disebut KIPI. KIPI dikelompokkan dalam lima. Pertama, produk vaksin itu sendiri karena adanya antigen pengawet, hingga antibiotik. Kedua, reaksi akibat efek kualitas vaksin. Di mana, ternyata ada cacat pada produk vaksin tersebut. Ketiga, kekeliruan prosedur.  Misalnya,  vaksin yang harusnya disuntikkan di paha malah di bokong. Atau bisa juga dalam hal penyimpanan yang tidak baik hingga menyebabkan vaksin beku. 

Keempat, reaksi kecemasan sebelum mendapat vaksinasi. Dia mencontohkan, layaknya anak-anak SD yang hendak mendapat imunasi dan sudah kepalang panas dingin sebelumnya. 

"Namun terbanyak koinsiden atau kebetulan. Jadi mau sebulan, setahun, empat tahun (kalau sakit, red) suka dikaitkan dengan imunisasi," ungkapnya. 

Baca Juga:  Micellar Water

Meski begitu, ia tetap menghimbau masyarakat yang apabila mengalami KIPI bisa langsung melapor ke Komnas KIPI. Formulirnya dapat diunduh di laman resmi KOmnas KIPI untuk kemudian dikirim melalui email. Laporan tersebut selanjutnya akan dikaji oleh anggota KIPI yang merupakan orang-orang berkompeten dibidangnya. Mulai dari ilmu vaksinologi, spesialis anak, kebidanan, statistika, epidemiolog, dokter paru, dokter alergi, forensik, dan lainnya.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus memberikan pengawalan terhadaoat oenyediaan vaksin Covid-19 di Tanah Air. Tak mudah untuk menerbitkan izin edar.  "Vaksin harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu sesuai standar yang telah ditetapkan," kata Kepala BPOM Penny K Lukito, Kamis (19/11). 

BPOM, menurut Penny, pasti memiliki data vaksin bahkan sejak penelitian awal penelitian. Pemantauannya pun juga dilakukan hingga distribusi dan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Dalam rangka pandemi, prosesnya pun dipercepat. Namun tak menghilangkan esen aman untuk digunakan. 

Dalam penelitian, harus ada persetujuan protokol uji klinik (PPUK). Lalu dilakukan inspeksi apakah sesuai dengan cara uji klinij yang baik. Untuk kandidat vaksin Covid-19 yang diuji klinik tahap 3 di Bandung oleh Unpad dan Bio Farma, sejauh ini subjek masih terawasi dengan baik. Sementara hasil inspeksi, sejauh ini ujibklinik telah dilaksanakan dengan baik.  "Belum ada efek samping serius yang dialami oleh subjek uji klinik," tutur Penny.  

Untuk mendukung data mutu uji klinik Vaksin Sinovac, Badan POM telah melakukan inspeksi ke fasilitas produksi Sinovac Life Science Beijing pada tanggal 2 hingga 5 November. Inspeksi ini dilakukan untuk memastikan produsen menerapkan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) secara konsisten di sepanjang proses pembuatan vaksin.

Selanjutnya, keseluruhan data aspek keamanan, khasiat, dan mutu tersebut harus disampaikan oleh industri farmasi kepada BPOM. Lembaga ini selanjutnya melakukan proses evaluasi yang mengacu pada standar pedoman evaluasi nasional dan internasional. Komite Nasional Penilai Obat, tenaga ahli, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) juga diajak berembuk. (wan/mia/lyn/jpg) 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Persiapan vaksinasi Covid-19 terus dilakukan pemerintah. Penelitian hingga skenario pemberian terus diujicobakan. Termasuk mengantisipasi isu yang menghalangi pemberian vaksin. Wakil Presiden Ma’ruf Amin kemarin meninjau pelaksanaan simulasi vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Dia menegaskan proses simulasi itu penting untuk mendukung kelancaran keseluruhan program vaksinasi Covid-19 yang dirancang pemerintah.

"Jadi ada beberapa persiapan yang harus disiapkan supaya nanti vaksinasinya berjalan dengan baik. Termasuk menyiapkan data-data," katanya. 

- Advertisement -

Termasuk juga nama-nama orang yang akan divaksin di seluruh Indonesia. Kemudian juga menyiapkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam proses vaksinasi. Ma’ruf menjelaskan dalam persiapan vaksinasiCovid-19 tidak hanya dilakukan dengan simulasi di fasilitas kesehatan. Tetapi juga melakukan kajian skema pendistribusian vaksin ke sejumlah daerah. Lalu pelatihan-pelatihan petugas yang nanti menjalankan vaksinasi.

Dia mengingatkan ketika nanti vaksin Covid-19 sudah tersedia, tetap harus melewati perizinan secara penuh. Ketika sudah mendapatkan izin dari BPOM dan dinyatakan aman, efektif, dan kemanjurannya dapat dipertanggungjawabkan, maka sudah bisa dimulai vaksinasi. Dalam kesempatan itu Ma’ruf kembali menyinggung soal sertifikasi halal MUI untuk vaksin Covid-19. 

- Advertisement -

"(Fatwa, red) kebolehan dipakai kita harapkan keluar dari MUI," jelasnya. 

Dia menegaskan vaksin Covid-19 boleh digunakan karena statusnya halal atau dasar kedaruratan. Ma’ruf mengatakan Komisi Fatwa MUI sudah melihat langsung proses produksi vaksin Covid-19 di Beijing, Cina. Namun dia menegaskan fatwa kebolehan vaksin nanti menunggu wujud vaksinnya ada. Dia berharap seluruh proses persiapan vaksinasi dilakukan dengan matang. Sehingga nanti vaksinasinya berjalan tanpa ada hambatan.

Dengan jumlah penduduk mencapai 267 juta jiwa, Ma’ruf mengatakan vaksinasi dilakukan secara bertahap. Nantinya secara teknis akan diatur oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Termasuk juga pengaturan berapa banyak sasaran vaksinasi yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan dibagikan secara gratis. Kemudian siapa saja yang melakukan vaksinasi secara mandiri.

Pengamatan di lapangan simulasi vaksinasi Covid-19 dimulai dengan pasien atau warga yang mendaftar secara online. Kemudian mendaptkan panggilan untuk vaksinasi. Sebelum disuntik vaksin, warga diperiksa kesehatannya terlebih dahulu. Sehingga bisa diketahui apakah yang bersangkutan bisa divaksin atau tidak.

Baca Juga:  Tahun Depan, Ponsel Bisa Dikendalikan Tanpa Sentuhan

Setelah dipastikan aman untuk divaksin, warga kemudian disuntik vaksin. Setelah itu disiapkan layanan untuk menangani munculnya dampak setelah divaksin. Sementara itu, Ketua Komite Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Prof Hindra Irawan mengungkapkan, urusan imunisasi ini memang kerap dibarengi suara-suara sumbang. Sehingga, membuat masyarakat enggan mendapat imunasi. Tak terkecuali untuk urusan vaksinasi Covid-19. 

Diakuinya, ada banyak mitos yang berkembang di masyarakat soal imunisasi ini. Misalnya, anak yang divaksin ternyata tetap saja sakit. "Vaksin memang tidak memberikan perlindungan 100 persen, tapi paling tidak lebih dari 90 persen," ujarnya dalam diskusi FMB 9 secara daring, Kamis (19/11). 

Lalu, mengenai kandungan berbahaya dalam vaksin. Pria yang akrab disapa Hingky tersebut mengatakan, bahwa vaksin telah melalui tahap uji keamanan secara berlapis. Bahkan mulai dari preklinik hingga pasca distribusi ke masyarakat. Sehingga, bila memang mengandung zat berbahaya akan terdeteksi mulai uji preklinis. Sama seperti vaksin Covid-19. Hingky meminta masyarakat tak perlu khawati. Sebab, keamanan vaksin telah berkali-kali diuji sejak penelitian labolatorium hingga setelah beredar di masyarakat.

Bukan hanya itu, ada pula mitos lain yang menyebutkan vaksin bisa menyebabkan autisme, mengandung sel janin aborsi, atau penyakit yang sudah ada vaksinnya tidak perlu dilakukan vaksinasi lagi. Hingky menegaskan seluruhnya hoaks.  Lebih lanjut dia mengungkapkan, keamanan vaksin berarti tidak berbahaya. Tapi bukan berarti tidak ada negatif. Kemungkinan itu ada karena vaksin merupakan produk biologi. 

"Tidak mungkin 100 persen aman, ada pembengkakan, merah-merah, itu sebagai reaksi. Wajar," jelasnya.

Nah, karenanya ada yang disebut KIPI. KIPI dikelompokkan dalam lima. Pertama, produk vaksin itu sendiri karena adanya antigen pengawet, hingga antibiotik. Kedua, reaksi akibat efek kualitas vaksin. Di mana, ternyata ada cacat pada produk vaksin tersebut. Ketiga, kekeliruan prosedur.  Misalnya,  vaksin yang harusnya disuntikkan di paha malah di bokong. Atau bisa juga dalam hal penyimpanan yang tidak baik hingga menyebabkan vaksin beku. 

Keempat, reaksi kecemasan sebelum mendapat vaksinasi. Dia mencontohkan, layaknya anak-anak SD yang hendak mendapat imunasi dan sudah kepalang panas dingin sebelumnya. 

"Namun terbanyak koinsiden atau kebetulan. Jadi mau sebulan, setahun, empat tahun (kalau sakit, red) suka dikaitkan dengan imunisasi," ungkapnya. 

Baca Juga:  TNI Kawal Aktivitas Masyarakat

Meski begitu, ia tetap menghimbau masyarakat yang apabila mengalami KIPI bisa langsung melapor ke Komnas KIPI. Formulirnya dapat diunduh di laman resmi KOmnas KIPI untuk kemudian dikirim melalui email. Laporan tersebut selanjutnya akan dikaji oleh anggota KIPI yang merupakan orang-orang berkompeten dibidangnya. Mulai dari ilmu vaksinologi, spesialis anak, kebidanan, statistika, epidemiolog, dokter paru, dokter alergi, forensik, dan lainnya.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus memberikan pengawalan terhadaoat oenyediaan vaksin Covid-19 di Tanah Air. Tak mudah untuk menerbitkan izin edar.  "Vaksin harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu sesuai standar yang telah ditetapkan," kata Kepala BPOM Penny K Lukito, Kamis (19/11). 

BPOM, menurut Penny, pasti memiliki data vaksin bahkan sejak penelitian awal penelitian. Pemantauannya pun juga dilakukan hingga distribusi dan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Dalam rangka pandemi, prosesnya pun dipercepat. Namun tak menghilangkan esen aman untuk digunakan. 

Dalam penelitian, harus ada persetujuan protokol uji klinik (PPUK). Lalu dilakukan inspeksi apakah sesuai dengan cara uji klinij yang baik. Untuk kandidat vaksin Covid-19 yang diuji klinik tahap 3 di Bandung oleh Unpad dan Bio Farma, sejauh ini subjek masih terawasi dengan baik. Sementara hasil inspeksi, sejauh ini ujibklinik telah dilaksanakan dengan baik.  "Belum ada efek samping serius yang dialami oleh subjek uji klinik," tutur Penny.  

Untuk mendukung data mutu uji klinik Vaksin Sinovac, Badan POM telah melakukan inspeksi ke fasilitas produksi Sinovac Life Science Beijing pada tanggal 2 hingga 5 November. Inspeksi ini dilakukan untuk memastikan produsen menerapkan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) secara konsisten di sepanjang proses pembuatan vaksin.

Selanjutnya, keseluruhan data aspek keamanan, khasiat, dan mutu tersebut harus disampaikan oleh industri farmasi kepada BPOM. Lembaga ini selanjutnya melakukan proses evaluasi yang mengacu pada standar pedoman evaluasi nasional dan internasional. Komite Nasional Penilai Obat, tenaga ahli, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) juga diajak berembuk. (wan/mia/lyn/jpg) 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari