PANGKALANKERINCI (RIAUPOS.CO) – Direktur PT Adei Plantation and Industry Goh Keng EE menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang telah menyebabkan timbulnya kabut asap di Riau, Rabu (15/7/2020) siang.
Sidang yang digelar di ruang Sari/2 PN Pelalawan ini, mengagendakan pembacaan dakwaan terhadap korporasi asal Malaysia ini dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dipimpin langsung oleh Bambang Setyawan SH MH yang merupakan Ketua PN Pelalawan sebagai hakim ketua, didampingi Joko Ciptanto SH MH dan Rahmat Hidayat Batubara SH MH sebagai hakim anggota.
Sementara itu, 12 tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung dan kejaksaan Negeri Pelalawan yang dipimpin oleh Kajari Pelalawan Nophy Tennophero Suoth SH MH, telah siap untuk membuktikan grup perusahaan Kuala Lumpur Kepong (KLK) ini, bersalah atas kebakaran yang terjadi di lahan konsesi inti PT Adei Plantation pada Sabtu 7 September 2019 lalu.
Sedangkan terdakwa korporasi PT Adei yang diwaliki oleh Goh Keng EE selaku Direktur tampak terlihat duduk di kursi pesakitan dengan mengunakan baju batik berwarna biru didampingi penasehat hukumnya MS Sitepu.
Dalam dakwaan JPU yang dibacakan oleh Kajari Pelalawan Nophy Tennophero Suoth SH MH, korporasi PT Adei dinilai telah sengaja melakukan pembakaran lahan seluas 4,16 hektare di lahan konsesi inti di Blok 34 Divisi II Kebun Nilo Barat Desa Batang Nilo Kecil Kecamatan Pelalawan Kabupaten Pelalawan.
Pasalnya, perusahaan asing ini (PT Adei,red) mengetahui lahan tersebut merupakan daerah gambut yang sangat rawan terhadap karhutla. Namun, PT Adei tidak menjalankan komitmennya untuk menjaga lahan yang telah diberikan izin oleh Negara dari kebakaran. Ini terbukti perusahaan tidak melengkapi sarana dan prasarana pemadam kebakaran sesuai standart yang telah ditetapkan (SOP).
Seperti minimnya menara pantau api dilahan seluas Blok 34 Divisi II Kebun Nilo Barat seluas 1.304 hektar pada Sabtu (7/9/2019). Dimana dilokasi ini, hanya terdapat satu menara pantau api. Padahal, sesuai aturan, lahan seluas itu minimal harus ada tiga menara pantau api.
Selain itu, perusahaan juga tidak melengkapi alat pemadam kebakaran serta tim regu pemadam kebakaran. Dimana di lahan yang terbakar itu, hanya ada satu regu tim pemadam kebakaran dengan jumlah personil sebanyak 7 orang. Sedangkan dalam aturan, dilahan tersebut minimal harus ada dua tim atau regu pemadam kebakaran dengan jumlah personil sebanyak 8 orang setiap regunya.
Atas fakta tersebut, maka korporasi PT Adei di dakwa tidak menjalankan komitmen dalam menjaga lahan konsesi mereka, sehingga menyebabkan api meluas yang menghanguskan lahan seluas 4,16 hektar yang menyebabkan munculnya bencana kabut asap di Riau.
PT Adei Plantation didakwa telah melanggar Primair Pasal 98 ayat (1) Jo. Pasal 116 ayat (1) huruf a UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Subsidiair Pasal 99 ayat (1) Jo. Pasal 116 ayat (1) huruf a UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Jadi, kasus ini yang ditetapkan sebagai terdawa adalah perusaaan yakni PT Adei yang diwaliki oleh Goh Keng EE selaku Direktur. Makanya tidak dilakukan penahanan terhadap petinggi PT Adei tersebut," terang Kajari Pelalawan Nophy Tennophero Suoth SH MH dalam pembacaan dakwaannya.
Usai JPU membacakan dakwaan, penasehat hukum PT Adei MS Sitepu merasa keberatan dan siap mengajukan pembelaan. Sehingga menyikapi eksepsi yang diajukan PH terdakwa, majelis hakim akhirnya memutuskan untuk menunda sidang pekan depan.
"Ya, kami merasa keberatan dan menolak atas dakwaan dari tim JPU. Sehingga kami akan mengajukan eksepsi untuk membuktikan bahwa PT Adei tidak bersalah pada pelaksanaan sidang pekan depan. Jadi, kami akan buktikan fakta sebenarnya PT Adei tidak bersalah dalam kasus Karhutla seperti yang di dakwakan oleh JPU," ujar MS Sitepu ketika ditemui Riaupos.co usai persidangan.
Dari catatan Riaupos.co sebelumnya, PT Adei telah berulang kali diadili dalam kasus Karhutla yang berdampak menyebabkan munculnya kabut asap di Provinsi Riau. Seperti pada tahun 2014 lalu, lahan perusahaan ini di Desa Batang Nilo Kecil telah terbakar seluas 40 hektare. Atas kelalaian PT Adei tersebut, maka Majelis Hakim memberikan vonis 1 tahun kurungan subsider Rp2 M terhadap GM PT Adei Danesuvaran KR Singham.
Selain itu perusahaan juga harus membayar ganti rugi kerusakan lingkungan hidup sebesar Rp15 miliar. Hanya saja, vonis tersebut dinilai masih belum memberikan efek jera bagi korporasi PT Adei untuk menjaga areal lahan konsesi mereka. Sehingga Karhutla ini kembali terjadi pada tahun 2019 dan disidangkan pada tahun 2020.
Laporan: M Amin Amran (Pangkalan Kerinci)
Editor: Eka G Putra