JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sejumlah guru besar menyoroti 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tidak lulus dari alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN). Proses alih status pegawai KPK menjadi ASN ini dampak dari berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
“Setelah pengesahan Undang-Undang Nomor 19/2019 yang dibuat tanpa pelibatan publik secara memadai, kali ini upaya pelemahan KPK ditandai babak baru. Sebanyak 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos asesmen melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dengan banyak soal di luar nalar sehat,” kata Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid dalam keterangannya, Ahad (16/5/2021).
Fathul menuturkan, alih status pegawai KPK menjadi ASN adalah tindak lanjut dari UU Nomor 19/2019 yang bermasalah. Menurutnya, dugaan penyingkiran dengan skenario menyeruak, ketika banyak pegawai yang selama ini telah membuktikan diri mempunyai komitmen pemberantasan korupsi, dinyatakan tidak lolos tes.
“Kami sangat khawatir, ketika KPK menjadi semakin lemah dengan disingkirkannya orang-orang dengan integritas tinggi, satu per satu dan bukan tidak mungkin, jika pola yang sama berlanjut di masa depan, gigi KPK semakin tumpul dan Indonesia menjadi surga bagi para koruptor,” cetus Fathul.
Oleh karena itu, sejumlah guru besar di antaranya Ni’matul Huda (UII), Didik J Rachbini (Universitas Mercu Buana), Azyumardi Azra (UIN Jakarta), Edy Suandi Hamid (UII), Jaka Sriyana (UII), Syafrinaldi (UIR), Syaiful Bakhri (UMJ), Hadri Kusuma (UII) dan Mu’afi (UII) mengajak seluruh komponen masyarakat untuk menolak TWK dan penonaktifan pegawai yang terdampak, karena patut diduga bermuatan kepentingan yang tidak sejalan dengan misi pemberantasan korupsi yang sebenarnya.
“Ini adalah dukungan tulus yang dilandasi dengan rasa cinta dan rindu akan Indonesia yang bebas dari praktik korupsi dan lebih bermartabat,” tegasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Eka G Putra