SEOUL (RIAUPOS.CO) – Lembaga kesehatan negara di Korea Selatan (Korsel) dibuat bingung dengan dengan positifnya kembali 116 pasien virus corona yang sebelumnya sudah dinyatakan sembuh.
Jumlah kasus eks pasien Covid-19 yang dinyatakan kembali positif meningkat lebih dari dua kali lipat dari sebanyak 51 pasien yang dilaporkan pekan lalu.
Para pejabat menyarankan mereka akan segera mempertimbangkan rekomendasi pengetatan pembatasan yang bertujuan mencegah gelombang kedua wabah virus di Negeri Gingseng tersebut.
Pada Senin (13/4) Korsel melaporkan hanya 25 kasus baru corona secara keseluruhan, melanjutkan tren penurunan selama seminggu. Secara total, Korsel telah melaporkan total 10.537 kasus dan 217 kematian.
Pejabat Korsel masih menyelidiki penyebab kambuhnya virus terhadap pasien-pasien tersebut, namun Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC) Jeong Eun Kyeong mengatakan virus itu mungkin telah aktif kembali di dalam tubuh pasien, bukan terinfeksi ulang.
Ahli lain mengatakan tes yang salah kemungkinan juga berkontribusi, atau sisa-sisa virus masih ada dalam sistem tubuh pasien.
Ditulis Al Jazeera yang mengutip Yonhap, Seoul mengatakan perkembangan jumlah pasien eks Covid-19 kambuh itu menimbulkan kekhawatiran para pejabat di seluruh dunia yang mencoba memahami virus tersebut.
Mereka mempertanyakan apakah terdapat masalah dalam pengujian, atau masih banyak hal tentang virus yang tidak diketahui oleh para ahli, serta kemungkinan virus dapat bermutasi dalam beberapa bentuk.
"Jadi ada pertanyaan dan tentu saja itu adalah pertanyaan yang penting tidak hanya di sini, di Korea Selatan, tetapi juga dengan para ahli epidemiologi di seluruh dunia, yang berada di dalamnya ketika pandemi berkembang," kata salah satu ahli epidemiologi, McBride.
Profesor epidemiologi penyakit menular di Curtin University di Perth, Australia, Archie Clements, menduga semakin banyak orang yang kembali dites positif di Korsel semata-mata karena kesalahan dalam tes diagnostik.
Menurut Clements, tidak ada tes diagnostik yang sempurna untuk penyakit apa pun, dan pasien-pasien tersebut kemungkinan dinyatakan positif palsu.
Clements juga mengatakan ada kemungkinan virus itu aktif kembali pada pasien yang tampaknya pulih. Namun ia menegaskan bahwa tidak mungkin pasien yang sebelumnya dites positif dan kemudian dirawat dan dibersihkan secara independen dapat terinfeksi virus untuk keduakalinya.
"Saya pikir apa yang sangat, sangat tidak mungkin adalah bahwa orang-orang ini diinfeksi ulang oleh orang lain," kata Clements.
Clement menyebut ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa terdapat respons imun yang cukup kuat terhadap infeksi virus corona, yang seharusnya melindungi orang dari infeksi kedua untuk jangka waktu tertentu.
"Yang saat ini tidak diketahui adalah berapa lama," ujarnya.
Pada pertemuan penanggulangan bencana pada hari Senin (13/4), Perdana Menteri Korsel, Chung Sye-kyun, mengatakan pemerintah akan segera mencari cara untuk melonggarkan pembatasan.
Saat ini warga Korsel diminta tinggal di rumah, menghindari pertemuan sosial dalam bentuk apa pun, dan hanya keluar karena alasan penting.
"Akhir pekan ini, kami berencana untuk meninjau kampanye sosial jaga jarak yang telah kami lakukan sejauh ini, dan membahas apakah kami akan beralih ke langkah-langkah keselamatan rutin," katanya.
Chung mengingatkan ketika pembatasan sudah dilonggarkan, negara itu tetap tidak akan berjalan normal kembali seperti sebelum wabah menyebar.
"Kami membutuhkan pendekatan yang sangat hati-hati karena setiap pelonggaran jaga jarak sosial dapat membawa konsekuensi yang tidak dapat diubah, dan harus merenungkan secara mendalam tentang kapan dan bagaimana kita beralih ke sistem baru," katanya.
Sumber: CNN/Yonhap/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun