JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Desakan masyarakat agar vaksin Covid-19 di Indonesia gratis sebagaimana di sejumlah negara lain akhirnya membuahkan hasil. Pemerintah memutuskan mencabut kebijakan vaksinasi mandiri yang membuat sebagian masyarakat harus mendapatkan vaksin secara berbayar.
Presiden Joko Widodo menjelaskan, terkait program vaksinasi, pemerintah telah melakukan kalkulasi ulang terhadap keuangan negara. "Dapat saya sampaikan bahwa vaksin Covid-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi gratis, tidak dikenakan biaya sama sekali," ujarnya di Istana Merdeka Jakarta, kemarin (16/12).
Karena itu, Presiden telah memerintahkan seluruh jajaran kabinet, lembaga negara, maupun pemerintah daerah untuk memprioritaskan program vaksinasi tahun depan. "Saya juga menginstruksikan dan memerintahkan kepada Menteri Keuangan untuk memprioritaskan dan merealokasi dari anggaran lain terkait ketersediaan dan vaksinasi secara gratis ini," lanjutnya. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan bagi masyarakat untuk tidak mendapatkan vaksin Covid-19.
Selain itu, ada sedikit perubahan terkait prioritas vaksinasi untuk tahun depan. "Nanti saya yang akan menjadi penerima pertama, divaksin pertama kali," tambahnya.
Hal itu untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa vaksin yang digunakan aman. Yang jelas, meskipun nanti sudah ada vaksin, Presiden meminta agar protokol kesehatan tetap diterapkan.
Sebelumnya, pemerintah mengambil kebijakan vaksin gratis hanya untuk 30 persen penduduk. Selebihnya harus melakukan vaksinasi mandiri. Kemudian, kebijakan tersebut berubah lagi baru-baru ini, menjadi 50:50. Artinya 50 persen gratis dan 50 persen berbayar. Kini, vaksinasi berbayar secara resmi dihapuskan dan seluruh masyarakat akan mendapatkan vaksinasi secara gratis.
Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, pihaknya sudah menghitung bahwa anggaran PEN tidak akan terserap 100 persen hingga akhir tahun ini. "Sebagian dana yang sisa nanti akan kita gunakan tahun depan (untuk) program vaksinasi nasional, yang rencananya membutuhkan dana yang cukup besar," terangnya di kantor presiden kemarin.
Hingga 14 Desember lalu, realisasi PEN mencapai Rp481,6 triliun atau 69,3 persen dari total anggaran Rp695 triliun. Rencananya, bakal ada realisasi untuk pembiayaan korporasi pada akhir tahun ini. Pagu yang dianggarkan bernilai Rp61,22 triliun dan sampai 14 Desember lalu baru terealisasi Rp8,15 triliun.
Kementerian Kesehatan merupakan kementerian teknis dalam vaksinasi ini. Sebelumnya kementerian yang dipimpin oleh Terawan Agus Putranto itu telah menyusun buku petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi. Merujuk dari buku tersebut, ada dua skema yang dijalankan. Pertama vaksin program pemerintah, lalu vaksin mandiri.
Vaksinasi program pemerintah memiliki sasaran 32.158.276 orang dengan rentan usia 18-59 tahun. Dengan jumlah tersebut maka membutuhkan 73,964.035 juta dosis. Selanjutnya vaksin mandiri sasarannya 75.048.268 orang. Vaksinasi mandiri ini membutuhkan 172.611.016 dosis.
Terkait dengan pengumuman Presiden Joko Widodo, Kementerian Kesehatan sepertinya harus menata kembali petunjuk teknisnya. Jawa Pos (JPG) mencoba menghubungi Juru Bicara Kemenkes untuk vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi. Menurutnya, untuk saat ini belum ada perubahan petunjuk teknis. "Ini masih baru ya pengumumannya jadi kami matangkan dulu tindak lanjutnya ya," ungkapnya melalui pesan singkat kemarin. Stafsus Kemenkes Alexander Ginting hanya menuturkan bahwa vaksin semua untuk rakyat sesuai kriteria inklusi dan eksklusi.
Keputusan Presiden agar vaksin digratiskan mendapat tanggapan dan apresiasi dari legislatif. Terkhusus Komisi IX yang memang membidangi kesehatan. Anggota Komisi IX dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menyebutkan bahwa pemerintah perlu memasang target dan setidaknya bisa memenuhi target pemberian vaksin kepada 70 persen masyarakat.
Untuk itu, dia mendorong agar pemerintah memperbaiki data penduduk yang diproyeksikan menerima vaksin gratis tersebut. "Termasuk keseimbangan persebaran vaksin. Paling tidak target 70 persen jumlah populasi harus dapat dipenuhi," ungkapnya kemarin.
Pengumuman bahwa vaksin akan digratiskan menurutnya menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memutus rantai persebaran Covid-19. Namun, niat tersebut juga harus dibarengi dengan prosedur yang transparan dan efektif. Saleh mendorong agar berbagai stakeholder atau pemangku kepentingan berkoordinasi sebaik mungkin. Antara Kementerian Dalam Negeri untuk data penerima vaksin, BPJS Kesehatan, Badan Pusat Statistik, Badan Kepegawaian Negara, TNI, dan Polri.
Dia juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak gaduh dalam pemberian vaksin tersebut. Dengan digolkannya pemberian vaksin gratis, maka menurut Saleh seharusnya tidak ada lagi masyarakat yang menolak untuk diberi vaksin Covid-19.
"Dengan begitu, masyarakat tidak punya alasan lagi untuk menolak vaksin. Yang mampu dan tidak mampu diberikan vaksin dan vaksinasi secara gratis," tegasnya.
Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mengatakan, negara sedang krisis, maka vaksin tidak harus digratiskan semua. Vaksin hanya gratis untuk masyarakat tertentu. Jika digratiskan semua, maka pemerintah membutuhkan anggaran sangat besar. "Apakah anggarannya dari pajak atau utang," ungkapnya.
Yang lebih penting sekarang, lanjut dia, proses penyiapan vaksin harus segera diselesaikan, karena sampai sekarang belum ada kepastian, kapan vaksinasi dimulai. Selanjutnya, izin edar juga harus dipastikan keluar. Jangan sampai vaksinya sudah siap, tapi izin edar tidak keluar. Jika izin edar tidak ada, maka vaksinasi tidak bisa dilakukan.
Legislator asal Dapil Jatim X itu mengatakan, pemerintah juga harus segera menyiapkan data sasaran. Yaitu, siapa saja yang akan menjadi prioritas vaksin dan daerah mana saja yang akan perlu didahulukan. "Soal data ini sangat penting," urainya.
Gus Jazil mengatakan, daerah yang perlu mendapatkan prioritas vaksin adalah daerah yang harus segera dipulihkan ekonominya. Sebab, salah satu tujuan vaksin digratiskan ialah untuk memulihkan ekonomi Indonesia.
Terpisah, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mendukung vaksin gratis bagi bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Maka, Banggar DPR merasa mempunyai tanggung jawab untuk menyampaikan alokasi anggaran APBN pada 2021. "Untuk menopang pelaksanaan program vaksinasi cegah Covid-19 dan sarana pendukungnya," terangnya.
Said menjelaskan, pada APBN 2021 alokasi anggaran pengadaan vaksin covid-19 sebesar Rp18 triliun, anggaran vaksinasi sebesar Rp3,7 triliun, dan Rp1,3 triliun untuk pengadaan sarana dan prasarana penunjang program pengadaan vaksin dan vaksinasi. Jadi, total anggaran Rp 23 triliun.
Menurut dia, anggaran pengadaan vaksin Covid-19 masih sangat mungkin dinaikkan dari plafon pada APBN 2021 sebesar Rp23 triliun. Berbagai alternatif anggaran bisa digunakan demi menjalankan mandat vaksin dan vaksinasi gratis untuk segenap rakyat.
Misalnya, kata dia, dengan penggunaan dana cadangan APBN 2021. Terlebih lagi, program vaksinasi tidak akan mungkin tuntas pada 2021, sehingga beban anggarannya dapat dipecah beberapa tahun. Dengan demikian, tidak ada dasar bagi pemerintah untuk berbisnis dengan rakyat dalam vaksinasi Covid-19.
Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meninjau langsung proses simulasi vaksinasi Covid-19 di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta, kemarin (16/12). Dalam kesempatan tersebut, Muhadjir mengaku telah menyaksikan langsung urutan dari prosedur yang harus dilalui untuk melaksanakan vaksinasi.
"Saya sangat mengapresiasi apa yang diinisiasi oleh RSPI Sulianti Saroso," ujarnya dalam keterangan resminya.
Dia menekankan, agar pelaksanaan vaksinasi dilakukan secara hati-hati dan dipastikan keamanan serta kenyamanannya. Selain itu, faktor penyerta juga dimintanya untuk dipelajari secara seksama, mengingat ada kemungkinan akan memunculkan dampak negatif terhadap hasil vaksinasi.
Menurutnya, vaksinasi ini kepentingannya juga sebetulnya sama. Masyarakat ingin aman sehingga bisa beraktivitas kembali. Pemerintah pun demikian, ingin agar kondisi sosial ekonomi kembali pulih.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir yang hadir mendampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto meyakinkan bahwa pada saatnya nanti, vaksinasi akan berjalan aman sesuai prosedur. Pasalnya, para petugas dan nakes telah dibekali pelatihan khusus agar terlatih. "Namun yang paling utama adalah edukasi kepada masyarakat," katanya.
Pemerintah, kata dia, dalam hal ini telah menyiapkan satu konsep komunikasi publik sehingga diharapkan masyarakat mau dan siap untuk divaksinasi. Sejumlah rumah sakit diakuinya sudah mulai mengeluarkan brosur untuk vaksinasi saat ini.
"Untuk sementara memang kita masih menunggu rekomendasi dari Badan POM. Setelah itu nanti kemudian baru akan ditentukan vaksin mana yang akan dipakai," tuturnya.(byu/lyn/deb/lum/mia/jpg)