JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemerintah sudah semakin terbuka dengan data kasus Covid-19 di Indonesia. Dalam beberapa terakhir, pemerintah sudah mengumumkan jumlah pasien Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
Namun itu masih belum cukup, pemerintah diminta untuk semakin terus terang soal data-data yang ada. Beberapa hari terakhir pemerintah mulai membuka data pasien di tiap provinsi secara rinci. Meski begitu, Pakar Kesehatan dari Fakuktas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Tri Yunis Miko Wahyono menilai data PDP yang sudah meninggal juga harus disampaikan kepada publik.
"Artinya PDP yang meninggal kan ada yang dites dan ada yang tidak. Coba umumkan PDP yang meninggal dan dites berapa, dan PDP yang meninggal tapi tidak dites berapa," tegasnya kepada JawaPos.com, Kamis (16/4).
Pasalnya, banyak pasien PDP meninggal yang hasil tesnya belum diketahui sampai mereka menghembuskan napas terakhir. Ada juga yang hasilnya baru keluar setelah dimakamkan.
"Rata-rata butuh waktu 3-4 hari hasil PCR keluar. Di DKI misalnya, datanya sudah 600-1.000 meninggal. Ini kan jadi berbeda datanya," jelasnya.
Meskipun demikian, Tri Yunis mengakui data pasti akan berbeda setiap hari karena perkembangan pasien Covid-19 begitu dinamis. Dia juga mendesak agar semua laboratorium memeriksa dengan metode PCR.
Dia juga berharap pemerintah membuka data pasien PDP dan pasien positif Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri di rumah. Sejauh ini data yang diumumkan baru sebatas pasien yang dirawat di rumah sakit.
"Isolasi mandiri di rumah berapa datanya? Kan nggak kehitung itu. Contoh, Depok misalnya ada 112 pasien Covid-19 dan 40 orang di antatanya diisolasi mandiri di rumah," katanya.
Pemerintah, kata Yunis, juga harus memastikan bahwa pasien yang melakukan isolasi mandiri di rumah patuh menjalaninya. Puskesmas harus melakukan pengawasan dan menjamin bahwa pasien memang tidak keluar rumah.
"Pengawasan benar bisa menjamin kah? Bagaimana pasien bisa patuh apakah kalau keluar didenda atau bagaimana. Mungkin kalau Puskesmas tak cukup, bisa melibatkan RT RW, seperti di Depok ada RW Siaga," katanya.
Sumber: JawaPos.com
Editor: Erizal