Senin, 31 Maret 2025
spot_img

Militer Australia Bunuh Puluhan Warga Sipil dan Tahanan Afghanistan 

CANBERRA (RIAUPOS.CO) – Perwira tinggi militer Australia mengakui ada bukti terpercaya yang menunjukkan pasukan khususnya secara kejam membunuh setidaknya 39 warga sipil dan tahanan Afghanistan. 

Pernyataan Kepala Jenderal Angkatan Pertahanan Australia, Angus Campbell, muncul sebagai hasil dari investigasi yang tertuang dalam dokumen Afghan Files. Di dalamnya mengungkap perilaku tak manusiawi anggota militer Australia di Afghanistan selama bertahun-tahun. 

"Beberapa petugas patroli mengambil alih hukum ke tengah mereka sendiri, aturan dilanggar, cerita dibuat-buat, kebohongan diceritakan dan tahanan dibunuh," kata Jenderal Campbell dikutip dari AFP, Kamis (19/11/2020). 

Jenderal Campbell dengan tulus dan tanpa pamrih meminta maaf kepada rakyat Afghanistan. Dia menyebut 25 pasukan khusus Australia yang dituduh melakukan kesalahan dalam 23 insiden telah membawa noda pada resimen mereka, dan angkatan bersenjata Australia. BACA JUGA: Pemimpin Senior Al Qaeda Terbunuh dalam Serangan di Afghanistan 

Baca Juga:  Pemerintah Luncurkan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup

"Catatan memalukan ini mencakup dugaan kasus di mana anggota patroli baru dipaksa untuk menembak seorang tahanan untuk mencapai pembunuhan pertama prajurit itu, dalam praktik mengerikan yang dikenal sebagai 'blooding'," lanjutnya.

Campbell juga menyerukan agar beberapa medali layanan terhormat yang diberikan kepada pasukan operasi khusus yang bertugas di Afghanistan antara 2007 dan 2013 dicabut. 

Setelah serangan teror 11 September 2001, lebih dari 26.000 personel berseragam Australia dikirim ke Afghanistan untuk bertempur bersama Amerika Serikat dan pasukan sekutu melawan Taliban, Al-Qaeda, dan kelompok ekstrimis Islam lainnya. 

Pasukan tempur Australia meninggalkan negara itu pada tahun 2013, tetapi sejak itu muncul laporan perilaku brutal yang dilakukan unit pasukan khusus elite. Mulai dari laporan tentang tentara yang membunuh seorang anak berusia enam tahun dalam penggerebekan rumah hingga seorang tahanan yang ditembak mati untuk menghemat ruang di dalam helikopter.

Baca Juga:  Lucinta Luna Ditahan di Sel Perempuan atau Laki-laki Ya?

Pemerintah Australia berusaha untuk meredam pukulan dari laporan itu, dengan Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan kepada warga Australia pekan lalu untuk bersiap menghadapi "kebenaran yang jujur ​​dan brutal" terkandung dalam dokumen yang disunting itu. 

PM Morrison juga menelepon mitranya di Afghanistan, Rabu kemarin, untuk menegaskan bahwa pemerintahnya sangat serius menanggapi beberapa tuduhan yang menganggu tersebut. Kantor Presiden Afghanistan, dalam kicauannya menyebut PM Morrison telah mengungkapkan kesedihan yang paling dalam atas kesalahan tersebut.

Sumber: AFP/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun
 

CANBERRA (RIAUPOS.CO) – Perwira tinggi militer Australia mengakui ada bukti terpercaya yang menunjukkan pasukan khususnya secara kejam membunuh setidaknya 39 warga sipil dan tahanan Afghanistan. 

Pernyataan Kepala Jenderal Angkatan Pertahanan Australia, Angus Campbell, muncul sebagai hasil dari investigasi yang tertuang dalam dokumen Afghan Files. Di dalamnya mengungkap perilaku tak manusiawi anggota militer Australia di Afghanistan selama bertahun-tahun. 

"Beberapa petugas patroli mengambil alih hukum ke tengah mereka sendiri, aturan dilanggar, cerita dibuat-buat, kebohongan diceritakan dan tahanan dibunuh," kata Jenderal Campbell dikutip dari AFP, Kamis (19/11/2020). 

Jenderal Campbell dengan tulus dan tanpa pamrih meminta maaf kepada rakyat Afghanistan. Dia menyebut 25 pasukan khusus Australia yang dituduh melakukan kesalahan dalam 23 insiden telah membawa noda pada resimen mereka, dan angkatan bersenjata Australia. BACA JUGA: Pemimpin Senior Al Qaeda Terbunuh dalam Serangan di Afghanistan 

Baca Juga:  Uang OSO di Kasino Malaysia, Plt dan Sekjen DPD Angkat Suara

"Catatan memalukan ini mencakup dugaan kasus di mana anggota patroli baru dipaksa untuk menembak seorang tahanan untuk mencapai pembunuhan pertama prajurit itu, dalam praktik mengerikan yang dikenal sebagai 'blooding'," lanjutnya.

Campbell juga menyerukan agar beberapa medali layanan terhormat yang diberikan kepada pasukan operasi khusus yang bertugas di Afghanistan antara 2007 dan 2013 dicabut. 

Setelah serangan teror 11 September 2001, lebih dari 26.000 personel berseragam Australia dikirim ke Afghanistan untuk bertempur bersama Amerika Serikat dan pasukan sekutu melawan Taliban, Al-Qaeda, dan kelompok ekstrimis Islam lainnya. 

Pasukan tempur Australia meninggalkan negara itu pada tahun 2013, tetapi sejak itu muncul laporan perilaku brutal yang dilakukan unit pasukan khusus elite. Mulai dari laporan tentang tentara yang membunuh seorang anak berusia enam tahun dalam penggerebekan rumah hingga seorang tahanan yang ditembak mati untuk menghemat ruang di dalam helikopter.

Baca Juga:  Rumah Senilai Rp132 M Dirobohkan

Pemerintah Australia berusaha untuk meredam pukulan dari laporan itu, dengan Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan kepada warga Australia pekan lalu untuk bersiap menghadapi "kebenaran yang jujur ​​dan brutal" terkandung dalam dokumen yang disunting itu. 

PM Morrison juga menelepon mitranya di Afghanistan, Rabu kemarin, untuk menegaskan bahwa pemerintahnya sangat serius menanggapi beberapa tuduhan yang menganggu tersebut. Kantor Presiden Afghanistan, dalam kicauannya menyebut PM Morrison telah mengungkapkan kesedihan yang paling dalam atas kesalahan tersebut.

Sumber: AFP/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos
spot_img

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

spot_img

Militer Australia Bunuh Puluhan Warga Sipil dan Tahanan Afghanistan 

CANBERRA (RIAUPOS.CO) – Perwira tinggi militer Australia mengakui ada bukti terpercaya yang menunjukkan pasukan khususnya secara kejam membunuh setidaknya 39 warga sipil dan tahanan Afghanistan. 

Pernyataan Kepala Jenderal Angkatan Pertahanan Australia, Angus Campbell, muncul sebagai hasil dari investigasi yang tertuang dalam dokumen Afghan Files. Di dalamnya mengungkap perilaku tak manusiawi anggota militer Australia di Afghanistan selama bertahun-tahun. 

"Beberapa petugas patroli mengambil alih hukum ke tengah mereka sendiri, aturan dilanggar, cerita dibuat-buat, kebohongan diceritakan dan tahanan dibunuh," kata Jenderal Campbell dikutip dari AFP, Kamis (19/11/2020). 

Jenderal Campbell dengan tulus dan tanpa pamrih meminta maaf kepada rakyat Afghanistan. Dia menyebut 25 pasukan khusus Australia yang dituduh melakukan kesalahan dalam 23 insiden telah membawa noda pada resimen mereka, dan angkatan bersenjata Australia. BACA JUGA: Pemimpin Senior Al Qaeda Terbunuh dalam Serangan di Afghanistan 

Baca Juga:  Perguruan Thawalib Padang Panjang Terima Santri Baru, Ini Syaratnya

"Catatan memalukan ini mencakup dugaan kasus di mana anggota patroli baru dipaksa untuk menembak seorang tahanan untuk mencapai pembunuhan pertama prajurit itu, dalam praktik mengerikan yang dikenal sebagai 'blooding'," lanjutnya.

Campbell juga menyerukan agar beberapa medali layanan terhormat yang diberikan kepada pasukan operasi khusus yang bertugas di Afghanistan antara 2007 dan 2013 dicabut. 

Setelah serangan teror 11 September 2001, lebih dari 26.000 personel berseragam Australia dikirim ke Afghanistan untuk bertempur bersama Amerika Serikat dan pasukan sekutu melawan Taliban, Al-Qaeda, dan kelompok ekstrimis Islam lainnya. 

Pasukan tempur Australia meninggalkan negara itu pada tahun 2013, tetapi sejak itu muncul laporan perilaku brutal yang dilakukan unit pasukan khusus elite. Mulai dari laporan tentang tentara yang membunuh seorang anak berusia enam tahun dalam penggerebekan rumah hingga seorang tahanan yang ditembak mati untuk menghemat ruang di dalam helikopter.

Baca Juga:  Komnas HAM Periksa Terbit Pekan Depan

Pemerintah Australia berusaha untuk meredam pukulan dari laporan itu, dengan Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan kepada warga Australia pekan lalu untuk bersiap menghadapi "kebenaran yang jujur ​​dan brutal" terkandung dalam dokumen yang disunting itu. 

PM Morrison juga menelepon mitranya di Afghanistan, Rabu kemarin, untuk menegaskan bahwa pemerintahnya sangat serius menanggapi beberapa tuduhan yang menganggu tersebut. Kantor Presiden Afghanistan, dalam kicauannya menyebut PM Morrison telah mengungkapkan kesedihan yang paling dalam atas kesalahan tersebut.

Sumber: AFP/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun
 

CANBERRA (RIAUPOS.CO) – Perwira tinggi militer Australia mengakui ada bukti terpercaya yang menunjukkan pasukan khususnya secara kejam membunuh setidaknya 39 warga sipil dan tahanan Afghanistan. 

Pernyataan Kepala Jenderal Angkatan Pertahanan Australia, Angus Campbell, muncul sebagai hasil dari investigasi yang tertuang dalam dokumen Afghan Files. Di dalamnya mengungkap perilaku tak manusiawi anggota militer Australia di Afghanistan selama bertahun-tahun. 

"Beberapa petugas patroli mengambil alih hukum ke tengah mereka sendiri, aturan dilanggar, cerita dibuat-buat, kebohongan diceritakan dan tahanan dibunuh," kata Jenderal Campbell dikutip dari AFP, Kamis (19/11/2020). 

Jenderal Campbell dengan tulus dan tanpa pamrih meminta maaf kepada rakyat Afghanistan. Dia menyebut 25 pasukan khusus Australia yang dituduh melakukan kesalahan dalam 23 insiden telah membawa noda pada resimen mereka, dan angkatan bersenjata Australia. BACA JUGA: Pemimpin Senior Al Qaeda Terbunuh dalam Serangan di Afghanistan 

Baca Juga:  Pengobat Rindu pada The Godfather of Broken Heart

"Catatan memalukan ini mencakup dugaan kasus di mana anggota patroli baru dipaksa untuk menembak seorang tahanan untuk mencapai pembunuhan pertama prajurit itu, dalam praktik mengerikan yang dikenal sebagai 'blooding'," lanjutnya.

Campbell juga menyerukan agar beberapa medali layanan terhormat yang diberikan kepada pasukan operasi khusus yang bertugas di Afghanistan antara 2007 dan 2013 dicabut. 

Setelah serangan teror 11 September 2001, lebih dari 26.000 personel berseragam Australia dikirim ke Afghanistan untuk bertempur bersama Amerika Serikat dan pasukan sekutu melawan Taliban, Al-Qaeda, dan kelompok ekstrimis Islam lainnya. 

Pasukan tempur Australia meninggalkan negara itu pada tahun 2013, tetapi sejak itu muncul laporan perilaku brutal yang dilakukan unit pasukan khusus elite. Mulai dari laporan tentang tentara yang membunuh seorang anak berusia enam tahun dalam penggerebekan rumah hingga seorang tahanan yang ditembak mati untuk menghemat ruang di dalam helikopter.

Baca Juga:  Pemerintah Luncurkan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup

Pemerintah Australia berusaha untuk meredam pukulan dari laporan itu, dengan Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan kepada warga Australia pekan lalu untuk bersiap menghadapi "kebenaran yang jujur ​​dan brutal" terkandung dalam dokumen yang disunting itu. 

PM Morrison juga menelepon mitranya di Afghanistan, Rabu kemarin, untuk menegaskan bahwa pemerintahnya sangat serius menanggapi beberapa tuduhan yang menganggu tersebut. Kantor Presiden Afghanistan, dalam kicauannya menyebut PM Morrison telah mengungkapkan kesedihan yang paling dalam atas kesalahan tersebut.

Sumber: AFP/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari