MEDAN (RIAUPOS.CO) – Empat personel Polsek Medan Area akhirnya disidang di ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (17/9). Keempatnya didakwa melakukan pemerasan terhadap keluarga tersangka kasus kepemilikan narkotika jenis sabu.
Keempat oknum tersebut masing-masing, Jenli Hendra Damanik, Jefri Andi Panjaitan, Akhiruddin Parinduri dan Arifin Lumbangaol. Keempatnya dibantu seorang warga sipil, Deni Pane.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Artha Sihombing, tindakan pemerasan itu berawal pada Selasa 26 Maret 2019 sekira pukul 03.00 WIB.
Saat itu, terdakwa Arifin Lumbangaol datang ke Jalan Mamia Bromo Medan bertemu terdakwa Akhiruddin Parinduri. Mereka berencana melakukan penangkapan terhadap target pelaku narkoba.
“Sekira pukul 03.45 WIB, saksi M Irfandi yang merupakan target melintas dengan mengendarai sepeda motor Honda Scoppy warna hitam cokelat. Kemudian terdakwa Arifin Lumbangaol, Akhiruddin Parinduri dan Jefri Andi Panjaitan menangkap saksi M Irfandi, dan melakukan penggeledahan,” kata jaksa di hadapan Hakim Ketua Fahren.
“Dari tangan Irfandi, ditemukan satu kotak minyak yang berisi alat penghisap narkotika jenis sabu dari tempat penyimpanan barang bagian sebelah kiri depan sepeda motor saksi Irfandi dan sebungkus kecil plastik tembus pandang berisi sabu dari saku belakang celana saksi Irfandi,” ujar jaksa.
Setelah diamankan, ketiga terdakwa sepakat untuk tidak membawa Irfandi ke Polsek Medan Area. Kemudian, terdakwa Arifin Lumbangaol menyuruh Deni Pane untuk menjumpai mereka di kawasan Jalan Gedung Arca untuk membawa sepedamotor Irfandi.
Kemudian, Irfandi dibawa ke Jalan Gandi Medan. Di sebuah warung mereka berhenti.
Kemudian terdakwa Jefri Andi Panjaitan memaksa Irfandi menyediakan uang Rp50 juta agar kasusnya tidak diproses. Irfandi lalu disuruh menghubungi orang tuanya untuk menyediakan uang tersebut.
Namun, Mhd Rusli orangtua Irfandi hanya bisa menyanggupi sebesar Rp20 juta, dengan perjanjian Irfandi akan dibebaskan dan tidak diproses secara hukum.
“Dan uang tersebut akan diserahkan di depan Rumah Sakit Muhammadiyah di Jalan Mandala By Pass Medan,” beber jaksa.
Kemudian, terdakwa Akhiruddin Parinduri dan terdakwa Jenli Hendra Damanik menyuruh Deni Pane dan Tanggok (belum tertangkap) untuk pergi ke Rumah Sakit Muhammadiyah mengambil uang sebesar Rp20 juta yang akan diserahkaan Mhd Rusli.
“Selanjutnya saksi Mhd Rusli mengeluarkan plastik dalam jok dan kemudian langsung diambil oleh Tanggok setelah itu saksi Bambang Wiji Mahendro dan saksi Galih Prakoso melakukan penangkapan terhadap Deni Pane. Namun Tanggok berhasil melarikan diri, dan kemudian saksi Deni Pane dibawa ke Polrestabes Medan guna proses hukum,” urai jaksa.
Dari penangkapan Deni Pane, keempat personel Kepolisian dari Polsek Medan Area juga diamankan.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 368 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” ujar jaksa.(man/ala)
Jadi Bahan Tertawaan
Pada kasus yang sama dan sidang yang berbeda, keempat personel Polsek Medan Area itu dicecar habis oleh kuasa hukum terdakwa kepemilikan sabu, M Irfandi. Mereka pun jadi bahan tertawaan
Pada sidang yang digelar di ruang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (17/9) sore, keempatnya menjadi saksi.
Keempatnya masing-masing, Bripka Jenli Damanik, Aiptu Jefri Panjaitan, Brigadir Akhiruddin Parinduri dan Aiptu Arifin Lumbangaol.
Dalam keterangannya, Jefri Panjaitan yang bertindak sebagai katim dalam penangkapan tersebut menerangkan bahwa terdakwa sudah menjadi DPO sudah dua bulan.
“Sudah 2 bulan jadi DPO, jadi sabu ditemukan di kantong kirinya,” ucapnya.
Pada saat itu, dijelaskan bahwa pihaknya juga menangkap Intan bersama-sama Irfandi namun berhasil kabur.
“Jadi dia sama pacaranya membeli bersama-sama, jadi ceweknya dibawa juga, pada saat pengembangan di Sukaramai dia melarikan diri,” jelasnya.
Namun, kuasa hukum terdakwa, Maswan Tambak membantah seluruh keterangan yang diberikan oleh para saksi. Maswan menyebut para saksi memberikan keterangan palsu.
“Izin yang mulia, dari semua keterangan saksi ini hampir sebagian besar palsu dan kami keberatan ini dicatat di persidangan,” jelasnya.
Maswan kemudian menanyakan apa yang membuat terdakwa harus menggeledah barang buktinya sendiri.
“Jadi waktu terdakwa ini ditangkap dalam keadaan bagaimana? Kan tadi saksi sebutkan bahwa terdakwa ini sedang berkendara, lalu kenapa terdakwa harus memeriksa sendiri barang buktinya padahal sesuai SOP itu harus polisi yang menggeledah,” tanya Maswan.
“Kenapa terdakwa ini tidak dibawa ke kantor polisi (Polsek Medan Area) untuk diperiksa? Kenapa harus dibawa ke Jalan Gandhi, itu ke sebuah apa rupanya disitu,” tanyanya lagi.
Jefri menyebutkan, bahwa pihaknya membawa kedua terdakwa di sebuah poskamling untuk dilakukan pengembangan.
“Disitu kami bawa ke poskamling,” katanya.
Sontak hal tersebut membuat gelak tawa seluruh pengunjung sidang, hingga akhirnya majelis hakim harus menertibkan pengunjung sidang. Selanjutnya, Maswan juga menanyakan bagaimana mungkin terdakwa Intan bisa kabur padahal dijaga oleh tiga orang personel Kepolisian.
Saksi lainnya menerangkan, bahwa pada saat itu ramai dan posisi hanya Irfandi yang diborgol. Namun Intan tidak, sehingga bisa kabur.
“Jadi disitu lagi ramai dan disitu terdakwa tidak diborgol,” terangnya.
Langsung saja Maswan menanyakan kepada saksi jam berapa kaburnya terdakwa pada saat itu.
“Jam 4 subuh pak pengacara,” cetus Saksi.
Lagi-lagi jawaban tersebut membuat pengunjung kembali tertawa. Bahkan salah satu hakim anggota sampai terheran-heran.
“Jam 4 subuh kan masih sepi kok bisa ramai dibilang,” cetusnya.
Namun hal tersebut tidak lagi digubris oleh para saksi. Lalu maswan menanyakan kepada saksi Jefri Panjaitan, apakah ada menelefon orangtua Irfandi untuk meminta uang terhadap kasus tersebut.
Saksi berdalih menyebutkan tidak ada. Dan hal tersebut juga diarahkan oleh majelis hakim dan tak sedikitpun digubris oleh majelis hakim yang diketuai Erwan Efendy.(man/ala)
Sumber: Sumutpo.co
Editor: wws