Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Rehabilitasi Hutan untuk Kesejahteraan

Rehabilitasi hutan bukan hanya untuk pemulihan dan kelestarian alam dari kerusakan, tapi juga untuk kesejahteraan. Tanaman kehidupan menjadi alternatif penting agar hutan dimanfaatkan dan berfungsi sebagai sumber perekonomian.

Laporan KUNNI MASROHANTI, Pekanbaru

BICARA hutan Riau, adalah bicara hutan tersisa, hutan di kawasan konservasi, harus diselamatkan. Itu pun tak lagi utuh. Habis karena banyak hal. Di antaranya karena alih fungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan dan pemukiman yang diawali dengan pembabatan alias pembalakan, hingga ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Salah satu kawasan itu adalah Taman Nasional (TN) Tesso Nilo yang saat ini kawasan hutannya tersisa sekitar 14 ribu hektare.

Kerusakan TN Tesso Nilo terjadi jauh sebelum kawasan ini berstatus Taman Nasional dengan status yang berubah-ubah. Maka dengan SK MENHUT Nomor 255/Menhut-II/2004, tanggal 19 Juli 2004, Perubahan Fungsi Sebagian HPT di Kelompok Hutan Tesso Nilo yang terletak di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu dengan luas sekitar 38.576 hektare, berubah menjadi Taman Nasional Tesso Nilo. Salah satu tujuannya untuk menyelamatkan hutan tersisa dan memperkuat nilai konservasi.

Selain merupakan rumah hidup banyak tanaman, Tesso Nilo juga rumah bagi satwa liar seperti gajah dan harimau. Konflik antara gajah dan manusia sangat sering terjadi di kawasan ini karena rusaknya habitat  hewan tersebut. Bahkan lintasan gajah liar yang saat ini berjumlah sekitar 80 ekor, sudah dipenuhi sawit dan pemukiman.

Tesso Nilo hanyalah salah satu contoh kawasan yang harus direhabilitasi agar yang tersisa tidak terus berkurang. Ini menjadi kewajiban pemerintah didukung masyarakat dengan sistem kolaborasi. Maka, berbagai program rehabilitasi terus dilahirkan dengan berbagai inovasi. Di antaranya Program Kebun Bibit Rakyat (KBR), Kebun Bibit Desa (KBD), Bibit Produktif, Bibit Persemaian Permanen, dan Pembuatan Bangunan Konservasi Tanah dan Air (BKTA). Semua program ini berada di lingkup Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Program RHL BPDASHL Indragiri Rokan (Inrok) selama tiga tahun terakhir dilaksanakan di wilayah Riau dan Sumbar. Di Riau, tahun 2019 dilaksanakan di wilayah KPH Singingi, KPH Suligi Batu Gajah, dan KHDTK Suligi. Sedang di Sumbar dilaksanakan di TWA Merapi  dan KPHL Solok. Tahun 2021 dilaksanakan di KPHL Pasaman Raya dan KPHL Sijunjung.

Bibit yang ditanam tahun 2019 sebanyak 7.206.950 batang, yakni di Kabupaten Pelalawan, Kuantan Singingi, Rokan Hulu, Tanah Datar, dan Solok. Tahun 2021 sebanyak  1.063.750 batang di Kabupaten Pelalawan, Sijunjung dan Pasaman. Dari jumlah bibit yang ditanam ini, sekitar 75 – 90 persen dalam keadaan hidup untuk tahun 2019. Untuk tahun 2021 masih dalam proses penanaman. Maka, total HOK (Hari Orang Kerja) tahun 2019 hingga 2021 sebanyak 1.003.017 dengan tenaga kerja sebanyak 2.006 orang. Sedang luas areal yang ditanami 15.100 hektare pada tahun 2019 dan 1.900 hektare pada tahun 2021.

Baca Juga:  Akses Jalan Ditutup, Jam Gadang Diselubung Kain Putih

"RHL dilaksanakan untuk memulihkan hutan dan lahan agar daya dukungnya kembali berfungsi sesuai peruntukkannya. Tujuannya agar hutan dan lahan yang rusak, kritis, kurang produktif dapat berfungsi seperti konservasi, lindung, dan produksi. Targetnya adalah meningkatnya tutupan dan kembalinya fungsi hutan dan lahan. Semua kawasan hutan, terutama hutan lindung dan hutan konservasi, serta kawasan lindung yang mengalami deforestasi dan degradasi yaitu rusak, kritis, non produktif, perlu direhabilitasi," jelas Plt BPDASHL Inrok, Afnan Dharma Putra, SHut, MSi.

RHL diawali dengan prakondisi dan penyusunan Rancangan Teknis, dilanjutkan dengan proses pemantapan lokasi dan kelembagaan. Apabila lokasi sudah dipastikan bisa untuk RHL dan pola pelaksanaan telah disepakati antara BPDASHL, pemangku kawasan, dan masyarakat, maka dilakukan proses penunjukkan pelaksana (kontraktual/swakelola). Pelaksanaan kegiatan RHL dilakukan berdasarkan kontrak/kontrak swakelola yang telah disepakati antara BPDASHL dengan pelaksana.

Selanjutnya, pelaksana melakukan kegiatan persiapan, penanaman, dan pemeliharaan (P0, P1, P2) dengan melibatkan masyarakat setempat dan masyarakat lainnya sebagai tenaga kerja. Setelah akhir masa P2, hasil pekerjaan RHL diserahkan kepada pemangku kawasan untuk dipelihara dan dikelola lebih lanjut. Di TN Tesso Nilo, jika pelaksanaan sudah selesai maka akan diserahkan kepada Kepala Balai TN Tesso Nilo untuk selanjutnya dikelola bersama masyarakat.

Pelaksanaan RHL dibarengi dengan munculnya berbagai kendala. Di antaranya sosial kultural  yaitu budaya masyarakat yang eksploitatif terhadap sumberdaya hutan berupa kayu & lahan, klaim penguasaan masyarakat terhadap Hutan Negara, pemahaman masyarakat bahwa RHL sebatas proyek, ketakutan masyarakat dengan adanya fasilitasi penanaman pemerintah maka hak-hak mereka terhadap lahan hutan akan diambil alih pemerintah dan komoditi tanaman hutan yang kurang diminati dan dianggap tidak menjanjikan.

Kendala lain yakni,  kondisi alam atau bentang lahan berupa bukit terjal, solum tanah yangg tipis dan miskin hara, musim atau cuaca seperti kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan, tanaman mati, dan terlambatnya kegiatan tanam atau penyulaman. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas  dalam memiliki ketangguhan fisik, semangat, mental, moral, dan integritas sebagai rimbawan, juga menjadi kendala. Belum lagi gangguan hama seperti babi hutan dan hewan pengerat sering merusak tanaman RHL.

"Tantangan di lapangan sangat banyak. Tapi ya, harus jalan terus. Mulai dari kondisi kawasan sampai masyarakat sekitar. Banyak masyarakat yang menolak, mereka tidak menerima kalau lahan tersebut adalah hutan negara, terlebih kalau mereka merasa telah menguasai lahan tersebut atas nama hak ulayat. Bentuk penolakanny macam-macam. Ada secara lisan, tertulis dengan surat dan ancaman bahwa tanaman akan dirusak atau dicabut, bahkan keselamatan pekerja di lapangan juga terancam. Banyak tanaman RHL yang ditebas, dibakar, disemprot atau dicabut oleh oknum masyarakat. Semuanya dilakukan perlahan. Kami beri mereka pemahaman dan sosialisasi melalui petugas di tingkat tapak. Dengan RHL hutan lestari masyarakat sejahtera," sambung Afnan.

Baca Juga:  Pemerintah Segera Buka Bandara Internasional, Termasuk SSK II

TAM Tinjau Lokasi RHL
Awal pekan lalu, Afnan mendampingi Tenaga Ahli Menteri (TAM) KLHK Bidang Komunikasi Digital dan Media Sosial, DR Afni Zulkifli meninjau pelaksanaan RHL di TN Tesso Nilo tersebut. Pada kesempatan itu, Afni tidak hanya melihat bagaimana proses penanaman, pemeliharaan, berdialog dengan masyarakat yang ikut menanam secara intens, tapi juga turut menanam.

Berbagai jenis bibit ditanam di sana. Ada durian, petai, jengkol, pulai, nangka, cempedak dan masih banyak lainnya. Bibit ini disemai oleh pihak ketiga yang menjalankan program tersebut yakni PT Green Mandiri Persada dan dan PT Bumi Riau Lestari, yang juga berada di Desa Lubuk Kembang Bunga. Masyarakat yang berkerja juga masyarakat Lubuk Kembang Bunga.

"Kami senang ada RHL karena jadi ada pekerjaan. Lumayan sehari digaji Rp70 ribu. Ya, dari pada tidak ada pekerjaan. Intinya, RHL ini sangat membantu kami," kata Dewi salah seorang pekerja.

Pihak ketiga yang menjalankan program RHL harus melakukan pekerjaan sesuai kontrak, yakni memastikan tanaman yang ditanam dalam keadaan hidup minimal 75 persen sebelum diserahterimakan kepada pemangku kawasan. Jika selama dalam proses kontrak kerja, bibit-bibit tersebut mati atau terbakar, pihak ketiga harus menanam kembali lagi.  Di TN Tesso Nilo, RHL dikerjakan dengan sistem multiyears. Ada 1000 hektare lahan dengan jumlah bibit 110.000 untuk masa kerja 2019-2021, dan 1.350 hektare  dengan jumlah bibit 843.750 batang untuk masa kerja 2021-2003.

"Bukan hanya hutan yang akan kembali lebih baik, tapi masyarakatnya juga sejahtera. Dari RHL ini, dalam sepekan uang yang berputar antara Rp150 hingga Rp170 juta. Itu setiap pekan. Ada 201 warga yang terlibat. Bukan hanya masyarakat yang senang, tapi kalau hutan Tesso Nilo ini lebih baik, itu lebih menyenangkan karena untuk anak cucu kelak. Kalau Tesso Nilo kembali seperti dulu, itu mustahil. Tapi usaha, ikhtiar bagaimana wajah Tesso Nilo ini lebih baik, lebih teduh, lebih hijau, ini yang harus terus dilakukan. Saya mengucapkan terimakasih kepada warga yang sudah berkerja, mendukung kerja pemerintah dan menjaga Tesso Nilo," kata Afni.

Selain Afnan selaku PLT Kepala BPDASHL, peninjaun itu juga didampingi Kepala TN Tesso Nilo, Andri Hansen Siregar, S.Hut T, M.Si dan Desmantoro  S.Hut, M.Si selaku Kepala Seksi RHL BPDASHL Inrok.***

 

 

Rehabilitasi hutan bukan hanya untuk pemulihan dan kelestarian alam dari kerusakan, tapi juga untuk kesejahteraan. Tanaman kehidupan menjadi alternatif penting agar hutan dimanfaatkan dan berfungsi sebagai sumber perekonomian.

Laporan KUNNI MASROHANTI, Pekanbaru

- Advertisement -

BICARA hutan Riau, adalah bicara hutan tersisa, hutan di kawasan konservasi, harus diselamatkan. Itu pun tak lagi utuh. Habis karena banyak hal. Di antaranya karena alih fungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan dan pemukiman yang diawali dengan pembabatan alias pembalakan, hingga ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Salah satu kawasan itu adalah Taman Nasional (TN) Tesso Nilo yang saat ini kawasan hutannya tersisa sekitar 14 ribu hektare.

Kerusakan TN Tesso Nilo terjadi jauh sebelum kawasan ini berstatus Taman Nasional dengan status yang berubah-ubah. Maka dengan SK MENHUT Nomor 255/Menhut-II/2004, tanggal 19 Juli 2004, Perubahan Fungsi Sebagian HPT di Kelompok Hutan Tesso Nilo yang terletak di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu dengan luas sekitar 38.576 hektare, berubah menjadi Taman Nasional Tesso Nilo. Salah satu tujuannya untuk menyelamatkan hutan tersisa dan memperkuat nilai konservasi.

- Advertisement -

Selain merupakan rumah hidup banyak tanaman, Tesso Nilo juga rumah bagi satwa liar seperti gajah dan harimau. Konflik antara gajah dan manusia sangat sering terjadi di kawasan ini karena rusaknya habitat  hewan tersebut. Bahkan lintasan gajah liar yang saat ini berjumlah sekitar 80 ekor, sudah dipenuhi sawit dan pemukiman.

Tesso Nilo hanyalah salah satu contoh kawasan yang harus direhabilitasi agar yang tersisa tidak terus berkurang. Ini menjadi kewajiban pemerintah didukung masyarakat dengan sistem kolaborasi. Maka, berbagai program rehabilitasi terus dilahirkan dengan berbagai inovasi. Di antaranya Program Kebun Bibit Rakyat (KBR), Kebun Bibit Desa (KBD), Bibit Produktif, Bibit Persemaian Permanen, dan Pembuatan Bangunan Konservasi Tanah dan Air (BKTA). Semua program ini berada di lingkup Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Program RHL BPDASHL Indragiri Rokan (Inrok) selama tiga tahun terakhir dilaksanakan di wilayah Riau dan Sumbar. Di Riau, tahun 2019 dilaksanakan di wilayah KPH Singingi, KPH Suligi Batu Gajah, dan KHDTK Suligi. Sedang di Sumbar dilaksanakan di TWA Merapi  dan KPHL Solok. Tahun 2021 dilaksanakan di KPHL Pasaman Raya dan KPHL Sijunjung.

Bibit yang ditanam tahun 2019 sebanyak 7.206.950 batang, yakni di Kabupaten Pelalawan, Kuantan Singingi, Rokan Hulu, Tanah Datar, dan Solok. Tahun 2021 sebanyak  1.063.750 batang di Kabupaten Pelalawan, Sijunjung dan Pasaman. Dari jumlah bibit yang ditanam ini, sekitar 75 – 90 persen dalam keadaan hidup untuk tahun 2019. Untuk tahun 2021 masih dalam proses penanaman. Maka, total HOK (Hari Orang Kerja) tahun 2019 hingga 2021 sebanyak 1.003.017 dengan tenaga kerja sebanyak 2.006 orang. Sedang luas areal yang ditanami 15.100 hektare pada tahun 2019 dan 1.900 hektare pada tahun 2021.

Baca Juga:  Pemerintah Segera Buka Bandara Internasional, Termasuk SSK II

"RHL dilaksanakan untuk memulihkan hutan dan lahan agar daya dukungnya kembali berfungsi sesuai peruntukkannya. Tujuannya agar hutan dan lahan yang rusak, kritis, kurang produktif dapat berfungsi seperti konservasi, lindung, dan produksi. Targetnya adalah meningkatnya tutupan dan kembalinya fungsi hutan dan lahan. Semua kawasan hutan, terutama hutan lindung dan hutan konservasi, serta kawasan lindung yang mengalami deforestasi dan degradasi yaitu rusak, kritis, non produktif, perlu direhabilitasi," jelas Plt BPDASHL Inrok, Afnan Dharma Putra, SHut, MSi.

RHL diawali dengan prakondisi dan penyusunan Rancangan Teknis, dilanjutkan dengan proses pemantapan lokasi dan kelembagaan. Apabila lokasi sudah dipastikan bisa untuk RHL dan pola pelaksanaan telah disepakati antara BPDASHL, pemangku kawasan, dan masyarakat, maka dilakukan proses penunjukkan pelaksana (kontraktual/swakelola). Pelaksanaan kegiatan RHL dilakukan berdasarkan kontrak/kontrak swakelola yang telah disepakati antara BPDASHL dengan pelaksana.

Selanjutnya, pelaksana melakukan kegiatan persiapan, penanaman, dan pemeliharaan (P0, P1, P2) dengan melibatkan masyarakat setempat dan masyarakat lainnya sebagai tenaga kerja. Setelah akhir masa P2, hasil pekerjaan RHL diserahkan kepada pemangku kawasan untuk dipelihara dan dikelola lebih lanjut. Di TN Tesso Nilo, jika pelaksanaan sudah selesai maka akan diserahkan kepada Kepala Balai TN Tesso Nilo untuk selanjutnya dikelola bersama masyarakat.

Pelaksanaan RHL dibarengi dengan munculnya berbagai kendala. Di antaranya sosial kultural  yaitu budaya masyarakat yang eksploitatif terhadap sumberdaya hutan berupa kayu & lahan, klaim penguasaan masyarakat terhadap Hutan Negara, pemahaman masyarakat bahwa RHL sebatas proyek, ketakutan masyarakat dengan adanya fasilitasi penanaman pemerintah maka hak-hak mereka terhadap lahan hutan akan diambil alih pemerintah dan komoditi tanaman hutan yang kurang diminati dan dianggap tidak menjanjikan.

Kendala lain yakni,  kondisi alam atau bentang lahan berupa bukit terjal, solum tanah yangg tipis dan miskin hara, musim atau cuaca seperti kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan, tanaman mati, dan terlambatnya kegiatan tanam atau penyulaman. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas  dalam memiliki ketangguhan fisik, semangat, mental, moral, dan integritas sebagai rimbawan, juga menjadi kendala. Belum lagi gangguan hama seperti babi hutan dan hewan pengerat sering merusak tanaman RHL.

"Tantangan di lapangan sangat banyak. Tapi ya, harus jalan terus. Mulai dari kondisi kawasan sampai masyarakat sekitar. Banyak masyarakat yang menolak, mereka tidak menerima kalau lahan tersebut adalah hutan negara, terlebih kalau mereka merasa telah menguasai lahan tersebut atas nama hak ulayat. Bentuk penolakanny macam-macam. Ada secara lisan, tertulis dengan surat dan ancaman bahwa tanaman akan dirusak atau dicabut, bahkan keselamatan pekerja di lapangan juga terancam. Banyak tanaman RHL yang ditebas, dibakar, disemprot atau dicabut oleh oknum masyarakat. Semuanya dilakukan perlahan. Kami beri mereka pemahaman dan sosialisasi melalui petugas di tingkat tapak. Dengan RHL hutan lestari masyarakat sejahtera," sambung Afnan.

Baca Juga:  Jokowi Pastikan Tak Akan Lindungi Koruptor

TAM Tinjau Lokasi RHL
Awal pekan lalu, Afnan mendampingi Tenaga Ahli Menteri (TAM) KLHK Bidang Komunikasi Digital dan Media Sosial, DR Afni Zulkifli meninjau pelaksanaan RHL di TN Tesso Nilo tersebut. Pada kesempatan itu, Afni tidak hanya melihat bagaimana proses penanaman, pemeliharaan, berdialog dengan masyarakat yang ikut menanam secara intens, tapi juga turut menanam.

Berbagai jenis bibit ditanam di sana. Ada durian, petai, jengkol, pulai, nangka, cempedak dan masih banyak lainnya. Bibit ini disemai oleh pihak ketiga yang menjalankan program tersebut yakni PT Green Mandiri Persada dan dan PT Bumi Riau Lestari, yang juga berada di Desa Lubuk Kembang Bunga. Masyarakat yang berkerja juga masyarakat Lubuk Kembang Bunga.

"Kami senang ada RHL karena jadi ada pekerjaan. Lumayan sehari digaji Rp70 ribu. Ya, dari pada tidak ada pekerjaan. Intinya, RHL ini sangat membantu kami," kata Dewi salah seorang pekerja.

Pihak ketiga yang menjalankan program RHL harus melakukan pekerjaan sesuai kontrak, yakni memastikan tanaman yang ditanam dalam keadaan hidup minimal 75 persen sebelum diserahterimakan kepada pemangku kawasan. Jika selama dalam proses kontrak kerja, bibit-bibit tersebut mati atau terbakar, pihak ketiga harus menanam kembali lagi.  Di TN Tesso Nilo, RHL dikerjakan dengan sistem multiyears. Ada 1000 hektare lahan dengan jumlah bibit 110.000 untuk masa kerja 2019-2021, dan 1.350 hektare  dengan jumlah bibit 843.750 batang untuk masa kerja 2021-2003.

"Bukan hanya hutan yang akan kembali lebih baik, tapi masyarakatnya juga sejahtera. Dari RHL ini, dalam sepekan uang yang berputar antara Rp150 hingga Rp170 juta. Itu setiap pekan. Ada 201 warga yang terlibat. Bukan hanya masyarakat yang senang, tapi kalau hutan Tesso Nilo ini lebih baik, itu lebih menyenangkan karena untuk anak cucu kelak. Kalau Tesso Nilo kembali seperti dulu, itu mustahil. Tapi usaha, ikhtiar bagaimana wajah Tesso Nilo ini lebih baik, lebih teduh, lebih hijau, ini yang harus terus dilakukan. Saya mengucapkan terimakasih kepada warga yang sudah berkerja, mendukung kerja pemerintah dan menjaga Tesso Nilo," kata Afni.

Selain Afnan selaku PLT Kepala BPDASHL, peninjaun itu juga didampingi Kepala TN Tesso Nilo, Andri Hansen Siregar, S.Hut T, M.Si dan Desmantoro  S.Hut, M.Si selaku Kepala Seksi RHL BPDASHL Inrok.***

 

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari