PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Terdakwa perkara tindak pidana korupsi (tipikor) Annas Maamun mendapat tuntutan ringan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang tipikor yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada Kamis (14/7). Mantan Gubernur Riau tersebut dituntut dua tahun penjara dan ikenai denda Rp150 juta subsider kurungan selama enam bulan.
Kendati JPU dalam tuntutannya meminta majelis hakim menyatakan Annas Maamun terbukti secara sah melanggar pasal yang didakwakan, namun JPU mengakui tuntutan hukuman yang dibacakan pada hari itu ringan. Hal ini mengingat pasal yang didakwakan adalah pasal 5 Huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUHP.
Namun ada sejumlah pertimbangan JPU yang membuat tuntutan terhadap Annas Maamun ringan. "Seperti yang sudah kita bacakan tadi (kemarin, red), ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan. Selain sudah berusia lanjut, sudah 83 tahun, terdakwa selalu berterus terang dalam perkara ini. Terdakwa juga sangat kooperatif dan menghormati jalannya persidangan,"sebut Tim JPU KPK yang diketuai Yoga Pratomo tersebut.
JPU KPK juga menerangkan terdakwa juga berupaya menjadi justice collaborator dalam perkara ini. Namun upaya itu ditolak karena JPU menilai informasi dari terdakwa tidak signifikan dan tidak dapat memunculkan tersangka baru dalam perkara tersebut. Selain itu, selama kasus ini berjalan, Jaksa KPK juga merasa telah bekerja sendiri tanpa ada bantuan dari terdakwa.
Usai pembacaan tuntutan, Ketua Majelis Hakim Dahlan memberikan waktu selama satu pekan bagi Kuasa Hukum Annas Maamun untuk menyusun pledoi. Sidang ditunda sampai Kamis (21/7) pekan depan.
Sebelumnya, JPU KPK dalam dakwaannya menyebutkan, dugaan suap yang dilakukan terdakwa sebesar Rp1,01 miliar itu terjadi pada medio Juli-September 2014 silam. Uang itu diberikan terdakwa untuk Johar Firdaus selaku Ketua DPRD Provinsi Riau periode tahun 2009-2014, Suparman, Ahmad Kirjauhari, Riky Hariansyah, Gumpita, dan Solihin Dahlan selaku Anggota DPRD Riau periode 2009-2014.
"Maksud dan tujuan terdakwa menyerahkan uang tersebut adalah agar DPRD Provinsi Riau periode tahun 2009-2014 segera mengesahkan APBD Provinsi Riau tahun anggaran 2015 sebelum digantikan oleh Anggota DPRD Provinsi Riau hasil Pemilu Legislatif tahun 2014," sebut Jaksa KPK saat membacakan dakwaan.
Untuk merealisasikan hal tersebut pada tanggal 1 September 2014 terdakwa melalui Wan Amir Firdaus memerintahkan kepala dinas di lingkungan Pemprov Riau untuk mengumpulkan uang dan diserahkan kepada terdakwa melalui Wan Amir dan Suwarno. Lalu, sekitar pukul 18.00 WIB, Wan Amir menyerahkan 1 tas ransel warna hitam dan 2 tas kertas warna hijau yang berisikan uang sejumlah Rp1,01 miliar kepada Suwarno.
Setelah itu, Suwarno mendapat telepon dari Ahmad Kirjauhari dan memintanya untuk bertemu di tempat parkir di bawah kantor Sekretariat DPRD Provinsi Riau. Sesampainya di tempat parkir, Suwarno yang ditemani Burhanuddin meletakkan satu tas ransel dan dua tas kertas warna hijau yang berisi uang tersebut ke dalam mobil Toyota Yaris warna silver nomor polisi BM-1391-PC yang dikendarai oleh Ahmad Kirjuhari.
Hingga akhirnya, pada tanggal 4 September 2014, RAPBD 2015 disahkan menjadi Perda APBD 2015 dengan ditandatanganinya Persetujuan Bersama DPRD Provinsi Riau dengan Gubernur Riau tentang Rancangan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau Tahun Anggaran 2015 Nomor: 21/SKB/PIMP/DPRD/2014 dan Nomor : 63/NPB/IX/2014.
Kemudian, pada tanggal 8 September 2014 sekitar pukul 16.00 WIB bertempat di Hotel Raudah, Johar memberitahukan Riky agar mengajak Ahmad Kirjauhari datang ke kafe yang beralamat di Jalan Arifin Achmad. Lalu, Riky dan Kirjauhari menuju ke kafe tersebut menggunakan mobil dinas Riky Nissan X-Trail dengan nomor polisi BM 1634 NK.
Sebelum sampai ke kafe, Kirjauhari dan Riky singgah ke rumah makan pempek di Jalan Sumatera Pekanbaru. Lalu Kirjauhari menceritakan kepada Riky jika dirinya telah menerima uang sebesar Rp900 juta dari terdakwa untuk Anggota DPRD Provinsi Riau.
Kemudian Kirjauhari bersama dengan Riky membuat catatan tentang pembagian uang tersebut. Rinciannya, Kirjauhari dan Riky mendapatkan Rp100 juta, Johar Firdaus Rp125 juta dan sisa uang Rp575 juta dibagi secara proporsional kepada 17 Anggota DPRD lainnya berdasarkan jabatan anggota di DPRD Provinsi Riau. Sehingga masing-masing mendapatkan sekitar Rp30 juta hingga Rp40 juta. Setelah Kirjuhari dan Riky membuat catatan perhitungan pembagian uang, tidak beberapa lama kemudian Johar menelepon meminta keduanya untuk segera ke kafe.
Sesampainya di kafe, Johar menanyakan uang bagiannya yang berasal dari terdakwa Annas. Saat itu, Johar meminta bagian uang sebesar Rp200 juta. Namun karena uangnya tidak cukup, akhirnya disepakati Johar mendapatkan bagian uang sebesar Rp155 juta. Selanjutnya uang bagian Johar itu diserahkan Riky di rumah Johar di Kompleks Pemda Arengka Pekanbaru.
Akibat perbuatannya itu, terdakwa Annas dijerat dengan pasal 5 Huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi junto Pasal 55 Ayat 1 KUHPidana.(end)