Kamis, 19 September 2024

Mendesak, Perlindungan terhadap Tokoh Agama

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Insiden penusukan di tengah pengajian terhadap Syekh Ali Jaber menjadi pengingat pentingnya perlindungan terhadap tokoh agama. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD menegaskan, perlindungan tersebut wajib diberikan tanpa melihat pandangan politik masing-masing.

Pemerintah, kata Mahfud, prihatin atas penusukan Syekh Ali Jaber di Lampung. Pihaknya telah meminta aparat kepolisian mengusut tuntas peristiwa tersebut. Berdasar laporan dari pengakuan pihak keluarga, pelaku mengalami masalah kejiwaan.

"Tapi, kami belum percaya. Aparat akan terus menyelidiki bagaimana latar belakang dan apa jaringan yang ada di belakangnya," kata Mahfud, Senin (14/9).

Selain Polri, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Bais TNI turut bergerak mencari tahu. Mereka juga diberi tugas untuk melindungi seluruh ulama di Indonesia.

- Advertisement -

"Dai, apa pun pandangan politiknya, itu harus dilindungi kalau sedang berdakwah," tegas Mahfud.

Dia meminta agar instansi terkait memetakan potensi ancaman terhadap para ulama. "Dan, (memberikan) perlindungan penuh," kata Mahfud.

- Advertisement -

Khusus Syekh Ali Jaber, Mahfud menyatakan bahwa yang bersangkutan secara sukarela datang dari Timur Tengah untuk berdakwah di Indonesia. Dia menyebut Syekh Ali Jaber diterima banyak pihak. Rencananya, Mahfud menemui Syekh Ali Jaber setelah tiba di Jakarta.

Menteri Agama Fachrul Razi menyatakan bahwa penusukan terhadap penceramah adalah tindakan kriminal. Pelakunya wajib ditindak. Fachrul meminta masyarakat untuk tenang dan memercayakan penanganan kasus tersebut kepada aparat. Menurut Fachrul, dakwah seperti yang dilakukan Syekh Ali Jaber merupakan kegiatan positif untuk mencerahkan masyarakat dalam menjalani kehidupan beragama, bermasyarakat, dan berbangsa. Keamanan terhadap aktivitas dakwah harus dijamin negara.

Baca Juga:  Pemenang Lelang Motor Listrik Jokowi Ditangkap

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin mengatakan, peristiwa penusukan terhadap Syekh Ali Jaber di tengah pengajian merupakan kejahatan terencana terhadap agama dan keberagamaan. Dia pun mendesak Polri mengusut tuntas kasus tersebut.

Polri, kata Din, tidak boleh mudah menerima pengakuan dan kesimpulan bahwa pelakunya adalah orang yang memiliki gangguan kejiwaan. Sebagaimana pernah terjadi pada peristiwa sebelumnya. Din meminta kepada Polri untuk menjamin keamanan para tokoh agama, khususnya ulama dan dai.

"Serta mengusut gerakan ekstremis yang antiagama dan hal yang bersifat keagamaan," tegas mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu.

Guru besar politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga mengimbau agar umat Islam tenang dan dapat menahan diri serta tidak terhasut oleh upaya adu domba.

"Ajaran agama tidak membenarkan segala bentuk tindak kekerasan, atas nama apa pun dan terhadap siapa pun, termasuk atas nama agama atau terhadap penceramah agama," tegasnya.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam juga mengatakan bahwa kekerasan terhadap tokoh agama adalah tindakan yang dilarang secara hukum maupun HAM. "Polisi harus mengusut tuntas rangkaian dan konstruksi peristiwa secara dalam walau sudah ada penetapan tersangka," ujarnya.

Di samping itu, kata Anam, penting bagi polisi mendengarkan psikiater untuk memberikan ruang dan menguji secara ilmiah mengenai kemungkinan tersangka adalah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) atau bukan. Dengan begitu, pernyataan status kejiwaan tersangka menjadi data yang valid.

Senada, ahli psikologi forensik Reza Indragiri meminta polisi tak tergesa-gesa menghentikan penyelidikan karena alasan pelaku merupakan ODGJ. Menurut dia, ODGJ memang bisa mendapat pemaafan hukum. Hakim dapat memerintahkan agar pelaku dirawat di RS jiwa.  "Tapi, jika kasus buru-buru distop di tingkat penyelidikan, bagaimana mungkin perintah hakim tersebut bisa ada?" cetusnya.

Baca Juga:  Pemko Pekanbaru Berkala Awasi Drainase

Dari gedung parlemen, insiden yang menimpa Syekh Ali Jaber memunculkan kembali wacana RUU Perlindungan Ulama. Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih, RUU itu dibutuhkan mengingat posisi ulama yang rentan dan penting dilindungi negara. RUU itu sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

"RUU-nya telah disepakati DPR dengan nama RUU tentang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama," jelas Fikri kemarin.

RUU itu merupakan usulan dari tiga fraksi, yakni PKS, PKB, dan PPP. Awalnya, diusulkan dengan nama perlindungan kiai dan guru ngaji. Namun, diubah untuk mengakomodasi tokoh-tokoh agama lain. "Semua tokoh agama dari seluruh agama di Indonesia wajib dilindungi negara," tegas anggota Fraksi PKS itu.

Terkait proses hukum, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Awi Setiyono menjelaskan, Polri sangat serius menangani kasus tersebut. Saat ini pelaku dijerat dengan persangkaan penganiayaan berat dan membawa alat berbahaya senjata tajam dengan ancaman hukuman dua tahun penjara.  "Telah ada delapan saksi yang diperiksa," ujarnya.

Pelaku telah ditahan. "Langkah selanjutnya melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap pelaku ke rumah sakit jiwa di Bandar Lampung seperti yang disebutkan Kapolda dan Kabidhumas," imbuhnya.

Tim dari Mabes Polri juga berangkat ke Lampung untuk memastikan kesehatan jiwa pelaku.(deb/lum/mia/syn/tau/tyo/idr/c6/fal/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Insiden penusukan di tengah pengajian terhadap Syekh Ali Jaber menjadi pengingat pentingnya perlindungan terhadap tokoh agama. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD menegaskan, perlindungan tersebut wajib diberikan tanpa melihat pandangan politik masing-masing.

Pemerintah, kata Mahfud, prihatin atas penusukan Syekh Ali Jaber di Lampung. Pihaknya telah meminta aparat kepolisian mengusut tuntas peristiwa tersebut. Berdasar laporan dari pengakuan pihak keluarga, pelaku mengalami masalah kejiwaan.

"Tapi, kami belum percaya. Aparat akan terus menyelidiki bagaimana latar belakang dan apa jaringan yang ada di belakangnya," kata Mahfud, Senin (14/9).

Selain Polri, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Bais TNI turut bergerak mencari tahu. Mereka juga diberi tugas untuk melindungi seluruh ulama di Indonesia.

"Dai, apa pun pandangan politiknya, itu harus dilindungi kalau sedang berdakwah," tegas Mahfud.

Dia meminta agar instansi terkait memetakan potensi ancaman terhadap para ulama. "Dan, (memberikan) perlindungan penuh," kata Mahfud.

Khusus Syekh Ali Jaber, Mahfud menyatakan bahwa yang bersangkutan secara sukarela datang dari Timur Tengah untuk berdakwah di Indonesia. Dia menyebut Syekh Ali Jaber diterima banyak pihak. Rencananya, Mahfud menemui Syekh Ali Jaber setelah tiba di Jakarta.

Menteri Agama Fachrul Razi menyatakan bahwa penusukan terhadap penceramah adalah tindakan kriminal. Pelakunya wajib ditindak. Fachrul meminta masyarakat untuk tenang dan memercayakan penanganan kasus tersebut kepada aparat. Menurut Fachrul, dakwah seperti yang dilakukan Syekh Ali Jaber merupakan kegiatan positif untuk mencerahkan masyarakat dalam menjalani kehidupan beragama, bermasyarakat, dan berbangsa. Keamanan terhadap aktivitas dakwah harus dijamin negara.

Baca Juga:  Desak Ungkap Sosok di Belakang Pinangki

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin mengatakan, peristiwa penusukan terhadap Syekh Ali Jaber di tengah pengajian merupakan kejahatan terencana terhadap agama dan keberagamaan. Dia pun mendesak Polri mengusut tuntas kasus tersebut.

Polri, kata Din, tidak boleh mudah menerima pengakuan dan kesimpulan bahwa pelakunya adalah orang yang memiliki gangguan kejiwaan. Sebagaimana pernah terjadi pada peristiwa sebelumnya. Din meminta kepada Polri untuk menjamin keamanan para tokoh agama, khususnya ulama dan dai.

"Serta mengusut gerakan ekstremis yang antiagama dan hal yang bersifat keagamaan," tegas mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu.

Guru besar politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga mengimbau agar umat Islam tenang dan dapat menahan diri serta tidak terhasut oleh upaya adu domba.

"Ajaran agama tidak membenarkan segala bentuk tindak kekerasan, atas nama apa pun dan terhadap siapa pun, termasuk atas nama agama atau terhadap penceramah agama," tegasnya.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam juga mengatakan bahwa kekerasan terhadap tokoh agama adalah tindakan yang dilarang secara hukum maupun HAM. "Polisi harus mengusut tuntas rangkaian dan konstruksi peristiwa secara dalam walau sudah ada penetapan tersangka," ujarnya.

Di samping itu, kata Anam, penting bagi polisi mendengarkan psikiater untuk memberikan ruang dan menguji secara ilmiah mengenai kemungkinan tersangka adalah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) atau bukan. Dengan begitu, pernyataan status kejiwaan tersangka menjadi data yang valid.

Senada, ahli psikologi forensik Reza Indragiri meminta polisi tak tergesa-gesa menghentikan penyelidikan karena alasan pelaku merupakan ODGJ. Menurut dia, ODGJ memang bisa mendapat pemaafan hukum. Hakim dapat memerintahkan agar pelaku dirawat di RS jiwa.  "Tapi, jika kasus buru-buru distop di tingkat penyelidikan, bagaimana mungkin perintah hakim tersebut bisa ada?" cetusnya.

Baca Juga:  Hikmah di Balik Covid-19

Dari gedung parlemen, insiden yang menimpa Syekh Ali Jaber memunculkan kembali wacana RUU Perlindungan Ulama. Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih, RUU itu dibutuhkan mengingat posisi ulama yang rentan dan penting dilindungi negara. RUU itu sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

"RUU-nya telah disepakati DPR dengan nama RUU tentang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama," jelas Fikri kemarin.

RUU itu merupakan usulan dari tiga fraksi, yakni PKS, PKB, dan PPP. Awalnya, diusulkan dengan nama perlindungan kiai dan guru ngaji. Namun, diubah untuk mengakomodasi tokoh-tokoh agama lain. "Semua tokoh agama dari seluruh agama di Indonesia wajib dilindungi negara," tegas anggota Fraksi PKS itu.

Terkait proses hukum, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Awi Setiyono menjelaskan, Polri sangat serius menangani kasus tersebut. Saat ini pelaku dijerat dengan persangkaan penganiayaan berat dan membawa alat berbahaya senjata tajam dengan ancaman hukuman dua tahun penjara.  "Telah ada delapan saksi yang diperiksa," ujarnya.

Pelaku telah ditahan. "Langkah selanjutnya melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap pelaku ke rumah sakit jiwa di Bandar Lampung seperti yang disebutkan Kapolda dan Kabidhumas," imbuhnya.

Tim dari Mabes Polri juga berangkat ke Lampung untuk memastikan kesehatan jiwa pelaku.(deb/lum/mia/syn/tau/tyo/idr/c6/fal/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari