Kamis, 19 September 2024

Ketua MUI: Fitnah, Gibah dan Namimah Haram

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis mengomentari buzzer atau pendengung bayaran yang marak belakangan ini.

Ditegaskannya, buzzer yang kerjanya memfitnah, gibah, namimah (adu domba) itu diharamkan. Fatwanya sudah lengkap, panduan MUI tentang pedoman bermualat di medsos. "Kami sering menyebutnya sebagai muamalah medsosia, jadi merupakan tatacara bermuamalah di medsos. Itu penting sekali karena kita seringkali beraktivitas di medsos dibanding dunia nyata, apalagi di masa pandemi ini," kata Kiai Cholil di kanal YouTube Hersubeno Arief Point.

Fatwa Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui media sosial sudah cukup untuk menjawab keresahan masyarakat. Fatwa itu juga untuk menjawab pengaduan masyarakat ke MUI pada waktu itu.

Baca Juga:  Amin Syukri Ketua PWI Rohul 2021-2024

"Ada keresahan masyarakat soal bermedsos. Banyak yang bertanya ke MUI dan minta untuk mengeluarkan fatwa tentang Medsosia ini," ujarnya.

- Advertisement -

Menurut ulama kelahiran Madura ini, fatwa MUI tersebut sekaligus sebagai bagian dari himayatul ummah, himayatul daulah dan himayatul diin. Himayatul ummah adalah menjaga agar umat tetap lurus tidak tersesat.

"Mungkin karena enggak ketemu muka jadi seenaknya gibah, namimah dan seenaknya fitnah. Itu kami ingatkan dengan fatwa ini," katanya. Himayatul daulah adalah upaya menjaga negara. Karena medsos digunakan untuk kampanye yang merugikan, misalnya munculnya liberalisme, dan radikalisme.

- Advertisement -

"Sehingga dengan medsos ini ekstrem kanan dan kiri menyebarkan pahamnya, juga lewat media yang mudah diakses," ujarnya.

Baca Juga:  Akses Jalan dan Bandara Yalimo di Papua Sudah Dibuka Polisi

"Sedangkan himayatud diin, adalah menjaga agama. Ini yang utama. Yaitu bagaimana agama itu dijiwai negara, pemerintah, dan kebangsaan kita sekaligus untuk menjaga umat,'' ungkapnya.

Menurutnya, buzzer jika digunakan dalam hal positif tidak masalah. Namun jika dipakai untuk fitnah, gibah dan namimah, itu diharamkan. Kiai Cholil menambahkan, kesannya buzzer itu sudah telanjur negatif karena itu orang bayaran untuk menyampaikan sesuatu dari orang lain. Kalau yang disampaikan itu hal baik, promosi dan positif tidak ada masalah.

"Kalau gibah, memfitnah, adu domba dan membunuh karakter orang itu diharamkan," tegasnya.

Sumber: Jpnn.Com
Editor: Rinaldi

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis mengomentari buzzer atau pendengung bayaran yang marak belakangan ini.

Ditegaskannya, buzzer yang kerjanya memfitnah, gibah, namimah (adu domba) itu diharamkan. Fatwanya sudah lengkap, panduan MUI tentang pedoman bermualat di medsos. "Kami sering menyebutnya sebagai muamalah medsosia, jadi merupakan tatacara bermuamalah di medsos. Itu penting sekali karena kita seringkali beraktivitas di medsos dibanding dunia nyata, apalagi di masa pandemi ini," kata Kiai Cholil di kanal YouTube Hersubeno Arief Point.

Fatwa Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui media sosial sudah cukup untuk menjawab keresahan masyarakat. Fatwa itu juga untuk menjawab pengaduan masyarakat ke MUI pada waktu itu.

Baca Juga:  Naik Pesawat, Sudah Vaksin Cukup Antigen

"Ada keresahan masyarakat soal bermedsos. Banyak yang bertanya ke MUI dan minta untuk mengeluarkan fatwa tentang Medsosia ini," ujarnya.

Menurut ulama kelahiran Madura ini, fatwa MUI tersebut sekaligus sebagai bagian dari himayatul ummah, himayatul daulah dan himayatul diin. Himayatul ummah adalah menjaga agar umat tetap lurus tidak tersesat.

"Mungkin karena enggak ketemu muka jadi seenaknya gibah, namimah dan seenaknya fitnah. Itu kami ingatkan dengan fatwa ini," katanya. Himayatul daulah adalah upaya menjaga negara. Karena medsos digunakan untuk kampanye yang merugikan, misalnya munculnya liberalisme, dan radikalisme.

"Sehingga dengan medsos ini ekstrem kanan dan kiri menyebarkan pahamnya, juga lewat media yang mudah diakses," ujarnya.

Baca Juga:  Lokakarya Kepala SMK Muhammadiyah Se-Sumatera dan Kalimantan

"Sedangkan himayatud diin, adalah menjaga agama. Ini yang utama. Yaitu bagaimana agama itu dijiwai negara, pemerintah, dan kebangsaan kita sekaligus untuk menjaga umat,'' ungkapnya.

Menurutnya, buzzer jika digunakan dalam hal positif tidak masalah. Namun jika dipakai untuk fitnah, gibah dan namimah, itu diharamkan. Kiai Cholil menambahkan, kesannya buzzer itu sudah telanjur negatif karena itu orang bayaran untuk menyampaikan sesuatu dari orang lain. Kalau yang disampaikan itu hal baik, promosi dan positif tidak ada masalah.

"Kalau gibah, memfitnah, adu domba dan membunuh karakter orang itu diharamkan," tegasnya.

Sumber: Jpnn.Com
Editor: Rinaldi

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari