Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Usut Tuntas Program Prakerja

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal program kartu prakerja diharapkan menjadi pintu masuk untuk mengusut lebih jauh indikasi pelanggaran hukum yang diduga dilakukan manajemen pelaksana. Terutama terkait dengan potensi kerugian keuangan negara yang timbul akibat tidak efektifnya pelaksanaan kegiatan yang disusun sebagai program semi bantuan sosial (bansos) Covid-19 itu.

Anggota Komisi III DPR Jazilul Fawaid mengatakan, selama ini banyak pihak menduga program kartu prakerja banyak masalah, salah sasaran, dan salah urus.

Kajian KPK yang dipaparkan Kamis (18/6) lalu menguatkan dugaan itu.  "Ternyata terkonfirmasi oleh rekomendasi KPK," terang Jazil kepada Jawa Pos (JPG), kemarin (19/6).

Jazil yakin, KPK telah meneliti dengan cermat dan objektif terhadap persoalan kartu prakerja. Dia menyatakan, pemerintah harus memperhatikan dan menindaklanjuti rekomendasi lembaga antirasuah itu. Menurut dia, jika rekomendasi tersebut diabaikan, maka akan menambah kecurigaan publik terhadap program yang menelan anggaran Rp20 triliun itu.

Wakil Ketua MPR tersebut mengatakan, pihaknya mendukung jika program itu dialihkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sebab, itu juga merupakan bagian dari ranah eksekutif pemerintah.
"Dan kita semua juga akan mengawasi kinerjanya," ungkap legislator asal Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur X itu.

Habiburokhman, anggota Komisi III DPR menambahkan, sejak awal dirinya sudah mempersoalkan kartu prakerja, karena berpotensi bermasalah.

"Sekarang omongan saya terbukti kan?" terang dia saat ditemui di gedung DPR RI, kemarin.

Pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap program itu. Jadi, harus dilakukan audit terhadap program yang sudah dilaksanakan, karena sudah banyak anggaran yang dikeluarkan. Begitu juga semua aspek yang dianggap bermasalah juga harus diaudit. Politikus Partai Gerindra itu berharap, KPK tidak hanya melakukan pencegahan, tapi juga melakukan evaluasi secara menyeluruh. Khususnya, kata dia, terhadap anggaran yang sudah dikeluarkan untuk membiayai program yang mendapat sorotan dari masyarakat luas itu.

Dia meminta KPK tidak tanggung-tanggung mengawasi dan mengusut persoalan tersebut. Sebab, langkah itu mendapat dukungan dari masyarakat luas. Apalagi, lanjut dia, mayoritas fraksi di DPR juga mempersoalkan program kartu prakerja.

Baca Juga:  Febri Diansyah Mundur dari KPK, Ini Alasannya

"Jika ada persoalan harus ditindak tegas," jelas Habiburokhman.

Indonesia Corruption Watch (ICW) juga memiliki kesimpulan serupa. Dalam kajian yang mereka lakukan ditemukan banyak masalah. Misal, tidak ada standar jelas yang mengatur batasan mitra platform digital yang merangkap sebagai lembaga penyedia pelatihan (LPP). Temuan itu juga diungkap KPK dalam paparan kajian beberapa waktu lalu.

Selain itu, ICW juga mengidentifikasi adanya potensi kuat terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) dalam proses kurasi dan pengawasan penyelenggaraan pelatihan dalam jaringan (daring) prakerja.

"Tidak adanya standar yang jelas mengenai lembaga pelatihan yang dinilai pantas dan bisa bermitra dalam program kartu prakerja," ujar peneliti ICW Tibiko Zabar dalam catatan kritis ICW soal program kartu prakerja.

Dugaan konflik kepentingan sebelumnya juga ditemukan KPK. Lembaga antikorupsi itu mengidentifikasi adanya konflik kepentingan pada 5 platform digital (dari 8) dengan LPP. Itu mengingat sebanyak 250 dari 1.895 pelatihan adalah milik LPP yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital. KPK merekomendasikan komite cipta kerja agar meminta legal opinion dari Jamdatun Kejaksaan Agung tentang kerja sama dengan platform digital.

KPK juga menyoroti materi pelatihan yang tidak dilakukan dengan kompetensi memadai. Bahkan, pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 24 persen dari 1.895 pelatihan. Dan hanya 55 persen dari 457 pelatihan yang dapat diberikan secara daring. Bukan hanya itu, dari 327 sampel pelatihan juga ditemukan 89 persen (291) tersedia secara gratis di internet.

Sementara itu, Project Management Office (PMO) Kartu Prakerja sudah menghentikan sementara seluruh proses kegiatan program terkait hasil kajian KPK untuk memperbaiki tata kelola, kebijakan, dan pelaksanaan.

"Komite  sudah menunda pendaftaran kartu prakerja dua minggu lebih. Itu juga sebagai bagian evaluasi dan mendengarkan masukan lembaga pengawas," kata Direktur Komunikasi, Kemitraan, dan Pengembangan Ekosistem PMO Kartu Prakerja Panji Winanteya Ruky kepada JPG.

Baca Juga:  Ajak Semua Pihak Sukseskan Sensus

Panji juga menegaskan tidak ada konflik kepentingan terkait kemitraan platform digital. Menurut dia, pemerintah melalui PMO yang menetapkan lembaga, jenis pelatihan, hingga melakukan kurasi utama yang paling terakhir.

"Jadi kami lah yang menjadi jurinya. Platform digital hanya mengusulkan," jelasnya.

Saat ini ada delapan platform mitra kartu prakerja yang menyatakan sanggup. Panji memastikan, nantinya jumlah tersebut akan terus bertambah. Asal, memenuhi syarat sesuai Permenko Perekonomian Nomor 3 Tahun 2020. Pemerintah tidak melakukan tender untuk menggandeng mitra pelatihan online. Hanya berbasis kerja sama terbuka antara pemerintah dan platform yang menyatakan sanggup dan sesuai dengan kriteria dalam pasal 26 Permenko Perekonomian Nomor 3 Tahun 2020.

Kemudian, untuk teknis kerja sama, sesuai ayat 1 pasal 48 Permenko Perekonomian Nomor 3 Tahun 2020 yang menyebut, pelaksanaan kerjasama  manajemen pelaksana dan platform digital dilakukan melalui perjanjian kerja.

"Jadi saya perlu klarifikasi, tidak ada penunjukkan, murni atas perjanjian kerja sama kedua pihak," tegasnya.

Sedangkan untuk kriteria platform digital, ada di pasal 47 yakni, dapat dikelola pemerintah (seperti sisnaker) atau swasta. Dengan syarat, memliki kecakupan berskala nasional, sistem dan teknologi memadai mendukung program kartu prakerja, dan memiliki portal atau situs aplikasi daring melalui internet yang digunakan untuk memfasilitasi program.

"Dan yang terpenting memiliki kerja sama dengan lembaga pelatihan yang memiliki program berbasis kompetensi kerja. Jika swasta, harus berbadan hukum perseroan terbatas dan memiliki izin usaha," papar Panji.

Dari perjanjian tersebut, kata Panji, manajemen pelaksana kartu prakerja tidak memberikan fee apapun kepada mitra platform digital. Tapi, memberikan manfaat bantuan kepada peserta untuk membayar biaya pelatihan yang ditetapkan mitra platform digital.

"Jadi untuk pembiayaan dan fee urusan platform digital dan lembaga pelatihan. Kami tidak ikut di situ. Aturannya sama semua, tidak ada special treatment ke salah satu mitra," terangnya.(lum/tyo/han/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal program kartu prakerja diharapkan menjadi pintu masuk untuk mengusut lebih jauh indikasi pelanggaran hukum yang diduga dilakukan manajemen pelaksana. Terutama terkait dengan potensi kerugian keuangan negara yang timbul akibat tidak efektifnya pelaksanaan kegiatan yang disusun sebagai program semi bantuan sosial (bansos) Covid-19 itu.

Anggota Komisi III DPR Jazilul Fawaid mengatakan, selama ini banyak pihak menduga program kartu prakerja banyak masalah, salah sasaran, dan salah urus.

- Advertisement -

Kajian KPK yang dipaparkan Kamis (18/6) lalu menguatkan dugaan itu.  "Ternyata terkonfirmasi oleh rekomendasi KPK," terang Jazil kepada Jawa Pos (JPG), kemarin (19/6).

Jazil yakin, KPK telah meneliti dengan cermat dan objektif terhadap persoalan kartu prakerja. Dia menyatakan, pemerintah harus memperhatikan dan menindaklanjuti rekomendasi lembaga antirasuah itu. Menurut dia, jika rekomendasi tersebut diabaikan, maka akan menambah kecurigaan publik terhadap program yang menelan anggaran Rp20 triliun itu.

- Advertisement -

Wakil Ketua MPR tersebut mengatakan, pihaknya mendukung jika program itu dialihkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sebab, itu juga merupakan bagian dari ranah eksekutif pemerintah.
"Dan kita semua juga akan mengawasi kinerjanya," ungkap legislator asal Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur X itu.

Habiburokhman, anggota Komisi III DPR menambahkan, sejak awal dirinya sudah mempersoalkan kartu prakerja, karena berpotensi bermasalah.

"Sekarang omongan saya terbukti kan?" terang dia saat ditemui di gedung DPR RI, kemarin.

Pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap program itu. Jadi, harus dilakukan audit terhadap program yang sudah dilaksanakan, karena sudah banyak anggaran yang dikeluarkan. Begitu juga semua aspek yang dianggap bermasalah juga harus diaudit. Politikus Partai Gerindra itu berharap, KPK tidak hanya melakukan pencegahan, tapi juga melakukan evaluasi secara menyeluruh. Khususnya, kata dia, terhadap anggaran yang sudah dikeluarkan untuk membiayai program yang mendapat sorotan dari masyarakat luas itu.

Dia meminta KPK tidak tanggung-tanggung mengawasi dan mengusut persoalan tersebut. Sebab, langkah itu mendapat dukungan dari masyarakat luas. Apalagi, lanjut dia, mayoritas fraksi di DPR juga mempersoalkan program kartu prakerja.

Baca Juga:  Moeldoko: Mau Apa Lagi? Masyarakat Ingin Damai

"Jika ada persoalan harus ditindak tegas," jelas Habiburokhman.

Indonesia Corruption Watch (ICW) juga memiliki kesimpulan serupa. Dalam kajian yang mereka lakukan ditemukan banyak masalah. Misal, tidak ada standar jelas yang mengatur batasan mitra platform digital yang merangkap sebagai lembaga penyedia pelatihan (LPP). Temuan itu juga diungkap KPK dalam paparan kajian beberapa waktu lalu.

Selain itu, ICW juga mengidentifikasi adanya potensi kuat terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) dalam proses kurasi dan pengawasan penyelenggaraan pelatihan dalam jaringan (daring) prakerja.

"Tidak adanya standar yang jelas mengenai lembaga pelatihan yang dinilai pantas dan bisa bermitra dalam program kartu prakerja," ujar peneliti ICW Tibiko Zabar dalam catatan kritis ICW soal program kartu prakerja.

Dugaan konflik kepentingan sebelumnya juga ditemukan KPK. Lembaga antikorupsi itu mengidentifikasi adanya konflik kepentingan pada 5 platform digital (dari 8) dengan LPP. Itu mengingat sebanyak 250 dari 1.895 pelatihan adalah milik LPP yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital. KPK merekomendasikan komite cipta kerja agar meminta legal opinion dari Jamdatun Kejaksaan Agung tentang kerja sama dengan platform digital.

KPK juga menyoroti materi pelatihan yang tidak dilakukan dengan kompetensi memadai. Bahkan, pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 24 persen dari 1.895 pelatihan. Dan hanya 55 persen dari 457 pelatihan yang dapat diberikan secara daring. Bukan hanya itu, dari 327 sampel pelatihan juga ditemukan 89 persen (291) tersedia secara gratis di internet.

Sementara itu, Project Management Office (PMO) Kartu Prakerja sudah menghentikan sementara seluruh proses kegiatan program terkait hasil kajian KPK untuk memperbaiki tata kelola, kebijakan, dan pelaksanaan.

"Komite  sudah menunda pendaftaran kartu prakerja dua minggu lebih. Itu juga sebagai bagian evaluasi dan mendengarkan masukan lembaga pengawas," kata Direktur Komunikasi, Kemitraan, dan Pengembangan Ekosistem PMO Kartu Prakerja Panji Winanteya Ruky kepada JPG.

Baca Juga:  Salat Iduladha Diizinkan di Masjid

Panji juga menegaskan tidak ada konflik kepentingan terkait kemitraan platform digital. Menurut dia, pemerintah melalui PMO yang menetapkan lembaga, jenis pelatihan, hingga melakukan kurasi utama yang paling terakhir.

"Jadi kami lah yang menjadi jurinya. Platform digital hanya mengusulkan," jelasnya.

Saat ini ada delapan platform mitra kartu prakerja yang menyatakan sanggup. Panji memastikan, nantinya jumlah tersebut akan terus bertambah. Asal, memenuhi syarat sesuai Permenko Perekonomian Nomor 3 Tahun 2020. Pemerintah tidak melakukan tender untuk menggandeng mitra pelatihan online. Hanya berbasis kerja sama terbuka antara pemerintah dan platform yang menyatakan sanggup dan sesuai dengan kriteria dalam pasal 26 Permenko Perekonomian Nomor 3 Tahun 2020.

Kemudian, untuk teknis kerja sama, sesuai ayat 1 pasal 48 Permenko Perekonomian Nomor 3 Tahun 2020 yang menyebut, pelaksanaan kerjasama  manajemen pelaksana dan platform digital dilakukan melalui perjanjian kerja.

"Jadi saya perlu klarifikasi, tidak ada penunjukkan, murni atas perjanjian kerja sama kedua pihak," tegasnya.

Sedangkan untuk kriteria platform digital, ada di pasal 47 yakni, dapat dikelola pemerintah (seperti sisnaker) atau swasta. Dengan syarat, memliki kecakupan berskala nasional, sistem dan teknologi memadai mendukung program kartu prakerja, dan memiliki portal atau situs aplikasi daring melalui internet yang digunakan untuk memfasilitasi program.

"Dan yang terpenting memiliki kerja sama dengan lembaga pelatihan yang memiliki program berbasis kompetensi kerja. Jika swasta, harus berbadan hukum perseroan terbatas dan memiliki izin usaha," papar Panji.

Dari perjanjian tersebut, kata Panji, manajemen pelaksana kartu prakerja tidak memberikan fee apapun kepada mitra platform digital. Tapi, memberikan manfaat bantuan kepada peserta untuk membayar biaya pelatihan yang ditetapkan mitra platform digital.

"Jadi untuk pembiayaan dan fee urusan platform digital dan lembaga pelatihan. Kami tidak ikut di situ. Aturannya sama semua, tidak ada special treatment ke salah satu mitra," terangnya.(lum/tyo/han/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari