JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Hingga Maret 2019, tercatat ada 25,14 juta penduduk yang masuk kategori miskin. Jumlah tersebut turun 810 ribu penduduk miskin jika dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyebut inflasi terkendali sebagai salah satu faktor penurunan jumlah penduduk miskin.
’’Harga komoditas pokok turun signifikan,’’ ujarnya (15/7). Penduduk miskin memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mencatat garis kemiskinan pada Maret 2019 menjadi Rp 425.250 per kapita per bulan secara nasional dan berbeda di setiap daerah.
Dia menyatakan, makanan menjadi penyumbang tertinggi terhadap garis kemiskinan. Yakni, mencapai 71,64 persen di wilayah perkotaan. Sisanya, 28,36 persen, berasal dari komponen perumahan, bensin, listrik, pendidikan, maupun angkutan.
Di pedesaan, sumbangan makanan terhadap garis kemiskinan mencapai 76,48 persen. ’’Ini mengindikasikan stabilisasi harga pangan harus betul-betul dijaga,’’ tuturnya.
Penyumbang tertinggi kedua terhadap garis kemiskinan adalah rokok keretek filter yang masing-masing 12,22 persen di perkotaan dan 11,36 persen di pedesaan. ’’Kontribusi rokok naik karena setiap bulan inflasi meningkat 0,01 persen. Harga rokok naik pelan-pelan, tetapi tidak ada yang mempertanyakan,’’ kata Suhariyanto.
Jika dilihat dari persentase, jumlah penduduk miskin hingga Maret 2019 tercatat 9,41 persen atau menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya 9,82 persen. Dari jumlah tersebut, persentase penduduk miskin di desa mencapai 12,85 persen, sedangkan kota 6,89 persen.
Meski jumlah penduduk miskin menurun, tugas pemerintah kian berat dalam menekan lagi tingkat kemiskinan. Sebab, pemerintah kini berhadapan dengan masyarakat yang benar-benar susah keluar ke atas garis kemiskinan.
’’Sebagian besar masyarakat yang miskin ekstrem ini tidak memiliki modal. Makanya, kebijakan sertifikasi tanah oleh Presiden Joko Widodo sangat penting,’’ tandasnya. (vir/c14/oki)
Sumber: JPNN.com
Editor: Deslina