Sabtu, 9 November 2024

Menurut ICW, Pemiskinan Koruptor Lebih Berefek Jera

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemberian efek jera kepada pelaku kejahatan korupsi lebih tepat jika dikenakan kombinasi hukuman berupa pemidanaan penjara seumur hidup serta diikuti pemiskinan koruptor.

Hal tersebut terkait adanya wacana tuntutan mati terhadap tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus suap perizinan ekspor benih lobster (benur) dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara terkait kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos).

- Advertisement -

"ICW beranggapan pemberian efek jera kepada pelaku kejahatan korupsi lebih tepat jika dikenakan kombinasi hukuman berupa pemidanaan penjara maksimal (seumur hidup) serta diikuti pemiskinan koruptor (pengenaan uang pengganti untuk memulihkan kerugian keuangan negara atau menjerat pelaku dengan Undang-Undang Anti Pencucian Uang)," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (17/2/2021).

Baca Juga:  Sukses Catatkan Transaksi USD 3,99 Miliar

Untuk hukuman mati sendiri, lanjut dia, ICW menitikberatkan pada dua hal. Pertama, praktik itu bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Kedua, sampai saat ini belum ditemukan adanya korelasi konkret pengenaan hukuman mati dengan menurunnya jumlah perkara korupsi di suatu negara.

"ICW berpandangan untuk saat ini, lebih baik fokus perhatian diletakkan pada penanganan perkaranya saja," kata Kurnia.

- Advertisement -

Ia mencontohkan untuk perkara yang menjerat Juliari, alih-alih mengenakan pasal terkait kerugian negara, sampai saat ini saja KPK seperti enggan atau takut untuk memproses atau memanggil beberapa orang yang sebenarnya berpotensi kuat menjadi saksi.

"Maka dari itu, daripada berbicara mengenai tuntutan hukuman mati, lebih baik pemerintah mendorong agar KPK berani untuk membongkar tuntas dua perkara tersebut," ujar Kurnia.

Baca Juga:  Syahra Larez Punya Pacar Baru

Kendati demikian, ICW pada dasarnya dapat memahami tuntutan publik termasuk Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej yang menginginkan agar dua mantan menteri tersebut dapat dituntut hukuman mati.

"Sebab, korupsi yang dilakukan kedua orang tersebut memang sangat keji dan terjadi di tengah kondisi ekonomi negara maupun masyarakat sedang merosot tajam karena pandemi Covid-19," tuturnya.

Ia mengatakan hukuman mati pada dasarnya hanya diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Namun, yang penting untuk dijadikan catatan, dua orang penyelenggara negara tersebut tidak atau belum disangka dengan pasal tentang kerugian negara, melainkan baru terkait penerimaan suap (Pasal 11 dan/atau Pasal 12 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, red)," kata Kurnia.

Sumber: JPNN/Antara/JPG
Editor: Hary B Koriun

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemberian efek jera kepada pelaku kejahatan korupsi lebih tepat jika dikenakan kombinasi hukuman berupa pemidanaan penjara seumur hidup serta diikuti pemiskinan koruptor.

Hal tersebut terkait adanya wacana tuntutan mati terhadap tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus suap perizinan ekspor benih lobster (benur) dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara terkait kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos).

"ICW beranggapan pemberian efek jera kepada pelaku kejahatan korupsi lebih tepat jika dikenakan kombinasi hukuman berupa pemidanaan penjara maksimal (seumur hidup) serta diikuti pemiskinan koruptor (pengenaan uang pengganti untuk memulihkan kerugian keuangan negara atau menjerat pelaku dengan Undang-Undang Anti Pencucian Uang)," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (17/2/2021).

- Advertisement -
Baca Juga:  Kadisdikpora: Sekolah Swasta Bisa Ambil Kebijakan Sendiri

Untuk hukuman mati sendiri, lanjut dia, ICW menitikberatkan pada dua hal. Pertama, praktik itu bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Kedua, sampai saat ini belum ditemukan adanya korelasi konkret pengenaan hukuman mati dengan menurunnya jumlah perkara korupsi di suatu negara.

"ICW berpandangan untuk saat ini, lebih baik fokus perhatian diletakkan pada penanganan perkaranya saja," kata Kurnia.

Ia mencontohkan untuk perkara yang menjerat Juliari, alih-alih mengenakan pasal terkait kerugian negara, sampai saat ini saja KPK seperti enggan atau takut untuk memproses atau memanggil beberapa orang yang sebenarnya berpotensi kuat menjadi saksi.

"Maka dari itu, daripada berbicara mengenai tuntutan hukuman mati, lebih baik pemerintah mendorong agar KPK berani untuk membongkar tuntas dua perkara tersebut," ujar Kurnia.

Baca Juga:  Mengintegrasikan Data Pertanian Melalui Gerakan HARANOVA

Kendati demikian, ICW pada dasarnya dapat memahami tuntutan publik termasuk Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej yang menginginkan agar dua mantan menteri tersebut dapat dituntut hukuman mati.

"Sebab, korupsi yang dilakukan kedua orang tersebut memang sangat keji dan terjadi di tengah kondisi ekonomi negara maupun masyarakat sedang merosot tajam karena pandemi Covid-19," tuturnya.

Ia mengatakan hukuman mati pada dasarnya hanya diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Namun, yang penting untuk dijadikan catatan, dua orang penyelenggara negara tersebut tidak atau belum disangka dengan pasal tentang kerugian negara, melainkan baru terkait penerimaan suap (Pasal 11 dan/atau Pasal 12 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, red)," kata Kurnia.

Sumber: JPNN/Antara/JPG
Editor: Hary B Koriun

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari