JAKARTA, (RIAUPOS.CO) – Pelimpahan berkas perkara oknum jaksa Pinangki Sirna Malasari disusul penyidikan paralel terhadap dua tersangka lain. Yakni Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya. Jumat (18/7), untuk kali pertama penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) memeriksa Andi Irfan di luar kantor mereka.
Pemeriksaan Andi Irfan dilaksanakan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuahmemfasilitasi Kejagung memeriksa Andi Irfan sebagai bentuk kerja sama di antara aparat penegak hukum. Pemeriksaan tersebut berlangsung sekitar tiga jam. Mulai sekitar pukul 10.00 hingga 13.00.
Usai pemeriksaan, Andi Irfan enggan memberikan komentar kepada awak media. Termasuk perihal dugaan keterlibatan pihak lain dalam perkara suap itu. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut, sejak ditetapkan sebagai tersangka awal bulan lalu, Andi Irfan dititipkan di rumah tahanan negara (rutan) cabang KPK.
Lantaran hanya memfasilitasi penyidik Jampidsus Kejagung, Ali tidak bisa memberikan keterangan apapun terkait materi pemeriksaan terhadap Andi Irfan. KPK sepenuhnya menyerahkan itu kepada pihak Kejagung.
"Mengenai materi pemeriksaan tentu menjadi wewenang penyidik Kejaksaan Agung," kata Ali.
Berdasarkan keterangan dari Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono pemeriksaan Andi Irfan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK sebagai bagian upaya mencegah penyebaran Covid-19.
"Sehingga untuk mempermudah pemeriksaan dilakukan di dalam Rutan KPK dengan tetap menjalankan protokol kesehatan," bebernya.
Kemarin, Andi Irfan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dj oko Tjandra.
"Orang yang diduga melakukan kerja sama atau berhubungan langsung dengan oknum jaksa PSM dalam merencanakan meminta fatwa," kata Kapuspenkum.
Hari tidak menyampaikan secara terperinci materi pemeriksaan kemarin. Menurut dia, pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi kekurangan bahan dari Andi Irfan.
"Karena terdapat perkembangan fakta-fakta hukum yang harus diklarifikasi dan ditanyakan kepada saksi," bebernya.
Di luar itu, Kejagung tidak menyampaikan substansi pemeriksaan. Rencananya, Jampidsus mulai memeriksa Andi Irfan sebagai tersangka.
Di sisi lain, kemarin, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman juga diklarifikasi KPK terkait dengan bukti yang dilaporkan oleh dirinya beberapa waktu lalu. Salah satu bukti itu berkaitan dengan istilah "King Maker". Menurut Boyamin, "King Maker" yang membantu Pinangki dan Rahmat sampai bisa menemui Djoko Tjandra.
""King Maker" ini kemudian mengetahui proses-proses itu (suap Djoko Tjandra, red)," ujar Boyamin.
Boyamin menjelaskan, "King Maker" tersebut diduga menjadi awal mula pengurusan fatwa bebas Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung (MA). Namun, Boyamin belum bisa menyebut siapa yang disebut "King Maker" itu. "Bisa penegak hukum, bisa juga bukan," ungkapnya.
Boyamin berharap KPK menelusuri dugaan keterlibatan "King Maker" tersebut. Dan dugaan keterlibatan nama-nama lain yang satu rangkaian dengan "King Maker" itu. Menurut dia, ada lima inisial nama yang terkait dengan "King Maker".
"Biar KPK yang mendalami, saya menyerahkan kepada penegak hukum untuk tindak lanjuti," imbuh dia.
Peneliti ICW pada Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Kurnia Ramadhana juga mendorong hal serupa. Dia menyebut, laporan yang disampaikan oleh MAKI harus ditindaklanjuti oleh KPK. Selain itu, ICW menyoroti langkah penyidik Jampidsus Kejagung. Menurut mereka, ada beberapa bagian penyidikan yang terlewat dalam perkara Pinangki.
Kurnia mengungkapkan, sebagai jaksa yang tidak memiliki jabatan tinggi, agak janggal bila langsung percaya Pinangki bisa bersepakat dengan Djoko Tjandra tanpa bantuan pihak lain. Apalagi Djoko Tjandra merupakan buron Kejagung yang belasan tahun melarikan diri.
"Tentu psikologis pelaku kejahatan, dia akan selalu curiga dengan orang," imbuhnya.
Menurut Kurnia, seorang buron kakap seperti Djoko Tjandra tidak mungkin begitu saja bersepakat dengan jaksa sekaliber Pinangki. Terlebih bila oknum jaksa itu hanya menjual nama pejabat. "Kalau Pinangki itu datang, klaim saja tanpa ada membuktikan yang bersangkutan kenal dengan misalnya pejabat Kejagung, petinggi MA, tidak mungkin Djoko Tjandra percaya," ujarnya.