Minggu, 10 November 2024

Selamat Bekerja, Sejumlah PR Menunggu

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Indonesia akan memiliki pemerintahan baru hari ini. Menyusul dilantiknya Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 usai memenangi pemilihan presiden (Pilpres) 2019 pada April lalu. Selamat bekerja Jokowi dan Ma’ruf.

Bagi Jokowi, ini akan menjadi kesempatan kedua setelah menjalani lima tahun kepemimpinan bersama Jusuf Kalla. Bersama wakilnya yang baru, sejumlah pekerjaan rumah (PR) sudah menunggu untuk dituntaskan melalui janji-janji kampanyenya.

- Advertisement -

Di bidang hukum, Jokowi punya setumpuk persoalan. Menurut Pakar Hukum Pidana Suparji Ahmad, periode kedua Jokowi yang akan dijalani bersama Ma’ruf harus bisa dimaksimalkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Sehingga tidak menyisakan tugas dan jadi beban ketika mereka sampai garis finis 2024 mendatang.

Dalam catatan Suparji, penyelesaian kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan harus mampu diselesaikan. Jangan sampai itu jadi beban bagi Jokowi dan Ma’ruf. Menuntaskan kasus Novel, merupakan salah satu cara menunjukan komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi.

Masih segar dalam ingatan masyarakat bagaimana UU KPK merontokkan kekuatan lembaga superbodi itu. "Secara kelembagaan, di akhir pemerintah ini kan KPK berada di senja kala," ungkap dia kepada JPG, Ahad (19/10). Untuk itu, perlu ada upaya signifikan yang bisa menunjukkan pemerintah punya komitmen menguatkan KPK.

- Advertisement -
Baca Juga:  Keterbatasan Fasilitas, Peringkat UN SMP Rendah

Suparji memandang, pembentukan UU serupa revisi UU KPK tidak boleh terulang lagi. Di mana aspirasi masyarakat yang disuarakan dengan begitu keras seolah tidak didengar. Pemerintah bersama DPR tetap mengesahkan revisi UU tersebut meski ditolak keras oleh masyarakat. "Itu sebuah potret yang tidak boleh terjadi di hari yang akan datang," imbuhnya.

KPK sebagai salah satu tonggak pemberantasan korupsi di tanah air harus bersama-sama dijaga. Karena itu, dari banyak catatan problem bidang hukum di periode pertama Jokowi, Suparji menggarisbawahi masalah yang berkaitan dengan KPK. Selain itu, berbagai perbaikan untuk mendorong terciptanya peradilan yang bersih juga masuk dalam catatannya.

Menurut Suparji, peradilan akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Juga bakal mendorong terjaminnya Hak Asasi Manusia (HAM). "Perbaikan kinerja lembaga penegak hukum wajib digenjot oleh Jokowi dan Ma’ruf," kata dia.

"Kepolisian, kejaksaan, maupun KPK harus mampu mengerjakan tugas-tugas dengan lebih baik," tambahnya.

Secara khusus, Imparsial menekankan bahwa HAM masih menjadi janji Jokowi yang belum dipenuhi. Walau sempat menyatakan, siap menyelesaikan berbagai persoalan menyangkut HAM, mereka menilai mantan Gubernur DKI itu tidak mampu membuktikan janji tersebut di periode pertama kepemimpinannya sebagai presiden.

Baca Juga:  Padat Karya Mangrove KLHK di Bengkalis Libatkan Empat Kelompok Tani

Direktur Imparsial Al Araf meminta pekerjaan rumah tersebut harus bisa diselesaikan oleh Jokowi di periode nanti. "Menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut dengan cara yang berkeadilan," terangnya.

Agenda HAM, lanjut dia, merupakan salah satu agenda reformasi yang penting untuk terus diingat oleh setiap pemimpin di Tanah Air.
Al Araf pun menyampaikan, penegakan HAM adalah bentuk tanggung jawab negara. "Negara tidak boleh lari dan menutup mata dari persoalan kasus pelanggaran HAM yang hingga kini belum tuntas penyelesaiannya," kata dia. Berdasar catatannya, kasus pelanggaran HAM yang menunggu untuk diselesaikan masih menumpuk.

Mulai kasus penghilangan aktivis medio 1996 sampai 1998, Tragedi Semanggi I dan Semanggi II, kasus pembunuhan massal dan penghilangan orang 1965 sampai 1966, pembunuhan dan penembakan di Tanjung Priok 1984, kejahatan kemanusiaan Aceh sejak 1976–2004, dan penembakan misterius dalam rentang waktu 1982-1985.

Selain itu, kasus Talangsari 1989, Tragedi Wasior dan Wamena 2000 lalu, kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib pada tahun 2004, serta kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya. Dengan tegas, Al Araf meminta supaya Jokowi tidak mengulang kesalahan memilih menteri dan pembantu presiden yang diduga terlibat atau bertanggung jawab atas kasus HAM. (syn/far/dee/han/mar/das)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Indonesia akan memiliki pemerintahan baru hari ini. Menyusul dilantiknya Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 usai memenangi pemilihan presiden (Pilpres) 2019 pada April lalu. Selamat bekerja Jokowi dan Ma’ruf.

Bagi Jokowi, ini akan menjadi kesempatan kedua setelah menjalani lima tahun kepemimpinan bersama Jusuf Kalla. Bersama wakilnya yang baru, sejumlah pekerjaan rumah (PR) sudah menunggu untuk dituntaskan melalui janji-janji kampanyenya.

- Advertisement -

Di bidang hukum, Jokowi punya setumpuk persoalan. Menurut Pakar Hukum Pidana Suparji Ahmad, periode kedua Jokowi yang akan dijalani bersama Ma’ruf harus bisa dimaksimalkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Sehingga tidak menyisakan tugas dan jadi beban ketika mereka sampai garis finis 2024 mendatang.

Dalam catatan Suparji, penyelesaian kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan harus mampu diselesaikan. Jangan sampai itu jadi beban bagi Jokowi dan Ma’ruf. Menuntaskan kasus Novel, merupakan salah satu cara menunjukan komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi.

- Advertisement -

Masih segar dalam ingatan masyarakat bagaimana UU KPK merontokkan kekuatan lembaga superbodi itu. "Secara kelembagaan, di akhir pemerintah ini kan KPK berada di senja kala," ungkap dia kepada JPG, Ahad (19/10). Untuk itu, perlu ada upaya signifikan yang bisa menunjukkan pemerintah punya komitmen menguatkan KPK.

Baca Juga:  Klaster Pendidikan Harus Dicegah

Suparji memandang, pembentukan UU serupa revisi UU KPK tidak boleh terulang lagi. Di mana aspirasi masyarakat yang disuarakan dengan begitu keras seolah tidak didengar. Pemerintah bersama DPR tetap mengesahkan revisi UU tersebut meski ditolak keras oleh masyarakat. "Itu sebuah potret yang tidak boleh terjadi di hari yang akan datang," imbuhnya.

KPK sebagai salah satu tonggak pemberantasan korupsi di tanah air harus bersama-sama dijaga. Karena itu, dari banyak catatan problem bidang hukum di periode pertama Jokowi, Suparji menggarisbawahi masalah yang berkaitan dengan KPK. Selain itu, berbagai perbaikan untuk mendorong terciptanya peradilan yang bersih juga masuk dalam catatannya.

Menurut Suparji, peradilan akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Juga bakal mendorong terjaminnya Hak Asasi Manusia (HAM). "Perbaikan kinerja lembaga penegak hukum wajib digenjot oleh Jokowi dan Ma’ruf," kata dia.

"Kepolisian, kejaksaan, maupun KPK harus mampu mengerjakan tugas-tugas dengan lebih baik," tambahnya.

Secara khusus, Imparsial menekankan bahwa HAM masih menjadi janji Jokowi yang belum dipenuhi. Walau sempat menyatakan, siap menyelesaikan berbagai persoalan menyangkut HAM, mereka menilai mantan Gubernur DKI itu tidak mampu membuktikan janji tersebut di periode pertama kepemimpinannya sebagai presiden.

Baca Juga:  Keterbatasan Fasilitas, Peringkat UN SMP Rendah

Direktur Imparsial Al Araf meminta pekerjaan rumah tersebut harus bisa diselesaikan oleh Jokowi di periode nanti. "Menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut dengan cara yang berkeadilan," terangnya.

Agenda HAM, lanjut dia, merupakan salah satu agenda reformasi yang penting untuk terus diingat oleh setiap pemimpin di Tanah Air.
Al Araf pun menyampaikan, penegakan HAM adalah bentuk tanggung jawab negara. "Negara tidak boleh lari dan menutup mata dari persoalan kasus pelanggaran HAM yang hingga kini belum tuntas penyelesaiannya," kata dia. Berdasar catatannya, kasus pelanggaran HAM yang menunggu untuk diselesaikan masih menumpuk.

Mulai kasus penghilangan aktivis medio 1996 sampai 1998, Tragedi Semanggi I dan Semanggi II, kasus pembunuhan massal dan penghilangan orang 1965 sampai 1966, pembunuhan dan penembakan di Tanjung Priok 1984, kejahatan kemanusiaan Aceh sejak 1976–2004, dan penembakan misterius dalam rentang waktu 1982-1985.

Selain itu, kasus Talangsari 1989, Tragedi Wasior dan Wamena 2000 lalu, kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib pada tahun 2004, serta kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya. Dengan tegas, Al Araf meminta supaya Jokowi tidak mengulang kesalahan memilih menteri dan pembantu presiden yang diduga terlibat atau bertanggung jawab atas kasus HAM. (syn/far/dee/han/mar/das)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari