Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Survei SMRC soal Gakkum dan Kondisi Pemberantasan Korupsi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Dalam dua tahun pemerintahan Joko Widodo di periode kedua, penilaian buruk pada penegakan hukum mengalami kenaikan. Kesimpulan ini muncul dalam hasil survei nasional opini publik yang dilakukan Saiful Mujani Reseach and Consulting (SMCR).

Survei opini publik ini digelar pada 15 – 21 September 2021 melalui tatap muka atau wawancara langsung. Sampel sebanyak 1220 responden dipilih secara acak (multistage random sampling) dari seluruh populasi Indonesia yang berumur minimal 17 tahun atau sudah menikah. Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 981 atau 80 persen. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,19 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling).

Dalam presentasinya, Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas, menyatakan bahwa warga yang menilai kondisi penegakan hukum baik atau sangat baik sekitar 44,8 persen. Sementara yang menilai penegakan hukum buruk atau sangat buruk sekitar 24,8 persen. Dan ada 27,2 persen yang menilai sedang saja. Yang tidak tahu atau tidak menjawab sebesar 3,1 persen.

Meski persentase yang menilai positif pada kondisi penegakan hukum lebih banyak dari yang menilai sebaliknya, namun persepsi publik cenderung memburuk dalam dua tahun terakhir. Abbas menjelaskan bahwa yang menilai kondisi penegakan hukum buruk atau sangat buruk naik dari 15,1 persen pada survei September 2019 menjadi 24,8 persen pada survei September 2021.

Baca Juga:  Presiden Ukraina Tolak Menyerah

“Persepsi atas kondisi penegakan hukum memburuk di masa Covid-19 ini dan belum kembali pulih ke masa sebelum pandemi,” terang Abbas dalam rilis bertajuk ‘Evaluasi Publik Nasional Dua Tahun Kinerja Presiden Jokowi’ secara online di Jakarta pada 19 Oktober 2021.

Sementara itu, hanya 24,9 persen publik Indonesia yang menilai kondisi pemberantasan korupsi baik. Hasil survei yang dipresentasikan Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas, ini menunjukkan bahwa warga yang menilai kondisi pemberantasan korupsi baik atau sangat baik sekitar 24,9 persen.

Angka ini lebih rendah dibanding yang menilai buruk atau sangat buruk, yakni sebesar 48,2. Sementara yang menilai kondisi pemberantasan korupsi sedang saja sebanyak 23,2 persen. Masih ada 3,8 persen yang tidak menjawab atau tidak tahu.

Abbas juga menjelaskan bahwa dalam 2 tahun terakhir persepsi atas korupsi cenderung memburuk.

Baca Juga:  11.580 Formasi CPNS Tak Terisi Karena Tidak Ada yang Lolos Passing Grade

“Dari April 2019 ke September 2021, yang menilai korupsi di negara kita semakin banyak jumlahnya naik dari 47,6 persen menjadi 49,1 persen, sebaliknya yang menilai korupsi semakin sedikit menurun dari 24,5 persen menjadi 17,1 persen,” terang Abbas.

Di sisi lain, masih dari survei yang sama, menunjukkan hanya 17,1 persen publik yang menilai korupsi di Indonesia sekarang semakin sedikit. 

Terkait ini, dipresentasikan oleh Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas, ini menunjukkan bahwa ada 17,1 persen warga yang menganggap korupsi sekarang semakin sedikit. Yang menilai semakin banyak 49,1 persen. Sementara yang menilai tidak ada perubahan sebanyak 27,8 persen, dan yang mengatakan tidak tahu 6 persen.

“Dalam dua tahun terakhir, penilaian positif warga atas kondisi korupsi di Indonesia (yang mengatakan korupsi semakin sedikit) menurun dibanding pada 2019, dari 24,5 persen pada April 2019 menjadi 17,1 persen pada september 2021,” kata Abbas.

“Sementara yang menilai korupsi semakin banyak naik dari 47,6 persen menjadi 49,1 persen,” pungkasnya dalam keterangan resmi yang diterima Riaupos.co, Selasa (19/10/2021).

Editor: Eka G Putra

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Dalam dua tahun pemerintahan Joko Widodo di periode kedua, penilaian buruk pada penegakan hukum mengalami kenaikan. Kesimpulan ini muncul dalam hasil survei nasional opini publik yang dilakukan Saiful Mujani Reseach and Consulting (SMCR).

Survei opini publik ini digelar pada 15 – 21 September 2021 melalui tatap muka atau wawancara langsung. Sampel sebanyak 1220 responden dipilih secara acak (multistage random sampling) dari seluruh populasi Indonesia yang berumur minimal 17 tahun atau sudah menikah. Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 981 atau 80 persen. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,19 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling).

- Advertisement -

Dalam presentasinya, Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas, menyatakan bahwa warga yang menilai kondisi penegakan hukum baik atau sangat baik sekitar 44,8 persen. Sementara yang menilai penegakan hukum buruk atau sangat buruk sekitar 24,8 persen. Dan ada 27,2 persen yang menilai sedang saja. Yang tidak tahu atau tidak menjawab sebesar 3,1 persen.

Meski persentase yang menilai positif pada kondisi penegakan hukum lebih banyak dari yang menilai sebaliknya, namun persepsi publik cenderung memburuk dalam dua tahun terakhir. Abbas menjelaskan bahwa yang menilai kondisi penegakan hukum buruk atau sangat buruk naik dari 15,1 persen pada survei September 2019 menjadi 24,8 persen pada survei September 2021.

- Advertisement -
Baca Juga:  Wartawan Dumai Jalani Rapid Test Sempat Wawancara Pejabat Positif Covid-19

“Persepsi atas kondisi penegakan hukum memburuk di masa Covid-19 ini dan belum kembali pulih ke masa sebelum pandemi,” terang Abbas dalam rilis bertajuk ‘Evaluasi Publik Nasional Dua Tahun Kinerja Presiden Jokowi’ secara online di Jakarta pada 19 Oktober 2021.

Sementara itu, hanya 24,9 persen publik Indonesia yang menilai kondisi pemberantasan korupsi baik. Hasil survei yang dipresentasikan Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas, ini menunjukkan bahwa warga yang menilai kondisi pemberantasan korupsi baik atau sangat baik sekitar 24,9 persen.

Angka ini lebih rendah dibanding yang menilai buruk atau sangat buruk, yakni sebesar 48,2. Sementara yang menilai kondisi pemberantasan korupsi sedang saja sebanyak 23,2 persen. Masih ada 3,8 persen yang tidak menjawab atau tidak tahu.

Abbas juga menjelaskan bahwa dalam 2 tahun terakhir persepsi atas korupsi cenderung memburuk.

Baca Juga:  11.580 Formasi CPNS Tak Terisi Karena Tidak Ada yang Lolos Passing Grade

“Dari April 2019 ke September 2021, yang menilai korupsi di negara kita semakin banyak jumlahnya naik dari 47,6 persen menjadi 49,1 persen, sebaliknya yang menilai korupsi semakin sedikit menurun dari 24,5 persen menjadi 17,1 persen,” terang Abbas.

Di sisi lain, masih dari survei yang sama, menunjukkan hanya 17,1 persen publik yang menilai korupsi di Indonesia sekarang semakin sedikit. 

Terkait ini, dipresentasikan oleh Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas, ini menunjukkan bahwa ada 17,1 persen warga yang menganggap korupsi sekarang semakin sedikit. Yang menilai semakin banyak 49,1 persen. Sementara yang menilai tidak ada perubahan sebanyak 27,8 persen, dan yang mengatakan tidak tahu 6 persen.

“Dalam dua tahun terakhir, penilaian positif warga atas kondisi korupsi di Indonesia (yang mengatakan korupsi semakin sedikit) menurun dibanding pada 2019, dari 24,5 persen pada April 2019 menjadi 17,1 persen pada september 2021,” kata Abbas.

“Sementara yang menilai korupsi semakin banyak naik dari 47,6 persen menjadi 49,1 persen,” pungkasnya dalam keterangan resmi yang diterima Riaupos.co, Selasa (19/10/2021).

Editor: Eka G Putra

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari