Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Daftar Haji Sekarang, Berangkat 51 Tahun Lagi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia kaget melihat panjangnya antrean haji di Malaysia mencapai seratus tahun lebih. Tak berselang lama, antrean haji di Indonesia juga nyaris satu abad. Rekor antrean haji terpanjang saat ini di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, yaitu 97 tahun. Di Riau, daftar antre mencapai 51 tahun.

Informasi panjang antrean haji tersebut merujuk data resmi di Kementerian Agama (Kemenag). Secara umum kuota haji dibagi di tiap-tiap provinsi.

Tetapi untuk di Sulawesi Selatan, kuota dibagi di tiap-tiap kabupaten kota. Data terbaru Kabupaten Bantaeng jadi pemegang rekor antrean haji terpanjang di Indonesia.

Dengan kuota yang hanya 85 orang, antrean haji di Kabupaten Bantaeng mencapai 97 tahun. Dua daerah lain yang antreannya lebih dari 90 tahun juga ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Yaitu Kabupaten Sidrap dengan panjang antrean 94 tahun. Lalu Kabupaten Pinrang dengan panjang antrean haji 91 tahun.

Sementara di Pulau Sumarera, dari 9 provinsi, Riau masuk lima besar daftar panjang untuk berangkat haji. Antrean di Riau mencapai 51 tahun dengan jumlah pendaftar 116.497 jemaah dan kuota terakhir 2.290 orang. Jadi, jika mendaftar tahun ini maka 51 tahun lagi baru bisa berangkat. Antrean teratas adalah Aceh yakni 67 tahun dengan 131.599 pendaftar. Diikuti Jambi dengan antrean 64 tahun dan Bangka Belitung 54 tahun.

Sebaliknya, kuota haji paling cepat ada di Kabupaten Maybrat, Papua Barat yang hanya antre sembilan tahun. Saat ini kuota haji di Maybrat cuma dua orang dan terdapat 18 orang di dalam antrean haji. Antrean haji yang relatif cepat juga ada di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Dengan kuota hanya lima orang dan pendaftar saat ini 78 orang, antrean haji di Kabupaten Mahakam Ulu hanya 16 tahun.

Anggota Dewan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Hurriyah El Islamy menuturkan bahwa durasi antrean haji itu bukan angka yang paten. Dia mengatakan angka tersebut bisa berubah menyesuaikan kuota haji yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. "Kuota haji terbatas karena space di Arafah dan Mina juga terbatas," katanya di sela menghadiri Milad ke-28 tahun Gaido Bank Syariah di Jakarta, Selasa (14/6).

Baca Juga:  Jaringan Penjual Narkoba Nunung Ditangkap

Hurriyah mengatakan pada 2020 dan 2021 lalu tidak ada pemberangkatan haji. Kemudian tahun ini ada pemberangkatan haji, tetapi kuotanya hanya sekitar separuh dari kuota tetap Indonesia. Kondisi itu yang mengakibatkan antrean haji di Indonesia semakin panjang. Apalagi pendaftaran haji dibuka sepanjang tahun. Dia mengakui minat masyarakat untuk berhaji memang tinggi.

Lantas apakah ada rencana untuk mengerem atau menahan laju pendaftaran haji? Hurriyah menegaskan pandangan pribadinya, haji itu adalah hak semua umat Islam. Bahkan menjadi salah satu rukun Islam. Selama umat Islam itu mampu, maka haji harus dilakukan. "Kalau memang seseorang itu mampu (berhaji, red), kenapa harus dibatasi atau ditahan," jelasnya.

Dia mengungkapkan pada 2030 nanti, Pemerintah Saudi sudah menyusun sebuah program besar. Yaitu menampung jemaah haji dalam jumlah besar. Informasi yang diterima, kuota haji Indonesia bisa bertambah sampai dua kali lipat. Ketika Saudi benar-benar sudah meningkatkan kapasitas di Arafah, Mina, dan Muzdalifah.

Selain itu Hurriyah menjelaskan ke depan pendaftaran haji menggunakan sistem paket. Sistem ini sudah dijalankan secara terbatas pada musim haji 2019 lalu. "Jemaah bisa pilih daftar paket VIP, standar, atau paket murah meriah. Sama seperti umrah," tuturnya.

Dengan sistem paket tersebut, hotel dan fasilitas lainnya sudah ditentukan. Tidak bisa menyewa hotel sendiri seperti yang dilakukan Pemerintah Indonesia saat ini. Menurut dia ketika sistem pendaftaran haji model paket seperti itu, mekanisme haji yang dijalankan pemerintah sudah tidak relevan lagi.

Konsekuensi sistem pendaftaran haji model paket seperti itu, biaya haji ditetapkan oleh Pemerintah Saudi. Bukan ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia seperti sekarang ini. Dia mencontohkan adanya paket biaya layanan haji di Arafah, Mina, dan Muzdalifah tahun ini yang mencapai 5.656 riyal (Rp22,16 juta) per jemaah. Pemerintah Indonesia tidak bisa lagi menawar adanya paket layanan haji itu.

Panjangnya antrean haji di Indonesia itu, juga disoroti oleh Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Ismed Hasan Putro. Dia mengatakan panjangnya antrean haji itu tidak lepas dengan meningkatnya kesejahteraan umat Islam di Indonesia.

Baca Juga:  Puas Centilnya

Dia mengatakan fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Tetapi juga di negara lain termasuk di Malaysia dan Brunei Darussalam. Kemudian di sejumlah negara di Afrika dan Timur Tengah, juga terjadi lonjakan pendaftar haji. Begitupun di Eropa, bertambahnya jumlah mualaf di sana memicu peningkatan pendaftar haji.

Di sisi lain Pemerintah Arab Saudi sampai saat ini belum siap menambah kuota haji. "Arab Saudi tentu mau-mau saja memberikan kuota satu juta jemaah haji untuk Indonesia," katanya. Tetapi konsekuensinya harus ada penyediaan fasilitas SDM dan infrastruktur pelayanan haji. Termasuk kapasitas di Mina yang dalam kondisi normal, jemaah Indonesia tidur berhimpitan di dalam tenda.

Meskipun begitu Ismed mengatakan ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk mengatasi panjangnya antrean haji tersebut. Di antaranya adalah Indonesia bersama negara-negara OKI lainnya, mengusulkan supaya kuota haji yang tidak terserap dari berbagai negara, dibagi lagi secara proporsional.

Cara berikutnya adalah Kementerian Agama (Kemenag) harus tegas melarang haji untuk kedua kali dan berikutnya. "Kalau mau berhaji kedua kali dan selanjutnya. Jangan pakai kuota haji reguler," jelasnya. Bagi umat Islam di Indonesia yang ingin berhaji kembali, harus pakai kuota haji undangan atau mujamalah.

Untuk diketahui saat ini biaya haji kuota mujamalah sekitar Rp300 juta per orang. Ismed menuturkan Kemenag harus memiliki basis data yang kuat dan akurat. Sehingga tidak bisa ada manipulasi data yang membuat seseorang bisa berhaji berkali-kali dengan kuota haji reguler. Selain itu pemilik travel haji juga jangan berangkat haji menggunakan kuota haji reguler atau haji khusus.

Skema menaikkan biaya setoran awal, baginya tidak akan membendung minat masyarakat untuk berhaji. Seperti diketahui saat ini biaya setoran awal daftar haji dipatok Rp25 juta per jemaah. Biaya ini naik dari ketentuan sebelumnya yaitu Rp20 juta per jemaah.(wan/das)

Laporan: JPG (Jakarta)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia kaget melihat panjangnya antrean haji di Malaysia mencapai seratus tahun lebih. Tak berselang lama, antrean haji di Indonesia juga nyaris satu abad. Rekor antrean haji terpanjang saat ini di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, yaitu 97 tahun. Di Riau, daftar antre mencapai 51 tahun.

Informasi panjang antrean haji tersebut merujuk data resmi di Kementerian Agama (Kemenag). Secara umum kuota haji dibagi di tiap-tiap provinsi.

- Advertisement -

Tetapi untuk di Sulawesi Selatan, kuota dibagi di tiap-tiap kabupaten kota. Data terbaru Kabupaten Bantaeng jadi pemegang rekor antrean haji terpanjang di Indonesia.

Dengan kuota yang hanya 85 orang, antrean haji di Kabupaten Bantaeng mencapai 97 tahun. Dua daerah lain yang antreannya lebih dari 90 tahun juga ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Yaitu Kabupaten Sidrap dengan panjang antrean 94 tahun. Lalu Kabupaten Pinrang dengan panjang antrean haji 91 tahun.

- Advertisement -

Sementara di Pulau Sumarera, dari 9 provinsi, Riau masuk lima besar daftar panjang untuk berangkat haji. Antrean di Riau mencapai 51 tahun dengan jumlah pendaftar 116.497 jemaah dan kuota terakhir 2.290 orang. Jadi, jika mendaftar tahun ini maka 51 tahun lagi baru bisa berangkat. Antrean teratas adalah Aceh yakni 67 tahun dengan 131.599 pendaftar. Diikuti Jambi dengan antrean 64 tahun dan Bangka Belitung 54 tahun.

Sebaliknya, kuota haji paling cepat ada di Kabupaten Maybrat, Papua Barat yang hanya antre sembilan tahun. Saat ini kuota haji di Maybrat cuma dua orang dan terdapat 18 orang di dalam antrean haji. Antrean haji yang relatif cepat juga ada di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Dengan kuota hanya lima orang dan pendaftar saat ini 78 orang, antrean haji di Kabupaten Mahakam Ulu hanya 16 tahun.

Anggota Dewan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Hurriyah El Islamy menuturkan bahwa durasi antrean haji itu bukan angka yang paten. Dia mengatakan angka tersebut bisa berubah menyesuaikan kuota haji yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. "Kuota haji terbatas karena space di Arafah dan Mina juga terbatas," katanya di sela menghadiri Milad ke-28 tahun Gaido Bank Syariah di Jakarta, Selasa (14/6).

Baca Juga:  Ini Konsep Baru Kemendikbudristek Tingkatkan Dosen Berkualitas

Hurriyah mengatakan pada 2020 dan 2021 lalu tidak ada pemberangkatan haji. Kemudian tahun ini ada pemberangkatan haji, tetapi kuotanya hanya sekitar separuh dari kuota tetap Indonesia. Kondisi itu yang mengakibatkan antrean haji di Indonesia semakin panjang. Apalagi pendaftaran haji dibuka sepanjang tahun. Dia mengakui minat masyarakat untuk berhaji memang tinggi.

Lantas apakah ada rencana untuk mengerem atau menahan laju pendaftaran haji? Hurriyah menegaskan pandangan pribadinya, haji itu adalah hak semua umat Islam. Bahkan menjadi salah satu rukun Islam. Selama umat Islam itu mampu, maka haji harus dilakukan. "Kalau memang seseorang itu mampu (berhaji, red), kenapa harus dibatasi atau ditahan," jelasnya.

Dia mengungkapkan pada 2030 nanti, Pemerintah Saudi sudah menyusun sebuah program besar. Yaitu menampung jemaah haji dalam jumlah besar. Informasi yang diterima, kuota haji Indonesia bisa bertambah sampai dua kali lipat. Ketika Saudi benar-benar sudah meningkatkan kapasitas di Arafah, Mina, dan Muzdalifah.

Selain itu Hurriyah menjelaskan ke depan pendaftaran haji menggunakan sistem paket. Sistem ini sudah dijalankan secara terbatas pada musim haji 2019 lalu. "Jemaah bisa pilih daftar paket VIP, standar, atau paket murah meriah. Sama seperti umrah," tuturnya.

Dengan sistem paket tersebut, hotel dan fasilitas lainnya sudah ditentukan. Tidak bisa menyewa hotel sendiri seperti yang dilakukan Pemerintah Indonesia saat ini. Menurut dia ketika sistem pendaftaran haji model paket seperti itu, mekanisme haji yang dijalankan pemerintah sudah tidak relevan lagi.

Konsekuensi sistem pendaftaran haji model paket seperti itu, biaya haji ditetapkan oleh Pemerintah Saudi. Bukan ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia seperti sekarang ini. Dia mencontohkan adanya paket biaya layanan haji di Arafah, Mina, dan Muzdalifah tahun ini yang mencapai 5.656 riyal (Rp22,16 juta) per jemaah. Pemerintah Indonesia tidak bisa lagi menawar adanya paket layanan haji itu.

Panjangnya antrean haji di Indonesia itu, juga disoroti oleh Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Ismed Hasan Putro. Dia mengatakan panjangnya antrean haji itu tidak lepas dengan meningkatnya kesejahteraan umat Islam di Indonesia.

Baca Juga:  Idham Rombak Jajaran Perwira

Dia mengatakan fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Tetapi juga di negara lain termasuk di Malaysia dan Brunei Darussalam. Kemudian di sejumlah negara di Afrika dan Timur Tengah, juga terjadi lonjakan pendaftar haji. Begitupun di Eropa, bertambahnya jumlah mualaf di sana memicu peningkatan pendaftar haji.

Di sisi lain Pemerintah Arab Saudi sampai saat ini belum siap menambah kuota haji. "Arab Saudi tentu mau-mau saja memberikan kuota satu juta jemaah haji untuk Indonesia," katanya. Tetapi konsekuensinya harus ada penyediaan fasilitas SDM dan infrastruktur pelayanan haji. Termasuk kapasitas di Mina yang dalam kondisi normal, jemaah Indonesia tidur berhimpitan di dalam tenda.

Meskipun begitu Ismed mengatakan ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk mengatasi panjangnya antrean haji tersebut. Di antaranya adalah Indonesia bersama negara-negara OKI lainnya, mengusulkan supaya kuota haji yang tidak terserap dari berbagai negara, dibagi lagi secara proporsional.

Cara berikutnya adalah Kementerian Agama (Kemenag) harus tegas melarang haji untuk kedua kali dan berikutnya. "Kalau mau berhaji kedua kali dan selanjutnya. Jangan pakai kuota haji reguler," jelasnya. Bagi umat Islam di Indonesia yang ingin berhaji kembali, harus pakai kuota haji undangan atau mujamalah.

Untuk diketahui saat ini biaya haji kuota mujamalah sekitar Rp300 juta per orang. Ismed menuturkan Kemenag harus memiliki basis data yang kuat dan akurat. Sehingga tidak bisa ada manipulasi data yang membuat seseorang bisa berhaji berkali-kali dengan kuota haji reguler. Selain itu pemilik travel haji juga jangan berangkat haji menggunakan kuota haji reguler atau haji khusus.

Skema menaikkan biaya setoran awal, baginya tidak akan membendung minat masyarakat untuk berhaji. Seperti diketahui saat ini biaya setoran awal daftar haji dipatok Rp25 juta per jemaah. Biaya ini naik dari ketentuan sebelumnya yaitu Rp20 juta per jemaah.(wan/das)

Laporan: JPG (Jakarta)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari